48. Kamar

167 23 7
                                    

Bangun, duduk, bangun lagi, duduk lagi. Berbaring? Jira pun segera membangunkan diri. Mengipas-ngipasi wajahnya yang panas setiap kali hidungnya menghirup aroma tubuh Jihoon pada ranjang yang didudukinya itu.

Apa aku harus tidur di sini? Kami akan satu ranjang? Aa!! Aku tidak siap. Resah Jira. Kembali mengipasi kepalanya yang kian mendidih.

Ini sudah waktunya tidur. Jika ada eomma, dirinya pasti sudah disuruh tidur. Tapi dia tidak bisa tidur dengan pikiran ini. Jihoon juga belum pulang. Jika dia tidur duluan, lalu tiba-tiba Jihoon datang dan tidur di sebelahnya bagaimana?

Semburan merah memenuhi wajah Jira. Darah dengan deras mengalir ke atas kepalanya. Akhirnya Jira memilih keluar kamar pria itu daripada pikiran aneh itu berkeliaran di kepalanya. Jira memasuki kamar mandi. Mencuci wajahnya yang tidak kotor. Menatap cermin dan melihat berapa merah kulitnya.

Apa dulu Jira pernah begini juga saat memikirkan Woozi? Muka panas. Dada berdebar-debar. Kantuk yang biasanya sudah menyerang ketika matahari terbenam, sama sekali tidak mempan dengan suasana saat ini. Bahkan hanya dengan melihat sikat gigi bertuliskan nama Woozi saja sudah membuatnya berdebar. Jira menantikan kepulangan pria itu. Kapan dia akan pulang? Katanya tidak lama.

Jira baru ingat jika saat ini Jihoon sedang ulang tahun. Apa mungkin mereka semua sedang merayakannya? Daripada memikirkan hal-hal yang aneh seperti tadi, seharusnya Jira memikirkan hadiah ulang tahun untuk kekasihnya itu. Tapi apa? Dia tidak ingat apapun tentangnya. Apa yang dia suka? Apa yang dia mau? Apa saja yang selama ini dia berikan untuk kekasihnya saat ulang tahun?

Jira terus berpikir sambil berjalan keluar kamar mandi. Ruangan yang tadinya sepi sudah penuh dengan kumpulan pria rupawan. Jira mengerjapkan matanya, lalu kembali masuk dan mengunci pintunya. Kenapa aku masuk lagi? Aku kan sudah bertemu mereka? Untuk apa takut? Batin Jira kebingungan. Akibat terlalu terkejut dengan perusahaan suasana itu, Jira jadi refleks mengunci pintu itu.

"Jira-ya, kau di dalam? Jangan takut. Mereka tidak akan seagresif tadi pagi." Mendengar itu, suara ramai pria itu segera memnuhi ruangan. Jira membuka pintu tersebut. Dia menemukan Jihoon yang tersenyum teduh ke arahnya.

Jira sedikit mengintip-intip terlebih dahulu. Menatap semua pria ruangan itu seluruhnya terarah padanya. Jira tidak takut, hanya gugup.

Sejujurnya, teman Jihoon terlihat menyenangkan. Mereka juga sopan. Tidak ada yang berniat jahat padanya. Tapi kembali lagi pada ingatan. Dia tidak ingat pada orang-orang itu sampai yang direalisasikan Jira hanyalah sebuah adegan seorang wanita yang melihat para pria asing.

Jira bersembunyi di balik tubuh Jihoon. Rasanya sangat canggung diperhatikan seperti ini. Dia memegangi lengan pria itu. Namun Jira jadi salah fokus. Lengannya sebesar ini? Terkejut Jira.

"Pipi hyung tumbuh tomat." Ledek salah seorang pria paling tinggi di sana. Jira jadi melihatnya dan ikut tertawa. Jihoon makin salah tingkah.

"Kenapa kau jadi ikutan meledekku?" Jihoon menarik pipi Jira. Tarikan yang tidak menyakiti pipi Jira sedikitpun. Bahkan Jira masih bisa tertawa. Para member mulai terbatuk lagi.

"Jangan lupa di sini masih banyak orang." Ingatkan Seungcheol.

"Makanannya sudah datang." Keramaian tercipta saat tiga orang yang baru masuk, datang membawa banyaknya makanan di tangan mereka. Aroma berbagai macam makanan membuat Jira teringat akan dirinya yang belum makan sejak tadi siang mencicipi kue ulang tahun Jihoon.

Hanya berani mengekori Jihoon, Jira ikut ke mana saja pria itu berjalan. Sesekali mendapat godaan dari teman-temannya, tapi Jira hanya tertawa malu. Jihoon juga tidak banyak bicara. Pria itu mungkin menutupi rasa canggungnya. Jihoon hanya bicara jika menawari Jira makanan yang hendak dia ambil.

MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang