Alarm di handphone Echa tiba-tiba berbunyi yang membuat sang empu pemilik handphone tersebut jadi membuka matanya secara perlahan. Tangan Echa bergerak mengambil handphone yang dia letakkan di atas nakas samping ranjang tempat tidurnya.
Dia membuka layar dan seketika itu juga matanya langsung membulat sempurna dengan mulut yang sedikit terbuka karena melihat jam di handphone-nya sudah menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh menit yang tandanya bel masuk akan berbunyi sepuluh menit lagi.
“MAMPUS.” Echa bangkit dari tidurannya, lalu berlari terbirit-birit menuju kamar mandi yang ada di kamarnya.
Echa mandi hanya perlu lima menit saja, setelahnya keluar, dia segera memakai baju seragam putih seperti biasa, memakai celana jeans hitam sobek dikedua lutut karena dia akan mengendarai si Black kesayangannya, dan tak lupa pula rok abu-abunya dia masukkan ke dalam tas.
“Pakek jaket nggak, ya?” Echa bertanya pada dirinya sendiri. “Pakek aja, ah, ribet.” Kemudian mengambil jaket jeans berwarna hijau army yang tergantung di dekat lemari.
Untungnya jadwal pelajaran hari ini sudah dia siapkan sesudah dia sholat subuh tadi. Ya, Echa terlambat bangun karena sesudah sholat dia langsung tertidur kembali.
Echa berdiri di depan cermin guna melihat penampilannya. “Sisir mana sisir?” Kepalanya menoleh sana-sini, saat sudah ketemu, dia mengambil sisir dan mulai menyisiri rambutnya yang tampak masih sedikit basah.
Tak lupa pula dia memakai bedak dan liptint untuk menutupi bibirnya yang terlihat pucat. Sebelumnya dia juga sempatkan memakai sunscreean saja, tidak dengan skincare yang lain karena itu membutuhkan waktu yang lumayan lama.
“Perfecto mamamia lezatto,” ujar Echa memuji dirinya sendiri.
Setelah siap, dia langsung menyambar tas dan kunci motor yang ada di atas meja belajar, lalu berlari tergesa-gesa keluar kamar. Tapi sebelumnya, dia juga mengambil sepatu converse hitam dan akan memakainya di bawah nanti.
Setelah keluar kamar, Echa melihat jam besar yang tertempel di dinding rumahnya sekilas yang sekarang sudah menunjukkan pukul tujuh tepat.
“MAMA.” Tak mendapat jawaban, Echa kembali mengeluarkan gerutuannya. “KENAPA NGGAK BANGUNIN ECHA? ECHA UDAH TELAT, MANA HARI INI UPACARA. LELAH, AKU LELAH.” Gadis itu menuruni satu persatu anak tangga dengan mata menatap sang mama yang sedang duduk santai di sofa ruang keluarga tengah menonton televisi.
“Empat curut ke mana, lagi? Tumbenan banget pagi-pagi nggak bertamu,” tambah Echa mengomel dengan tangan yang fokus mengikat tali sepatunya setelah dia duduk di sofa tak jauh dari mamanya duduk.
“Untung aja, ye, tuh sepatu bersih.” Alena bermonolog pelan saat melihat Echa yang memakai sepatu, dan untungnya sepatu itu bersih karena sudah dicuci.
“Ma, kenapa nggak bangunin Echa? Emang Mama pikir ini hari minggu? Ya ampun, Mama. Dah pasti bakalan dihukum ini, mah.”
Alena mendengkus kesal mendengarnya. “Elu udah dibangunin, tapi kagak bangun-bangun. Mereka berempat tadi juga udah ke sini, tapi elunya kagak mau bangun. Ya udah, gue suruh aja mereka pergi duluan. Lu mau nyalahin gue? Dih, gue gibeng lu, mau? Gini-gini gue dulu pernah ngikut karate,” omel Alena tak terima disalahkan begitu saja.
Sekarang gantian malah jadi Echa yang mendengkus kesal. “Mau nyalahin orang, tapi ini emang salah gue,” batin Echa menggerutu.
“Lagian lu tidur udah kayak orang dead aje. Lu tau dead kagak? Dead is meninggoy,” tambah Alena asal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequoia ✔
Fiksi Remajaೃ⁀➷ ••• Menceritakan kehidupan seorang gadis yang bernama Alvia Decha Arzukna. Gadis yang biasanya dipanggil Echa oleh orang terdekatnya. Dia gadis cantik kelebihan imut, manja, terkadang polos sedikit bego, berpipi tembam menggemaskan, tapi juga b...