Berhubung tidak lama mereka keluar dari ruang kepala sekolah bel pulang berbunyi, jadilah kini Echa, Ravindra, Arqian, Rayden, dan Bastian berada di cafe yang letaknya tidak jauh dari sekolah mereka berada. Alena sendiri tidak ikut dikarenakan ada urusan dengan sang suami yang tak lain adalah Aldion, papanya Echa. Mungkin saja Alena akan memberitahukan perihal Echa yang dikeluarkan dari sekolah.
Mereka berlima, tidak, hanya keempat sahabat Echa saja, sekarang tengah membahas Echa yang nantinya akan lanjut bersekolah di mana. Karena masalah kemarin dan Echa tadi sampai dipanggil oleh kepala sekolah, serta juga ujung-ujungnya dengan perasaan tidak rela pak Imam selaku kepala sekolah, mengeluarkan gadis itu dari SMA Pertiwi.
Tenang, Echa tidak sedih dan juga tidak mungkin dia akan menangis histeris hanya karena dikeluarkan dari sekolah. Masih ada sekolah milik pamannya yang nantinya akan menjadi tempat lanjutannya menuntut ilmu, dan tak lupa juga menjadi tempatnya untuk kembali membuat masalah kalau saja ada orang yang memiliki niat untuk mengusiknya.
“Kita ikut pokoknya.”
“Nggak.”
Bastian kembali merengek, “kita ikut dong, Cha.”
“Nggak, ih. Gue mau sendiri aja, biar bebas.”
Arqian menaikkan sebelah alisnya saat mendengar itu, “oh, jadi selama ini lo ngerasa nggak bebas karena satu sekolah sama kita, gitu?”
“Gitu, ya, Cha? Gila, nggak nyangka gue sama lo,” sambung Rayden ikut-ikutan.
“Lah?” Echa menggaruk pipi kanannya bingung. “Bukan gitu maksudnya.”
“Ya udah, sekarang terserah lo aja maunya gimana. Kita nggak bakal ngekang, ngelarang lo, pokoknya terserah, sekarang lo bebas,” ujar Bastian mengalihkan pandangan yang seketika membuat Ravindra, Arqian, dan Rayden berusaha mati-matian untuk menahan tawa mereka. Boleh juga akting lo, Bas. Pikir mereka bertiga.
“Gue nggak bermaksud gitu,” gumam Echa akan memegang tangan Bastian yang duduk di depannya, tapi dengan tanpa sadar langsung ditepis kasar oleh sang empu yang membuat tangan gadis itu jadi tak sengaja terkena ujung meja.
“Oi, sakit, goblok.”
Mereka yang mendengar suara itu pun refleks mengalihkan pandangan yang semula tidak melihat Echa, langsung menatap gadis itu.
Mereka panik dibuatnya. Padahal niat awal mereka tadi hanya ingin menjahili Echa. Tak usah heran, mereka memang seperti itu. Suka sekali menjahili Echa sampai membuat gadis itu terkadang jadi menangis. Tapi, kalau Echa sudah menangis, malah akan jadi panik sendiri.
“Lho, kenapa?” tanya Arqian.
“Lo, sih, Bas. Anak orang lo gituin.” Rayden tampak menyalahkan Bastian.
“Kenapa jadi cuma gue yang disalahin? Lo juga ngikut, kali,” balas Bastian tak terima, lalu dia menatap Echa yang kini tengah menundukkan kepala sembari mengelus tangannya yang berada di bawah meja. “Kita bercanda doang, ayang. Serius amat, sih,” lanjutnya tak sadar bahwa ini juga karena ulahnya.
“Ayang pala lo,” cibir Ravindra.
“Bercanda apanya, heh, bego. Tangan gue jadi sakit, nih.” Echa memperlihatkan tangannya yang kini jadi memerah kepada empat sahabatnya yang sekarang malah dibuat terkejut, terutama Bastian, karena pemuda itulah yang sudah menyebabkan tangannya jadi memerah.
“Parah lo, Bas. Sampe segitunya. Nakal banget, sih,” kata Rayden menabok lengan Bastian.
“Setan lo,” umpat Bastian menatap Rayden kesal, tapi tak berniat untuk membalasnya. Malahan atensi Bastian kini beralih menatap Echa yang menunduk dengan tangan gadis itu yang sudah dipegang dan dielus-elus oleh Ravindra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequoia ✔
Teen Fictionೃ⁀➷ ••• Menceritakan kehidupan seorang gadis yang bernama Alvia Decha Arzukna. Gadis yang biasanya dipanggil Echa oleh orang terdekatnya. Dia gadis cantik kelebihan imut, manja, terkadang polos sedikit bego, berpipi tembam menggemaskan, tapi juga b...