25 - NOT SINCERE

3.6K 417 113
                                    

Seorang pemuda kini tengah berdiri menyandarkan punggungnya di tembok dekat pintu toilet perempuan dengan tangan yang menyilang di depan dada.

“CHA, UDAH BELOM?”

Pemuda itu yang tak lain adalah Fahmi. Dia yang barusan meneriaki Echa sembari menatap sekitar dengan bersiul menghilangkan bosan. Fahmi sekarang hanya memakai kaos hitam polosnya saja karena seragam putih sekolahnya dia pinjamkan untuk Echa.

“BENTAR.” Echa balas berteriak dari dalam toilet dan tak lama pintu toilet yang sedari tadi tertutup rapat, kini sudah kembali terbuka yang di mana memperlihatkan seorang gadis yang memakai baju sedikit kebesaran di tubuhnya, serta jangan lupakan pula di tangan kanannya sekarang ada jaket milik Arjuna.

“Lama,” cibir Fahmi menatap Echa yang membuat gadis itu segera menunjukkan cengiran kaku.

Sorry. Lagian, sih, siapa suruh lo nungguin gue?”

Fahmi berdecak, lalu berkacak pinggang. “Karena gue orangnya baik, mangkanya gue tungguin. Nggak ada terima kasihnya banget. Gue tampol juga lo.”

Echa seketika menunjukkan cengirannya. “Makasih, ya, Aby. Lo baik banget deh, sumpah. Padahal kita kenal aja, belum genap dua hari,” ujar Echa membuat Fahmi tertegun kala mendengar delapan kata akhir yang terlontar dari mulut gadis itu.

“Iya juga, ya,” gumam pemuda itu tanpa sadar menatap Echa cengo yang membuat dia jadi ditertawakan oleh Echa.

“Bajunya kegedean,” adu Echa menunduk sekilas melihat baju yang kini tengah ia pakai. Lalu kembali mendongak menatap Fahmi cemberut dengan merentangkan kedua tangan seolah dia sedang memperlihatkan baju Fahmi yang dia pakai sedikit kebesaran di tubuhnya.

Kini gantian malah jadi Fahmi yang terkekeh geli melihat pemandangan di depannya itu.

“Nggakpapalah, bagus gitu, jadi tambah imut,” puji Fahmi dengan tangan mencubit pipi kanan Echa.

“Udah,” titah Echa memberontak saat tangan pemuda itu tak kunjung terlepas dari pipinya.

“Iya, nih, udah.” Fahmi cengengesan, tangannya yang tadi asik mencubit pipi Echa, kini berganti jadi mengelus pipi gadis itu.

PUNTEN BANGET INI MAH. KALO MAU PAMER UWU-UWU JANGAN DI DEPAN TOILET JUGA DONG. NGGAK ELIT BANGET.” Teriakkan seorang gadis tiba-tiba terdengar. Gadis itu sedari tadi berusaha masuk ke dalam toilet, tapi jadi terhalang karena Echa dan Fahmi yang masih senantiasa berdiri di depan pintu toilet tersebut.

Echa berserta Fahmi kompak menoleh ke asal suara dan masih dengan posisi yang sama.

“Minggir-minggir, gue mau lewat. Ngehalangin jalan aja,” suruh gadis tersebut, kemudian melewati Echa dan Fahmi dari tengah, lalu dia masuk ke dalam toilet.

Echa dan Fahmi saling pandang, lalu tak lama mereka tertawa secara bersamaan. Entah apanya yang lucu, hanya mereka berdua saja yang tau.

“Ayo ke kelas,” ajak pemuda itu dan Echa hanya mengangguk. Kemudian keduanya berjalan beriringan menuju kelas dengan diiringi candaan dan tawaan garing yang membuat mereka semakin menjadi pusat perhatian beberapa murid di koridor yang melihatnya, tapi itu sama sekali tak dihiraukan oleh kedua insan tersebut.

“Wangikan baju gue?” Fahmi bertanya dengan sedikit menunduk menatap Echa yang hanya sebatas bahunya sembari tersenyum sombong.

“Huh, tuh muka pengen ditampol kayaknya,” cibir Echa mendengkus saat melihat senyum pemuda itu, tapi tak urung juga dia mencium bau baju Fahmi dengan memejamkan matanya seolah tengah meresapi bau harum maskulin khas seorang Fahmiansyah Aby Putra.

“Wangi,” gumam Echa tak berbohong yang dapat membuat Fahmi jadi tersenyum mendengarnya.

* * *

“Dah, sana lo masuk.” Fahmi menyuruh Echa masuk saat mereka berdua sudah tiba di depan pintu kelas XI IPA 1.

“Lo nggak ikut masuk?” kata Echa menaikkan alisnya bertanya membuat Fahmi menggeleng.

“Emangnya mau ke mana?” tanya Echa, lagi.

“Mau ke kantin. Kan tadi belum sempet makan apa-apa, laper nih perut,” balas pemuda itu sembari tangannya mengelus perutnya sendiri.

“Ikut, weh. Gue juga laper,” kata Echa antusias.

“Nggak, lo di kelas aja. Udah mau bel masuk juga, biar gue yang beliin,” tolak Fahmi.

“Ikut, lho. Gue pengen makan bakso yang tadi.” Echa memasang wajah memelasnya yang terlihat menggemaskan, membuat pemuda di depannya itu jadi menahan nafas sejenak.

“Nggak usah gitu mukanya.” Fahmi menepuk dahi Echa pelan. “Gue beliin roti aja, ya. Buat ganjel perut lo biar nggak laper banget. Kalo mau makan bakso mah mana sempet, keburu masuk, atau malah baksonya di sana udah abis. Bakso pesenan kita tadi juga paling dah diambil orang,” sambung Fahmi yang membuat Echa mau tak mau jadi mengangguk menurutinya.

Pemuda itu jadi menerbitkan senyumnya saat Echa yang menuruti perkataannya. “Guguk pintar,” ejeknya mengacak-acak kasar rambut Echa yang membuat rambut gadis itu jadi berantakkan. Setelahnya dia segera berlari menjauh sebelum terkena amukan dari Echa.

“Dikira gue anjing apa?” Echa tanpa sadar menghentak-hentakkan kakinya kesal menatap Fahmi yang sudah berlari itu.

“Canda, geulis,” balas Fahmi menggoda seraya tertawa tanpa menghiraukan tatapan beberapa murid yang memperhatikannya.

Echa mendelik. Setelahnya dia meringis kala melihat tatapan murid yang ada di sekitar jadi berganti menatap dirinya dengan berbagai tatapan yang berbeda-beda.

Tak terlalu memperdulikannya, dia segera masuk ke dalam kelas yang masih tampak sepi, hanya ada beberapa orang saja.

Berjalan menuju tempat duduknya di pojok belakang. Echa tersenyum saat melewati empat gadis yang juga tengah menatapnya dengan tersenyum.

Empat gadis tersebut yang tak lain adalah Renifa, Lisa, Levi, dan Jejes.

“Lo tadi nggakpapa?”

Echa yang mendengar pertanyaan Jejes spontan balik mengajukan pertanyaan dengan wajah bingungnya. “Emang gue tadi kenapa?”

Lisa cengo. “Lo oke? Kejadian di kantin tadi, lo nggakpapa? Belum seminggu lo sekolah di sini padahal, tapi dah kena gitu.”

Echa tertawa kecil. “Gue oke, udah biasa juga.”

“Udah biasa?” gumam Jejes.

“Ah, enggak, lupain,” jelas Echa.

“Oh, oke.” Jejes mengangguk.

“Via, mau saling follow-an instagram sama aku nggak?” Renifa dengan antusias menghampiri meja Echa berada dengan membawa handphone di tangannya.

Echa yang baru saja ingin duduk lagi jadi mengerjap linglung, lalu mengangguk dengan tersenyum. “Ayo, apa namanya?” tanya Echa.

“Gue aja yang follow, nih ketik namanya,” suruh Renifa menyerahkan handphone-nya yang sudah menampilkan beranda instagram dan diterima oleh Echa.

“Ih, gue juga mau!” seru Lisa. “Nambah followers satu, mayanlah.”

**

bersambung ....

Sequoia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang