Woozi POV
Aku memejamkan mata sambil memijat pelipisku. Menundukkan kepala selama frustasi mendengarkan orang di seberang telepon itu mengomeliku. Diam-diam aku mengeluarkan helaan napas pada tampo yang sama. Selalu begitu untuk mengatasi telinga yang memanas karena sudah diomeli hampir satu jam.
"Eomma, bukan aku tidak mau merayakannya. Tapi posisiku juga tidak mengatakan ini pada agensi. Jika aku mengatakannya, karir Seventeen akan menjadi ancaman. Jira juga akan dalam bahaya. Terus jika aku tidak jadi member Seventeen, bagaimana aku membiayai hidup kita?"
Mataku kembali terpejam. Aku menggaruk kepala frustasi. Sebenarnya percuma juga dijelaskan bagaimana pun, aku pasti akan mendapat omelan dari eomma. Ucapanku akan selalu dianggap salah hanya karena aku tidak mau membuat pesta pertunangan. Padahal keputusan ini juga ku ambil dengan berbagai pertimbangan.
Namun eomma beranggapan pertunangan ini hanya akan sekali seumur hidup. Harus dirayakan. Setidaknya aku pulang merayakannya dengan keluarga dan kerabat. Tapi jika begitu, akan mengundang perhatian orang-orang. Belum lagi sasaeng yang suka bertindak di luar dugaan.
Aku mengerti eomma hanya ingin melakukan yang terbaik untuk anak dan juga menantunya. Sayangnya, dengan profesi seperti ini, hal yang terdengar lazim dan normal untuk orang-orang, tidak terpengaruh untukku. Menjadi seorang idol mengharuskanku bertindak berbeda dengan orang lain. Termasuk pertunangannya agar tetap privasi.
Selama aku menahan sakit kepala dari suara eomma yang berubah cempreng, seseorang masuk ke kamar dengan perlahan. Tidak perlu melihat orangnya, aku sudah tau siapa yang akan masuk. Hanya satu orang yang akan masuk tanpa berisik lebih dulu.
Ku tunjukkan wajah lelah ini ke arahnya. Memohon bantuan secara tidak langsung pada Jira. Gadis itu membelalak melihat wajah memelasku. "Kau kenapa?"
Senyumku mampu terukir hanya dengan melihat wajah Jira yang khawatir. Dengan senyum sangat tipis dan cenderung menyedihkan, aku menggerakan bibir tanpa menyuarakannya. Memberi penjelasan singkat agar Jira bisa memahaminya.
"Sekarang eomma masih mengomel?" Tanyanya dengan suara yang sama kecilnya. Aku pun hanya mengangguk. Tanpa aba-aba, langsung menyerahkan ponselnya pada Jira. Sejak tadi memang itu tujuannya memelas pada Jira.
Gadis itu terkejut sekaligus melayangkan protes melalui matanya. Aku pura-pura tidak sadar sambil menggerakan tangan menempelkan ponsel tersebut di telinga Jira. Tapi tidak lama setelah itu, Jira menjauhkannya. Aku menahan tawa. Suara eomma tidak ada tandinganya.
"Eomma," Panggil Jira pelan-pelan. Suara omelan eomma sudah mengecil. Kalau aku yang panggil, pasti tidak digublis. "Tadi kalian membahas pertunangan ya?"
Jira menjauhkan ponsel itu dan menekan tombol loadspeaker. Daripada terkena omel, aku memilih diam saja. Aku sudah jelaskan, tinggal Jira yang melanjutkan. Aku yakin, jika Jira yang bicara, eomma tidak bisa menolak.
"Kau mendengar semuanya ya? Eomma jadi malu didengar olehmu." Aku mengangkat sebelah alis. Terlihat begitu jelas perbedaan cara eomma memperlakukanku dan Jira. Entah karena faktor anak asli atau aku seorang laki-laki. Aku hanya masih terkejut mendengarnya. Bukan iri.
"Eomma, aku dan Jihoon ingin pertunangan ini hanya makan kecil-kecilan karena faktor pekerjaan Jihoon. Bukan karena dia tidak mau merayakan atau menebar kebahagiaannya. Tapi untuk melindungiku dari resiko yang sebelumnya pernah menimpaku. Sejujurnya, jika hal kemarin terjadi lagi padaku, aku juga belum siap." Ungkap Jira.
"Begitukah? Baiklah kalau kalian maunya begitu." Aku kembali memainkan alis. Kali ini menautkan kedua sisi pada tulang alisku yang menekuk tajam.
Tidak tubuh hitungan menit, sudah disetujui. Bibirku terbuka tidak mempercayainya. Jira sendiri membekap mulutnya sendiri untuk menahan tawa. Baru membalas ucapan eomma. "Nanti kami akan pulang ke Busan saat Jihoon sedikit senggang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody
FanfictionBook 2 Lanjutan dari Partiture Dulu hobi ku bukan bermusik, tapi sekarang aku berkutat dengan alat musik. Tidak pernah terlintas dipikiranku ingin menjadi penyanyi, tapi aku telah menjadi bagian dari dunia para musisi. Tidak ku sangka, hidupku berub...