Perasaan apa ini? Jihoon tidak pernah merasakannya sama sekali. Stamina tidak menurun. Tidak bisa tidur. Tidak bisa berhenti berpikir juga. Rasa tidak sabaran dan berdebar terus muncul. Apa dia salah makan? Atau dia minum minuman energi tanpa disadari?
Selama menyetir sendirian, Jihoon tidak merasakan kantuk sedikit pun meski hanya tidur beberapa jam. Perjalanan panjang menuju Busan juga tidak terasa sama sekali. Jihoon terus memikirkan energinya yang besar ini. Dirinya sudah seperti Soonyoung yang suka kelebihan energi.
Sudah pukul 6 pagi. Sebentar lagi rumah orang tuanya akan terlihat. Mobil Soonyoung dan Hwang Li masih mengikuti dari belakang. Untunglah mereka tidak ada yang tertidur di jalan. Jihoon juga sengaja melambatkan laju mobilnya agar Soonyoung atau Hwang Li bisa mengikuti langkahnya. Walau sebenarnya Jihoon ingin cepat-cepat sampai saja.
Jihoon tiba-tiba menghentikan kendaraannya di jarak beberapa meter tidak jauh dari rumah orang tua Jihoon yang samar-samar sudah terlihat. Soonyoung langsung membuat panggilan ke teleponnya, tapi Jihoon mengabaikannya. Dia menajamkan pandangannya melihat seorang gadis yang duduk berdua bersama seorang pria. Jihoon mengenal gadis itu. Tentu saja itu kekasihnya. Tapi yang Jihoon tidak percaya adalah pria di sampingnya itu.
Sesegera mungkin Jihoon mengangkat telepon dari Soonyoung. Sebelum Soonyoung sempat menanyakan macam-macam, Jihoon mengatakan, "Kau ingat Kang Taeji? Dia ada di sini."
Tatapan Jihoon makin menajam saat Taeji mendekatkan diri pada Jira. Cengkramannya menguat. "Cepat hubungi polisi. Sebutkan namaku atas laporan pencemaran nama baik oleh Kang Taeji ke kepolisian. Sebaiknya kalian tetap di jarak aman. Biar aku yang menghampiri Jira terlebih dahulu. Aku akan buat kejutan padanya."
Jihoon memutuskan sambungan telepon itu. Melempar ponselnya ke arah kursi kosong di sampingnya. Menggerakkan tuas rem dan melajukan kendaraannya. Kehadiran mobil Jihoon menarik dua pasang mata di sana. Jira memberikan tatapan bingung karena dia memang tidak mengatakan kedatangannya pada siapa-siapa. Sedangkan pria di sebelahnya sudah memicingkan matanya. Walau Jihoon mengendarai mobil pribadi, Taeji ternyata masih mengenalinya. Menarik.
Dia turun dari mobil. Berjalan keluar dengan pandangan lurus ke depan. Tersenyum ke arah dua orang yang terkejut melihat dirinya. Jira terkejut dengan semu merah di pipinya dan Taeji terkejut dengan tangan tersembunyi di belakang.
Meski dirinya ingin menangkap basah Taeji, matanya tidak bisa dipalingkan dari wajah gadis itu. Ada magnet yang membuat arah kepalanya tidak dapat teralihkan.
"Annyeong haseyo, Jira-ya." Jihoon sengaja hanya menyapa Jira. Dia yakin, Jira tidak tau dirinya sudah mengenal Taeji yang entah menjadi siapa lagi dia kali ini.
Jira masih belum bicara. Namun tangannya terangkat untuk menutup bibirnya. Mata yang indah itu membulat sempurna karena keterkejutan. "Kau.." Gumamnya dengan bibir tertutup.
"Woozi. Lee Jihoon. Anak dari orang tua angkatmu dan kekasihmu sejak 10 tahun lalu." Jihoon menyentuh tangan Jira dan mengecupnya sebentar.
Wajah gadis itu terlihat lebih merah. Dia menarik tangannya kembali dan berkata, "Aku akan beritahu eomma."
Kaburnya Jira dari sana mengundang tawa bagi Jihoon. Termasuk kesempatan itu menertawakan pria yang masih diam menatapnya. "Dan aku juga sasaran pria yang masih mencoba mendekati calon istriku."
Taeji menyunjingkan senyumnya. "Calon istri? Dia saja tidak mengingat apa-apa. Mana mungkin dia masih menyukaimu."
"Jadi menurutmu, dia juga akan menyukaimu?" Jihoon menaikkan sebelah alisnya. "Walaupun Jira kehilangan ingatannya, tapi ada satu ingatan di hatinya yang tidak akan terhapus. Dan kau.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody
Fiksi PenggemarBook 2 Lanjutan dari Partiture Dulu hobi ku bukan bermusik, tapi sekarang aku berkutat dengan alat musik. Tidak pernah terlintas dipikiranku ingin menjadi penyanyi, tapi aku telah menjadi bagian dari dunia para musisi. Tidak ku sangka, hidupku berub...