5. Bebanmu

220 33 13
                                    

Tukk.. Tukk.. Tukk..

Tukk.. Tukk.. Tukk..

"Siapa yang ketuk?" Tanya Jihoon. Alisnya bertautan karena mendengar ketukan pintu yang tidak santai itu. "Kau tidak pernah berhubungan sama rentenir kan?"

"Aniyo. Aku dan appa tidak pernah pakai kartu kredit." Jira menjawabnya dengan takut-takut.

Ketukan seperti ini tidak pernah Jira dengar seumur hidupnya. Tidak berhenti-henti, banyak, dan cepat. Yang lebih parahnya, ketukan itu berasal dari pintu belakang.

"Aku saja yang buka."

Jihoon maju mendekati pintu. Sebelum membukanya, dia meminta Jira untuk bersembunyi di balik tembok. Jira mengikutinya. Dari jarak yang cukup jauh itu, Jira masih tetap memperhatikan Jihoon. Takut terjadi apa-apa dengan Jihoon. Ditangannya juga sudah memegang ponsel yang siap menelepon polisi.

Knop pintu diputar. Niat Jihoon ingin mengintip sedikit dahulu. Namun orang dibalik sana langsung mendorong pintu dan mencekik Jihoon.

Jira berteriak. Hampir saja dia menekan tombol hijau untuk memanggil polisi. Tapi tertahan karena dia mengenal orang yang mencekik Jihoon.

"Sial!"

"Harusnya aku yang bilang itu!!"

"Kau mencekikku!!!"

"Kau itu pantas untuk dicekik!!!!"

Mereka saling beradu mulut dan mencekik. Suara keduanya sama-sama meninggi. Wajah mereka juga sudah sangat merah tidak menghentikan mereka untuk saling mengeluarkan amarah. Jika dibiarkan terlalu lama, Jihoon dan Soonyoung bisa saling membunuh karena kehabisan nafas.

"BERHENTI!!!!"

Teriakan Jira berhasil mendominasi pertengkaran kedua pria itu. Mereka berhenti bertengkar, namun tatapan mereka tidak mengendur sedikit pun. Bahkan belum mau melepaskan cekikan di leher masing-masing.

"Lepas cekikan kalian." Perintah Jira.

Mereka masih melemparkan tatapan tajam. Dengan bersamaan, mereka menjauhkan tangan dari leher masing-masing. Memundurkan diri dan keduanya mengusap leher mereka sendiri. Mengambil udara secara memburu seakan-akan tidak mau membagi oksigen yang banyak ini.

"Dasar gila. Kalau mau membunuhku? Harusnya kau bunuh saat lawannya tidak bisa membalas." Kata Jihoon. Kenapa memberikan saran? Batin Jira.

"Sejak kapan aku bisa membunuh sahabatku sendiri. Aku hanya mau meluapkan emosiku. Karena kau! Aku, Scoups hyung dan member lain jadi terkena marah." Soonyoung meneguk liurnya. Masih berusaha bersuara padahal suaranya sudah tercekat. "Dan kau tidak membalas satu pun pesan kami. Tidak mengangkat telepon manajer. Jika kau kabur begini lagi, kau akan di masuk berita penculikan anak."

"Sial!!" Lagi-lagi Jihoon mengumpat dan menendang Soonyoung dengan tenaga tersisa.

Jira menghela nafas pasrah. Di saat lemah begini, mereka masih saja bisa bertengkar. Batin Jira. Menepuk keningnya sendiri.

"Kalian duduklah. Akan ku ambilkan minum." Kata Jira.

"Aku tidak mau duduk disampingnya." Balas Jihoon.

"Siapa juga yang mau duduk disampingmu?! Nanti aku dicekik lagi."

Jira memutar bola matanya. Lebih baik menuju dapur untuk mengambil segelas air. Terserah mereka mau duduk di mana, yang penting tidak ada lagi acara cekik-cekikan.

Dengan dua gelas air putih di tangan Jira, dapat Jira lihat dua orang yang tadi berdebat sudah duduk di sofa ruang tamunya. Mereka tidak duduk berjauhan, tapi masih pada satu sofa yang sama. Jihoon di sisi kanan dan Soonyoung di sisi kiri.

MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang