Tanpa dosa sedikit pun, Jihoon menarik pipi Jira yang ada di sampingnya. Tidak memikirkan jika dirinya masih jengkel dengan kejahilan pria itu hari ini.
Bayangkan saja! Dari baru bangun tidur, mau makan, selesai makan, bahkan saat berdiam seperti ini saja, Jihoon masih tidak bisa diam melayangkan kejahilan dan godaan. Ke mana Jihoonku yang cuek, pendiam dan pemalu?
Apakah waktu dan jarak sudah mengubah setengah jati dirinya?
Jira berusaha mendiamkan Jihoon sedari tadi. Setiap pria itu mencoba menarik perhatian, Jira hanya merespon seadaanya. Dengan deheman atau hanya sekedar angguk dan geleng.
Sebenarnya Jira senang jika Jihoon begitu santai dan terbuka dengannya begini. Tapi kan tetap saja dia harus mengontrol kerja jantungnya. Lagipula dia tidak ada pekerjaan hari ini? Kenapa masih bisa menemaninya sampai siang ini?
Sekali lagi, Jihoon menarik pipi Jira hingga mata mereka setidaknya bisa saling melihat. Tapi lagi-lagi Jira membuang mukanya ke arah lain. Pipinya sudah sangat merah dan terasa bengkak karena perbuatan Jihoom.
"Kau mau ku buat pipimu mirip Hoshi?" Tanya Jihoon polos. Jira melayangkan tatapan tajam. Jihoon pun tertawa melihatnya. Kedua matanya menghilang tanda dia begitu senang bisa menggoda Jira. Lagi!
Kegeraman Jira sudah tidak tertahan lagi. Dia pun melayangkan semua gemas pada kedua pipi yang tidak bersalah itu. Pemilik pipi inilah yang bersalah.
Jira mencubit, menarik, bahkan menggerak-gerakan pipi Jihoon layaknya memainkan squishy. Meski pipi Jihoon masih lebih padat daripada pipi Soonyoung.
Pria itu meringis kecil. Menghindar beberapa kali dan terus coba melepaskan tangan Jira. Namun setiap kali Jihoon coba menjauh, Jira mendekat untuk meraih pipi-pipinya. Memainkannya sampai akhirnya pipi itu sama merah dengan miliknya.
"Puas?" Tanya Jihoon. Menggenggam kedua tangannya saat dia baru saja ingin membebaskan pipi putih yang sudah berganti merah itu.
Jira tersenyum puas.
"Sudah tidak marah lagi?"
"Aniyo." Kata Jira dengan nada bicara yang sedikit dialunkan.
"Kalau begitu sekarang aku mau bawa kau ke tempat terlarang."
Senyum yang menghiasi wajah Jira, luntur seketika. Matanya melebar. Pikirannya mengarah ke mana-mana. Memang di rumahnya ada tempat terlarang?
"Kantor appa-mu." Lanjut Jihoon. Memberi jawaban atas ketidaktahuanya itu. Kali ini Jihoon yang tertawa puas karena berhasil mengerjainya lagi. Sebal!
"Maaf ya aku membuatmu kesal setengah hari ini. Aku hanya mau mengganti rasa sedihmu dengan rasa sebal." Jihoon mengusap puncak kepalanya. Kekesalan Jira yang sudah mencapai ubun-ubun, reda begitu saja mendengar alasan itu.
"Sebal terus ke aku ya sampai kita masuk ke ruangan kerja appa-mu."
"Kalau sudah tau begini, sudah tidak bisa kesal lagi." Melas Jira.
Jihoon justru tertawa. "Habis aku tidak bisa didiamkan terus olehmu. Nanti aku juga tidak bisa mengajakmu ke mana-mana termasuk kantor tuan Yoon."
"Bilang aja appa. Aku juga sudah tau kalau kau memanggilnya appa."
Jihoon tercengir malu. "Baiklah."
"Memang kenapa aku harus ke sana? Aku takut belum siap." Tunduk Jira.
Tapi Jihoon menaikkan dagunya kembali. "Efek rasa sebalnya kurang banyak ya?" Cengirnya. Terlihat menyebalkan.
Jira menggertakan gigi diam-diam. Mengetahui itu, Jihoon berinisiatif mengaitkan kedua tangan mereka dan mengarahkannya pada ruang terlarang itu. Terlarang untuk rasa kehilangan Jira.

KAMU SEDANG MEMBACA
Melody
Hayran KurguBook 2 Lanjutan dari Partiture Dulu hobi ku bukan bermusik, tapi sekarang aku berkutat dengan alat musik. Tidak pernah terlintas dipikiranku ingin menjadi penyanyi, tapi aku telah menjadi bagian dari dunia para musisi. Tidak ku sangka, hidupku berub...