20. Kartu AS

184 23 5
                                    

"Kerja bagus seperti biasanya malam ini, Jiyoon-ssi."

"Kamsahamnida." Jira membungkukan tubuhnya beberapa kali setiap berpapasan dengan para karyawan yang ditemuinya menuju ruang tunggunya. Menunjukkan senyum pada mereka yang juga sudah bekerja keras pada siaran radio hari ini.

Dia baru saja menyelesaikan siaran radionya hari ini. Jira memang ada kontrak untuk menjadi penyiar. Setiap beberapa minggu sekali, dia akan melakukan wawancara pada para artis yang diundang dan mendapatkan penghasilan harian secara tetap. Jira pun berharap kontraknya akan diperpanjang nanti agar dia punya penghasilan tetap dan tidak menyusahkan Jihoon.

Sesampainya pada ruangan bertulisan 'Jiyoon', tidak perlu mengetuk ataupun salam, Jira segera membuka pintunya. Menemukan Hwang Li dengan meja yang sudah penuh makanan dan minuman untuk makan siangnya. Jira langsung bergegas menuju meja dengan decak tidak percaya.

"Aku boleh makan sebanyak ini??" Ucap Jira. Ada empat kotak nasi, berarti setidaknya dia akan mendapatkan dua kotak kan siang ini. Biarlah dikatakan rakus, tapi dia sungguh kelaparan hari ini.

"Tapi kau kan sedang diet." Kata Hwang Li. Membuat Jira menghela napas. Diingatkan lagi soal diet. Ingin rasanya Jira merasakan namanya makan dengan normal tanpa perlu takut berat badan naik walau satu ons. Berkarir sebagai idol memang melelahkan. Harus selalu tampil perfect tapi ada cacat. Sulit. Bahkan untuk orang paling sempurna di dunia ini.

"Sekali saja. Aku janji, setelah itu aku akan jogging setiap pagi biar berat badanku turun. Lagipula kenapa kau membeli makanan sebanyak ini?" Jira duduk di kursinya dan hendak memakan salah satu yang ada dihadapannya. Memutuskan untuk makan sepuasnya hingga perutnya benar-benar tidak bisa diisi lagi.

Jira tidak masalah jika pipinya harus melar. Yang penting Jihoon tidak akan menjauh. Wajahnya tiba-tiba memanas karena pikiran itu. Jadi malu sendiri.

"Duanya lagi bukan aku yang pesan. Itu dari pangeranmu dan juga seorang pria lain. Aku tidak mengenalnya. Tapi tadi dia bilang namanya Taeji. Kang Taeji."

Jira tersedak. Padahal dia makan pelan-pelan, tapi masih saja ada yang mengganggu acara makannya. Hwang Li sigap memberikan minuman dan mengusap-usap punggung temannya itu. Menunggu sampai Jira sedikit lega, baru melaksanakan tugasnya sebagai manajer sesungguhnya. "Makan pelan-pelan. Jangan karena aku mengizinkanmu tidak diet hari ini bukan berarti kau rakus begitu. Tidak akan ada yang merebut makananmu. Bagaimana jika tenggorokanmu sakit nanti? Suaramu itu berharga." 

Tangan Jira bergerak kanan kiri dengan cepat selama dirinya minum. Memberi jawaban 'bukan' dari gerakan itu. "Aku tidak tersedak, hanya terkejut."

"Tapi sama saja ada yang menyangkut di tenggorokanmu bukan?" Jira diam saja ketika ditanya begitu. Mau menyangkal pun, itu hal yang benar.

Saat melihat Jira sudah tidak terbatuk-batuk lagi, Hwang Li memilih duduk di samping Jira. Mengantisipasi agar teman sekaligus artisnya tidak kenapa-kenapa lagi. Melihat kotak makan dan mencari makanan yang terlihat enak. "Memang apa yang membuatmu terkejut?" Tanya Hwang Li. Menekankan kata 'Terkejut' dengan mata menyelidiki kotak makanan.

"Kau tau saja makanan dari Woozi. Kalau begitu aku coba dari orang bernama Taeji saja." Kata Hwang Li lagi.

"Andwae!" Cegah Jira. Memunculkan tautan di kedua alisnya. "Lain kali kalau ada orang bernama Taeji, jangan terima lagi."

"Kenapa jika dariku tidak boleh?" Belum Hwang Li menanyakan hal yang sama, orang yang tidak diundang itu masuk begitu saja ke dalam ruang tunggu Jira. Padahal tidak boleh ada orang yang sembarangan masuk jika bukan staf atau manajernya. Jira mau membuat wajahnya tampak biasa, tapi dia tidak bisa jika harus dihadapkan dengannya. 

MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang