1 tahun kemudian.
Teriakan orang-orang yang saling bersautan menawarkan barang dagangannya, memenuhi pendengaran siapa pun yang melewati area pasar. Ini sudah rutinitas sehari-hari. Memang bising, namun lebih baik daripada suara kendaraan dengan udara pengap penuh polusi.
Meskipun ini bukan kios membaca atau perpustakaan berjalan, tempat ini selalu jadi tempat utamanya melihat dunia luar di daerah kecil Busan yang tidak terjangkau gedung. Selain itu, dia juga sudah mengenal pemilik kios majalah itu. Dia selalu datang dan meminta izin dengan sopan untuk membaca satu buku. Dia tidak punya uang, tapi alasannya, dia akan coba menjual beberapa buah majalah yang diperdagangkan.
Karena tidak sanggup membeli, jadi dia memilih membayarnya dengan jasa. Setidaknya sama-sama menguntugkan.
Penjualan Album Heng:garae SEVENTEEN Sukses Besar
"Aku merasa familiar dengan mereka?" Gumamnya. Dia membaca informasi lebih banyak dari majalah tersebut mengenai grup idol beranggotakan banyak pria itu.
Setiap dia memandang wajah mereka satu-persatu, ada sesuatu yang terasa. Namun dia tidak dapat mengingatnya.
"Ahjushi, kau kenal mereka?" Tanyanya.
Ahjussi itu menyingkirkan kacamata bacanya. Melihat ke arah majalah yang ditunjukannya. Pemilik kios itu menyipitkan matanya. "Itu ada namanya. Seventeen."
"Apa ahjussi sering melihat mereka? Atau mungkin kenal?"
"Kalau mereka ada di majalah, itu artinya mereka terkenal kan? Wae?" Jawab ahjussi itu acuh tak acuh. Ahjushi itu memang tidak terlalu tertarik dengan dunia entertaiment. Katanya terlalu banyak skandal atau tipuan, seperti politik.
"Aku seperti mengenal mereka. Apa aku pernah bertemu dengan mereka ya? Apa mungkin aku pernah suka dengan mereka?" Ucapnya sambil memutar-mutarkan majalah itu. Entah kenapa, matanya juga terus mengarah langsung pada seorang pria berwajah bulat dengan rambut hitam berkulit putih itu. Tapi di mana dia melihatnya.
"Mungkin memang kau pernah bertemu mereka. Saat aku melihatmu, aku juga merasa pernah bertemu denganmu."
"Ya, k ita memang sering bertemu. Aku selalu izin membaca majalah dan koranmu di sini. Sebagai gantinya, aku akan menjualkan majalahmu." Balasnya pada ahjussi yang memang sering pikun itu.
Pemilik kios itu pun tertawa. "Aigoo. Iya juga ya. Namanya juga orang tua, wajar kalau lupa. Siapa namamu?"
Dihela napasnya sebentar untuk menguatkan kesabaran. "Jira. Lee Jira."
"Jira-ya!!" Teriakan seorang perempuan memutuskan pembicaraan mereka.
"Ne, eomma. Ahjussi, aku pulang dulu ya. Aku ambil beberapa majalah. Besok uangnya akan ku bawa. Annyeong." Pamit Jira. Segera menghampiri wanita hampir berumur yang memanggilnya.
Menyengir tanpa rasa bersalah. Lalu membantunya mengangkat beberapa belanjaan. "Mianhae, eomma."
"Kenapa kamu tidak membelinya saja kalau mau membaca?" Tidak mendapat omelan, Jira justru mendapat tawaran.
"Membuang-buang uang. Lagipula aku membacanya hanya sekali. Jadi sekalian saja aku bantu ahjussi itu jualan. Eomma susah-susah cari uang, tidak mungkin aku menghamburkannya." Katanya panjang lebar. Mereka berjalan kaki keluar dari kawasan pasar.
"Kau ini terlalu berhemat."
"Aku kan tidak bekerja, masa menghamburkan uang eomma. Lagipula, kenapa aku tidak boleh bekeja? Aku kan sudah cukup umur untuk bekerja."
![](https://img.wattpad.com/cover/212086715-288-k582918.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody
FanfictionBook 2 Lanjutan dari Partiture Dulu hobi ku bukan bermusik, tapi sekarang aku berkutat dengan alat musik. Tidak pernah terlintas dipikiranku ingin menjadi penyanyi, tapi aku telah menjadi bagian dari dunia para musisi. Tidak ku sangka, hidupku berub...