7. Berharga

209 31 8
                                    

Dihadapan Jira saat ini, sudah ada dua pria yang mengibarkan bendera peperangan. Tidak ada yang mau mengalah dari mereka. Tatapannya sama-sama tajam. Menunjukkan jika keduanya sedang perang dingin hanya untuk memperebutkan Jira.

"Kau bukan siapa-siapanya Jira, jadi Jira tidak boleh tinggal berdua denganmu!" Suara Taeji meninggi dengan sedikit menunjuk-nunjuk wajah Jihoon tidak sopan.

Namun Jihoon tetap santai menanggapinya. Jihoon masih bisa tersenyum dihadapan Taeji yang sudah terbawa emosi. Dia cukup menghormati orang lain yang ada disekitarnya saat ini, selain Taeji.

"Kan sudah ku katakan, aku ini tangan kanan tuan Yoon, appa Jira. Lagipula, sudah 2 hari aku tinggal berdua dengan Jira. Dan Jira masih sehat, tidak luka dan baik-baik saja. Buktinya dia sudah tidak merasa sedih sepeninggalan tuan Yoon."

Pipi Jira sontak merona. Dia memalingkan wajahnya malu karena membenarkan kenyataan itu. Padahal baru 2 hari tinggal bersama Jihoon, tapi pria itu sudah menghilangkan rasa sedihnya dalam sekejap.

Pria itu memang selalu tau apa yang harus dilakukan agar bisa mengubah mood-nya.

"Kau bisa lihat bukan reaksi malu-malunya itu." Kata Jihoon. Walau matanya terus menatap lurus ke arah Taeji. Diam-diam ternyata Jihoon tetap memperhatikan Jira. Sejak tadi.

"Aku tidak akan pernah percaya padamu. Semua pria tidak ada yang bisa dipercaya." Kata Taeji.

"Termasuk kau ya?" Serang Jihoon. Setenang dan seelegan mungkin dengan sunjingan senyumnya.

Taeji menggeram. Dia menarik kerah Jihoon dan mengatakan, "Kalau mau diselesaikan berdua, kita bisa selesaikan ini depan." Katanya setengah berbisik.

Jihoon melepaskan cengkraman Taeji dan mendorong tubuh besarnya. Membenarkan letak bajunya dan kembali duduk. "Maaf tuan dan nyonya Kang. Melihat tempramen anak anda yang seperti ini, saya semakin tidak bisa menyetujui Jira tinggal di sini." Ungkap Jihoon. Membuat Taeji membeku karena masuk jebakannya.

Jihoon sengaja diam dan membiarkan Taeji marah-marah diharapannya demi menunjukkan sifat asli Taeji di depan orang tuanya. Dan setelah itu, Jihoon akan lebih mudah mendapat izin membawa Jira.

"Kalian lihat bukan bagaimana dia bersikap pada saya? Saya tidak mau sampai terjadi apa-apa pada Jira." Taeji hanya diam saja sekarang. Jihoon sudah memegang kendali situasi saat ini.

Tuan Kang masih memperhatikan Jihoon dengan teliti. Jihoon sebenarnya risih, tapi dia berpura-pura terbiasa. Di samping Jira pun ada nyonya Kang dan kedua anak perempuan mereka sedang bicara dengan Jira. Berbisik-bisik hingga Jihoon tidak tau apa yang mereka bicarakan.

"Anda?"

"Woozi." Jihoon mengulurkan tangannya pada tuan Kang. "Saya dikenal dengan Woozi." Tuan Kang hanya mengangguk.

"Jadi kau idol?"

"Ne."

"Dari agensi yang sama dengan Jira?"

"Ani. Saya dari Pledis Entertaiment."

Kening tuan Kang berkerut. "Lalu bagaimana kalian bisa kenal?"

"Saya satu sekolah dengan Jira. Waktu itu juga saya jadi guru musik Jira. Kami dekat, tuan Yoon juga sudah setuju dengan hubungan kami dan sampai sekarang hubungan kami masih berjalan baik." Kata Jihoon. Menceritakan secara singkat. Sangat singkat.

"Tapi dalam sebuah hubungan, pasti akan ada saatnya bertengkar. Tidak mungkin baik terus." Ucap taun Kang. Yang membuat anak bungsunya, Taeji tersenyum penuh kebanggaan.

Jihoon menghembuskan nafas sabar menanggapi sikap Taeji. Bagi Jihoon, Taeji masih anak kecil. Jadi pasti akan bersikap seperti ini. Kekanak-kanakan.

MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang