13. Izin

208 25 0
                                    

"Sudah siap?"

Jira mengangguk malu menemukan Jihoon berdiri di depan pintu kamarnya. Dia melihat Jira cukup lama dari atas sampai bawah. Membuatnya makin gugup dilihat seperti itu. Apakah dandanannya aneh? Apakah Jihoon terlalu menunggu?

"Wae?" Jira memberanikan diri menanyakannya.

Jihoon tertawa kecil. Mengusap lehernya yang tidak gatal. "Aniya. Hanya sedikit canggung."

Seketika suasana menjadi sunyi karena keduanya saling menunduk dan memalingkan wajah. Tidak berani menampakkan wajah satu sama lain karena kecanggungan yang membelenggu. Bertahun-tahun pacaran, tapi seperti baru pertama kali memulai hubungan. Dan ini memang pertama kali mereka kencan setelah kejelasan hubungan mereka.

Lagi-lagi terdengar suara tawa Jihoon. Tawa yang lebih canggung dari sebelumnya. "Kajja!"

Tanpa menunggu persetujuan Jira, Jihoon menggenggam tangan Jira dan menariknya keluar setelah berpamitan untuk membawa kabur Jira hari ini saja pada Hwang Li. Membawa kabur (?!) Karena rasa canggung ini, Jihoon jadi tidak menemukan kata yang lebih baik untuk meminta izin membawanya pergi. Rasanya begitu aneh. Ini kah yang dirasakan orang-orang normal saat perkencan?

Lalu bagaimana harus bersikap saat kencan pertama di musim gugur? Akahkan bisa senormal orang-orang pada umumnya? Tapi bagaimana jika ada yang mengenali kami? Jira tidak ingin memuat karir Jihoon terguncang karenanya.

Bersamaan dengan keresahannya, tangan Jira membalas balik genggaman tangan Jihoon sama eratnya. Pria itu tidak menunjukkan wajah padanya. Namun seulas senyum terlihat dari pipinya yang mengembang. Jira tidak mau harus berpisah hanya karena penggemar Jihoon tidak menyukai dirinya. Jira tidak akan bisa jika harus berpisah dengannya. Aku tidak akan sanggup.

Sesaat sebelum mereka keluar dari lift, Jihoon menggunakan tangannya untuk menahan pintu lift. Mempersilahkan Jira keluar terlebih dahulu. Membuat senyum Jira mengembang hanya dengan perlakuan manis sederhana tersebut.  Setelah setengah tubuh Jira keluar dari lift, tiba-tiba Jihoon membisikkan beberapa kata di telinganya

"Neo yeppeuda."

Jihoon segera keluar dari lift tersebut. Memakan tudung hoodie dari jaket yang dia pakai. Menggenggam balik tangan Jira dan menariknya dari kebekuan sementara.

Kepala Jira dibuat panas hanya karena dua kata yang disebukan pria itu. Sejak kapan dia bisa mengatakan hal-hal seperti ini jika tidak sedang bernyanyi? Jira dibuat pusing dengan debaran yang tidak normal ini.

Jira ingin meneriakan semua detak yang memenuhi jantungnya. Sesak sekali. Seakan ada kupu-kupu yang ingin menggebu-gebu keluar dalam dirinya. Apa Jihoon bisa merasakannya? Jika dia merasakannya juga, Jira ingin Jihoon tidak mengulanginya lagi. Dia bisa gila tersenyum-senyum sendiri dibalik punggungnya. Dipandang sebagai orang setengah waras yang terus tertawa menatap orang yang bahkan sedang menutup wajahnya. Senang hanya dengan beberapa kata langkah yang akan keluar dari seorang Lee Jihoon.

Di dalam mobil, Jihoon menggunakan radio untuk menemani mereka dalam perjalanan. Jira masih belum tau ke mana Jihoon akan membawanya. Pria itu tidak mengatakan apapun padanya. Jira juga tidak bisa menanyakannya.

Masih shock tepatnya.

Dibanding ingin mengetahui tempat tujuan mereka, Jira lebih ingin mendengar kembali mengakuan Jihoon tadi. Dia ingin melihat wajah Jihoon yang mengatakannya secara langsung. Curang jika hanya Jihoon yang melihat keterkejutannya. Tapi pria itu memang selalu mengatakan semuanya tiba-tiba, hingga Jira tidak pernah siap menerimanya.

Tapi.. Jika dia mengambil resiko, dia akan menyesal meminta Jihoon mengulangnya kembali. Jira tau resiko bermain-main dengan Jihoon. Jantungnya tidak akan selamat.

MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang