"Peri mimpimu datang lagi ya?"
Jira melihat ke arah ponselnya. Dan ya.. Jihoon datang lagi. Entah kali ini jam berapa malam. Namun jejaknya tidak pernah terlewatkan semalam pun.
Setiap hari Jira selalu menemukan sebuah sticky note menempel di ponselnya. Dengan tulisan tangan kecil khas milik pria itu. Beberapa hari ini juga Jira mendapatkan sebuah hadiah kecil, seperti coklat, permen atau benda-benda manis lainnya. Menggemaskan.
Itu lah kenapa Hwang Li sampai menamai Jihoon sebagai peri mimpi. Sudah datang setiap malam, selalu diberi hadiah lagi. Jira jadi menunggu setiap pagi, tapi tentu saja Jira ingin melihat Jihoon secara langsung, bukan tulisannya.
"Jira-ya, jangan tidur lagi. Woozi saja sudah datang memberimu makanan, masa wanitanya justru mau tidur lagi." Berisik Hwang Li. Jira menutup telinganya dengan bantal. Tapi Hwang Li menarik bantal itu.
"Jangan bilang kau lagi mengkhayal bersama Woozi?"
Kok tau? Batin Jira.
"Ya! Berkhayal dengan Woozi itu kan pekerjaanku. Kau jangan mengambil bagianku yang itu juga. Hanya itu yang bisa ku lakukan. Kalau jadi yeochin-nya kan tidak mungkin." Cengir Hwang Li.
Jira masih tidak habis pikir dengan temannya ini. Mengidolakan boleh, tapi kenapa sampai seperti ini. Jira bahkan tidak mengerti bagaimana perasaan Hwang Li sebenarnya pada Jihoon. Apakah benar jatuh cinta atau hanya sekedar suka?
Jika Hwang Li sungguh mencintai Jihoon. Jira jadi tidak enak harus menunjukkan hubungannya di depan Hwang Li.
"Kenapa kau jadi melihatku seperti itu?" Risih Hwang Li.
Namun Jira tetap menatapnya hingga Hwang Li menutup wajah Jira dengan bantal. "Aku tidak suka ditatap seperti itu olehmu. Ihh apaan itu? Kau iba denganku ya. Tidak mau." Teriak Hwang Li.
Jira kembali melempar bantal itu pada Hwang Li. "Jangan teriak-teriak. Bagaimana kalau ada yang mendengar itu??"
Hwang Li memajukan bibirnya. Menatap Jira dengan wajah protes. "Habisnya kau melihatku seperti itu. Aku tidak suka. Memangnya apa yang harus dikasihi dariku? Aku sehat dan senang-senang saja." Hwang Li melihat kondisi tubuhnya sekarang. Baginya memang tidak ada yang salah. Tapi tidak dengan pandangan Jira.
Bagi Jira, ada salah satu tubuh Hwang Li yang sakit. Hati Hwang Li. Hatinya sudah tersakiti oleh Jira sejak Jihoon memilih Jira. Dan sekarang Hwang Li harus lebih tersakiti karena pura-pura baik melihat hubungan mereka.
Tidak akan ada orang yang baik-baik saja jika melihat orang yang dicintainya ternyata mencintai orang lain. Terlebih orang lain itu sahabatnya sendiri.
"Lagi-lagi murung. Kurang asupan Woozi ya? Kita video call dengannya saja bagaimana? Lewat Hoshi, biar Hoshi bisa kasih unjuk Woozi sedang apa." Saran Hwang Li. Dia mengambil ponselnya sendiri dan mencari kontak Soonyoung.
Tidak sulit untuk mencari kontak pria itu di ponsel Hwang Li. Karena nomor Soonyoung selalu menjadi nomor satu di ponselnya. Dia orang yang selalu Hwang Li hubungi. Walau ujung-ujungnya memang pembicaraan mereka tentang Jira dan Jihoon juga.
Sebelum Hwang Li sempat menelepon Soonyoung, Jira sudah mengatakan penolakan. "Jangan ditelpon. Soonyoung pasti sedang sibuk."
"Orang seperti dia mana mungkin sibuk. Kerjaannya juga melihat video. Sekarang juga pasti sedang menganggur karena tugas dia sudah selesai. Tidak seperti Woozi yang ada aja kerjaannya setiap hari." Jelas Hwang Li. Selalu lebih tau jadwal mereka semua. Sudah seperti dia manajer Seventeen sungguhan.
"Jangan telpon. Aku bukan memikirkan Jihoon, tapi aku memikirkanmu."
Hwang Li berhenti menjauhkan ponselnya agar tidak diambil Jira. Dia melihat Jira dan berkata, "Jangan bilang kau kasihan lagi denganku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody
FanfictionBook 2 Lanjutan dari Partiture Dulu hobi ku bukan bermusik, tapi sekarang aku berkutat dengan alat musik. Tidak pernah terlintas dipikiranku ingin menjadi penyanyi, tapi aku telah menjadi bagian dari dunia para musisi. Tidak ku sangka, hidupku berub...