Setelah keluar dari toilet, Echa berlalu melangkahkan kaki menuju arah tangga rooftop guna menyusul keempat sahabatnya yang sudah menunggu dirinya di sana.
Dia melewati koridor sekolah yang tampak sepi dikarenakan bel masuk yang sudah berbunyi sedari tadi dan menandakan bahwa pelajaran kedua akan berlanjut.
Sambil berjalan, dia memperhatikan kanan-kiri untuk memastikan bahwa tidak ada guru yang melihatnya.
“Aman,” gumam Echa.
Kemudian dia mulai menaiki satu persatu anak tangga untuk sampai di lantai tiga. Belum sampai di pertengahan anak tangga, Echa sudah merasa lelah duluan. Dia berhenti sejenak, menarik nafas sedikit panjang sebelum kembali mengeluarkan suara, “capek juga ternyata.”
Melelahkan memang, tapi setidaknya nanti akan terbayarkan dengan melihat indahnya pemandangan ibu kota Jakarta dari lantai atas.
Dan tidak terasa, Echa sudah sampai di depan pintu rooftop, tak membutuhkan waktu lama dia langsung membukanya dan tak lupa juga untuk menutupnya kembali.
Berjalan menghampiri sahabatnya yang sedang duduk santai di pojok dengan kesibukkan masing-masing, bahkan sampai tak menyadari kalau dirinya sudah tiba di sana.
Arqian, Rayden, dan Bastian sekarang duduk di lantai, sibuk bermain game online bersama, atau yang biasa disebut dengan mabar. Kalau Ravindra? Pemuda itu kini duduk menyandarkan tubuhnya di sofa panjang bekas yang tampak tak terawat itu sembari memejamkan mata guna menikmati hembusan angin yang menerpa kulitnya.
Echa pun jadi duduk di sebelah Ravindra, tapi sebelumnya dia mengambil jaket yang tersampir di pinggiran sofa, entah punya siapa dia tidak tau, yang pasti punya salah satu sahabatnya.
Menaruhnya di atas paha Ravindra, lalu menidurkan kepalanya dengan paha Ravindra yang terdapat jaket itu sebagai bantalannya.
Perlakuan itu seketika membuat Ravindra membuka matanya terkejut, tapi tak berlangsung lama setelah mengetahui siapa orangnya, tangannya terulur untuk mengelus lembut kepala Echa.
Echa yang tadinya terkekeh melihat Ravindra terkejut, kini jadi merasa nyaman dengan elusan itu, dia memejamkan matanya.
Ketiga sahabatnya yang menyadari kalau Echa sudah sampai langsung mengalihkan pandangan dengan wajah terkejut masing-masing.
“Busyet, kayak setan.”
Echa tak menghiraukan itu, dia masih menutup mata menikmati elusan di kepalanya.
Arqian yang sedari tadi menyimak dan tidak memainkan game lagi pun bertanya penasaran, “dari mana aja, Cha?”
“Toilet,” sahut Echa pelan.
“Ngapain aja lo setengah jam di toilet?” Kini giliran Bastian yang bertanya dengan memicingkan mata curiga.
“Ish, jangan tanya, gue ngantuk.”
“Lo mah gitu, guekan kepo.”
“Gue tadi dilabrak dulu, biasalah,” kata Echa pelan tanpa melihat mereka. Walaupun suaranya pelan, tapi masih bisa terdengar oleh yang lain.
Keempat sahabatnya yang mendengar itu spontan berteriak, “DEMI APA?” Tak lupa dengan wajah yang terkejut, panik, marah, dan khawatir sekaligus.
“Lo ngak luka, kan?”
“Ada yang lecet nggak?”
“Di mana yang sakit?”
“Ayo ke UKS.”
“Apa perlu kita anterin ke rumah sakit?”
“Nah, iya tuh.”
“Ayo, Cha. Sini, biar gue gendong.”
Echa mengernyitkan dahinya. “Ini gue mau jawab yang mana dulu?” batin gadis itu.
“Kalo ditanya itu buruan dijawab, Echa. Jangan diem aja,” ujar Ravindra yang membuat Echa langsung duduk dengan menundukkan kepala. Menundukkan kepala bukannya dia takut, tapi dia mencoba untuk tidak memperlihatkan pipi merahnya yang membekas akibat tamparan Sandra tadi.
“Ya gimana gue mau jawab kalo lo berempat nggak ngebiarin gue ngomong. Bingung juga mau jawab yang mana dulu, banyak amat pertanyaannya.” Echa tampak kesal dan mampu membuat keempat sahabatnya tersadar, lalu tertawa.
Arqian yang duduk di lantai sebelah kanan Echa, melihat dengan jelas pipi gadis itu yang memerah seperti bekas tamparan, dia pun berinisiatif untuk memegangnya dengan lembut, tapi dapat membuat Echa langsung meringis karena tiba-tiba terasa perih.
“Ini kenapa? Sakit?” tanya Arqian mengelus pipi Echa dengan jari jempolnya pelan-pelan.
Pertanyaan Arqian itu membuat Ravindra, Rayden, dan Bastian yang sedari tadi menyimak pun ikut memperhatikan pipi Echa yang memerah.
“Perih doang. Tapi heran gue, kok baru kerasa sekarang, ya, perihnya. Anjir emang tuh kakel cabe rawit, nampar pipi unyu gue nggak kira-kira,” gerutu Echa dengan bibir yang dimanyunkan membuatnya terlihat mengemaskan.
“Sian banget,” goda Arqian merentangkan kedua tangan yang langsung disambut dengan baik oleh Echa. Gadis itu langsung ikutan duduk di lantai dengan kaki bersila dan memeluknya dari samping dengan membenamkan wajah diantara leher dan bahu sebelah kanannya.
“Lo ditampar?”
“Wah, nggak bisa dibiarin nih.”
“Siapa yang nampar lo, Cha? Sini, biar gue bales orangnya.”
“Kagak usah, udah gue bales juga,” sahut Echa masih dengan posisi yang sama.
“Lo bales kayak gimana?” tanya Bastian antusias sekaligus penasaran.
Echa jadi mengambil posisi menyandarkan kepalanya di bahu Arqian dan mencoba untuk mengingat kejadian di toilet tadi. “Oh, iya, tadi gue tonjok perutnya, gue tampar bolak-balik, tangannya gue puter ke belakang, terus gue dorong ke tembok. Terus, emm terus apa lagi, ya?” Echa menjawab dengan wajah polosnya.
Tapi jawaban gadis itu sontak membuat keempat sahabatnya terkejut dan tak urung juga mengacungkan jempol.
“Eh, gue juga siram itu orang yang tadinya kan mau siram gue, tapi malah kena temennya sendiri, gila kasian banget bajunya basah semua,” lanjut Echa tertawa, tawanya seakan tertular pada keempat sahabatnya yang juga jadi ikutan tertawa melihat dirinya.
Arqian yang kepalang gemas pun langsung menghadiahi kecupan di pipi kiri gadis itu berkali-kali.
“Gemes banget, sih, ah. Gue cekek juga lo sampe meninggoy,” gumam Arqian dan Echa hanya tertawa saja mendengarnya.
“Modus lo, bangke.”
“Ngambil kesempatan, cuih.” Bastian menyetujui ucapan Rayden itu, tetapi tak dihiraukan oleh Arqian yang masih berlanjut mengecupi pipi Echa dengan rasa gemasnya yang bertubi-tubi.
Ravindra? Dia sedari tadi hanya melihat kedekatan Echa dan Arqian dengan pandangan yang sulit diartikan.
**
bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequoia ✔
Teen Fictionೃ⁀➷ ••• Menceritakan kehidupan seorang gadis yang bernama Alvia Decha Arzukna. Gadis yang biasanya dipanggil Echa oleh orang terdekatnya. Dia gadis cantik kelebihan imut, manja, terkadang polos sedikit bego, berpipi tembam menggemaskan, tapi juga b...