Ada yang kaget tiba-tiba aku update bonus ke-3?
Surprise 🎉
Ini memang tidak direncanakan. Tapi karena ada yang comment mau versi Soonyoung dan Hwang Li juga, jadi ku buatkan sesegera mungkin.
Ayo sekarang langsung dibaca 😉
Happy reading ^^☆☆☆
Berada di dalam kendaraan beroda empat dalam waktu yang lama, membuat kedua insan yang sedang mencoba keluar dari zona nyaman, justru membuat mereka bosan. Tidak henti-hentinya salah satu dari mereka bertukar menguap melihat aspal yang menjadi teman perjalanan mereka.
Jika mereka rasa menguap itu dapat menular, mungkin mereka akan berpikir salah satu dari mereka yang pertama kali menguap lah yang memulai semuanya.
Hwang Li menatap Soonyoung dengan wajah menahan kantuk. Pria yang ditatapnya pun tidak kalah mengantuk. Sekali lagi Hwang Li melihat Soonyoung menguap, lalu dia pun membuka suara setelah tertular menguap juga. "Kau menyetir sambil menguap begitu, awas kalau kita jadinya jalan-jalan di rumah sakit."
"Aku hanya bosan, bukan mengantuk. Kau tuh yang mengantuk, daritadi kerjaannya menguap. Untung tidak ada lalat." Serang Soonyoung. Mau membuat suasana di antara mereka tidak terlalu sunyi. Mereka bukanlah Jihoon dan Jira yang menyukai ketenangan. Mereka kebalikan dari Jihoon dan Jira.
"Aku juga bosan tau sejak tadi hanya melihat mobil dan jalanan. Kau sih pakai salah baca GPS, kita jadi salah jalan." Hwang Li kembali menyalahkan Soonyoung. Bukan marah, hanya biar suasana tidak sepi saja. Dia tidak terbiasa dengan Soonyoung yang diam.
"Kau sendiri tau kalau aku gaptek, masih disuruh baca GPS sendiri. Jadi ini salahmu juga malas menjadi pengarahku." Balas Soonyoung yang tidak mau kalah dari kekasihnya. Meskipun begitu, dia juga merasa bersalah karena niat awalnya ingin mengajak jalan di tempat yang pemandangannya indah, tapi jadinya terjebak macet.
Soonyoung mengajak pergi ke tempat yang agak jauh juga agar tidak ada orang dan wartawan yang melihat mereka. Dia tidak akan siap jika hal yang terjadi dengan Jihoon dan Jira, terjadi juga pada mereka. Jihoon dan Jira adalah patokan Soonyoung. Sebenarnya jika bisa, Soonyoung juga tidak akan menampakkan diri di depan orang-orang dengan Hwang Li. Apalagi berjalan-jalan. Tapi hal itu akan membuat Hwang Li tersiksa.
Dengan berhubungan jarak jauh dan backstreet saja sudah menyakitkan untuk perempuan. Soonyoung tidak mau sampai Hwang Li disiksa peraturan. Setidaknya, sehari dalam sebulan, dia ingin membawa Hwang Li jalan. Jika bisa dan diperbolehkan agensi. Lagipula, Hwang Li sudah tidak bekerja dibidang entertaiment dan sejenisnya. Jadi akan lebih aman dari para wartawan.
"Tapi kenapa kau tiba-tiba mau mengajakku di tempat jauh? Biasanya juga selalu nolak kalau diajak ketemuan saja." Soonyoung melirik sebentar ke arah Hwang Li. Jika sedang mengeluh, kekasihnya ini suka memajukan bibir dan mengoceh tanpa henti. Soonyoung selalu suka melihatnya begitu.
Soonyoung tercengir tanpa memberikan jawaban pada Hwang Li. "Ya! Kenapa kau jadi tertawa dan bukannya menjawabku?!" Hwang Li menyenggol lengan Soonyoung. Membuat pria itu tertawa senang melihat ekspresinya.
"Bagaimana jika kau marah-marah saja selama perjalanan, ini tidak akan membosankan lagi." Canda Soonyoung.
"Teganya kau memintaku terus mengomel. Nanti suaraku habis, tenggorokanku sakit, dan bibirku pegal bagaimana? Memangnya telingamu tidak sakit mendengarku mengoceh tanpa henti?" Soonyoung justru sedang tersenyum terus.
Menyadari dirinya yang lagi bicara tanpa henti, Hwang Li merapatkan bibirnya dan memanyunkan bibir sambil menatap sinis Soonyoung. Namun pria yang ditatap hanya fokus menyetir sambil tersenyum. Sesekali melirik untuk menggoda Hwang Li.
Akhirnya mereka terbebas dari macet setelah dua jam hanya bergerak beberapa putaran roda. Meski Soonyoung ingin mengabaikan Hwang Li dengan fokus menyetir, nyatanya Soonyoung menggerakkan tangan untuk mengacak rambut gadis itu. "Mian." Singkatnya.
"Hanya itu? Kau mau menjadi seperti Woozi yang kalau bicara sepotong-potong? Itu tidak cocok denganmu." Serang Hwang Li. Mengambil tangan Soonyoung dan bergerak mencubit pipi Soonyoung. Menariknya seperti mochi yang empuk.
"Lalu aku cocoknya bagaimana? Bukankah kau suka dengan Woozi?" Lagi-lagi Soonyoung mengingatkan Hwang Li pada perasaannya itu. Mood Hwang Li berubah buruk.
Gadis itu melipat tangan dan menyandarkan punggungnya di kursi penumpang. "Kenapa selalu saja bahas itu? Woozi sudah punya Jira. Sudah sah. Kenapa kau masih saja menganggap aku suka dengan Woozi? Aku tidak mungkin merebut suami orang lain."
"Li-ya, mianhae. Bukan itu maksudku." Soonyoung ingin menyentuh salah satu tangan Hwang Li, tapi gadis itu menolak dan menepisnya.
Sulit bagi Soonyoung membagi fokus antara menyetir dengan isi hatinya yang ingin membujuk kekasihnya. Alhasil, Soonyoung mencari sebuah pemberhentian sesaat. Dia tidak akan fokus jika mengetahui Hwang Li marah padanya.
Ketika Soonyoung menemukan tempat berhenti, Hwang Li membuang mukanya. Soonyoung menarik rem tangan di mobil tersebut dan berusaha menyentuh tangan gadisnya.
"Li-ya, mianhaeyo. Aku hanya bercanda. Aku tidak bermaksud mengarah ke sana. Li-ya, mianhae." Soonyoung mulai kewalahan menangani Hwang Li yang merajuk karenanya. Gadis itu sama sekali tidak mau menatap bahkan menerima sentuhan tangannya.
Terpaksa Soonyoung menarik tangan gadis itu kuat-kuat agar bisa dia cium. Meski Hwang Li tidak mau menatapnya, Soonyoung tetap mengecup tangan gadis itu sambil berkata, "Aku hanya ingin tau bagaimana perasaanmu sekarang padaku. Kau selalu menjadikan Woozi bias utamamu. Terkadang aku bingung kau ini menganggapku apa. Aku ingin kau menyukaiku juga. Aku mau diutamakan."
"Jinjja?" Ucap Hwang Li. Tidak menunjukkan ketertarikan. Soonyoung hanya mengangguk lemah. Tiba-tiba saja Hwang Li pun tersenyum. "Sebenarnya aku juga tidak ngambek."
"Mwoya?!" Teriak Soonyoung.
"Aku hanya mengerjaimu. Aku tidak mungkin ngambek hanya karena kau berkata begitu. Memangnya aku perempuan yang suka bawa perasaan? Aku kan juga ingin tau bagaimana perasaanmu padaku. Kita selalu bertengkar. Kau senang bercanda. Kita tidak punya kesempatan untuk saling menunjukkan perasaan masing-masing." Kali ini giliran Soonyoung yang berdiam. Tapi Hwang Li tidak menanggapinya serius.
"Ayolah. Aku tau kau tidak ngambek." Dicubitnya lembut pipi Soonyoung. Lalu dihadiahi sebuah kecupan ringan di bibirnya. "Tidak ngambek lagi kan?"
Soonyoung mengangguk dengan senyuman menggemaskan. "Tapi jangan seperti itu lagi. Aku bisa jantungan karena mikir kau marah."
"Kau juga jangan bahas perasaanku itu." Mereka mulai bertukar sumpah dengan jari kelingkingnya. Tersenyum sesaat, baru Soonyoung melanjukan mobilnya kembali.
Tapi beberapa menit mereka berjalam kembali, Soonyoung berhenti lagi. Mereka berdua menunjukkan wajah kesal. "Yak! Macet lagi. Kau kelamaan berhenti." Serang Hwang Li.
"Na? Kau yang pura-pura ngambek. Kita jadi kebagian macet lagi." Balas Soonyoung.
Pada akhirnya Perjalanan mereka dihabiskan dengan jalan macet dan perdebatan yang tiada akhir tanpa menggunakan emosi. Tapi sebenarnya mereka menyukai setiap kebersamaan yang tercipta. Mengingat seberapa sulitnya mereka hanya untuk bicara tatap muka seperti ini. Mereka siap terjebak macet lebih lama.
☆☆☆
Agak tidak jelas ya? 😂
Maaf banget ya. Habisnya ini dadakan banget buatnya. Idenya juga muncul tanpa persiapan. Jadi beginilah hasil ngetik semalam 😅Semoga kalian masih suka dan sesuai dengan keinginan yang komen ^^
Aku perpisahan sekali lagi ya. Kali ini benar-benar perpisahan kok. Nanti kalau ada bonus terus, kita lanjut ke book 3 lagi 😂
Selain itu, aku ada info cerita baru nih. Mau tau? Ayo lanjut ke bagian selanjutnya..
Swipe >>
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody
FanfictionBook 2 Lanjutan dari Partiture Dulu hobi ku bukan bermusik, tapi sekarang aku berkutat dengan alat musik. Tidak pernah terlintas dipikiranku ingin menjadi penyanyi, tapi aku telah menjadi bagian dari dunia para musisi. Tidak ku sangka, hidupku berub...