Bonus (2)

186 25 7
                                    

Jira POV

Sendiri? Sepi? Lupakan.

Aku sudah tidak tau lagi bagaimana rasanya semua itu. Saat ini, hal pertama yang akan tergambar di wajahku adalah senyuman. Apa itu senyum lebar atau tipis? Itu tergantung bagaimana pria yang ada di sampingku ini bereaksi.

Ku gerakkan tubuh ini perlahan ke arah samping. Memeluk bantal guling yang berbaring diam di antara kami. Bantal yang Jihoon sengaja kasih untuk membatasi kami. Walau kami sudah bertunangan, sekamar, dan resmi secara status, bukan berarti kami bisa berdekatan layaknya suami istri sah. Namun bukan juga karena Jihoon malu dan canggung.

Tapi karena alasan lain..

Bruk! Takk! Syurr!

"Aa!! Dinginnya!!" Teriak Seokmin. Bersamaan dengan suara tawa lainnya di luar sana. Aku melirik ke arah pintu yang tertutup itu sesaat. Lalu kembali memberi perhatian pada pria di hadapanku itu. Hanya beralih sebentar, kedua mata pria itu sudah terbuka walau belum menunjukkan nyawa yang terkumpul.

"Dokyeom habis diguyur lagi?" Tanyanya dengan suara yang sepenuhnya serak karena baru bangun. Jika aku tidak terbiasa mendengarnya, mungkin aku akan sesak napas setiap pagi.

"Begitulah." Senyumku. Bukan diguyur sungguhan. Hanya sedikit diciprat air pada area wajah. Tidak perlu heran. Bukan Seokmin namanya jika tidak berteriak.

"Jangan senyum pagi-pagi. Kau tidak akan tau bagaimana sulitnya aku membiasakan diri lihatmu setiap pagi di ranjang ini." Omelnya. Hal sehari-hari yang akan selalu ku dapat. Tapi bukannya marah, aku justru ingin tertawa. Sayangnya, aku tidak bisa mengeluarkannya.

Di saat dia maju, kini giliranku yang mundur. Kurang lebih, begitulah kegiatan kami setiap pagi. Ada rasa ingin membiasakan diri, tapi saat ada yang maju duluan, salah satu dari kami jadi canggung dan malu.

Terlebih, karena faktor lain ini..

"Aish! Hyung, jangan dorong-dorong." Suara Seungkwan terdengar.

"Ya! Kalian berisik sekali. Nanti mereka terbangun." Soonyoung mulai mendominasi.

"Kau yang merebut tempat VIP-ku." Sepertinya pertengkaran Mingyu dan Seungkwan terjadi lagi.

Jihoon menghembuskan napasnya dengan jengah. Menarik bantal yang ada di pelukkanku agar aku sedikit bergerak mendekat. Lalu secara utuh, mengambil alih bantal tersebut untuk dipeluk. Lihatlah bagaimana menggemaskannya saat memeluk guling tersebut. Tidak heran fans-nya selalu tidak kuat melihat berbagai ekspresinya.

"Apa kau tidak lelah mendengar suara mereka tiap pagi begini?" Tanya Jihoon.

Aku menggeleng sambil tersenyum. "Aku selalu suka suasana ini."

"Dasar aneh." Ledeknya. Setengah tercengir menertawakanku. Mengangkat tangannya sampai menyentuh kepalaku, lalu diacak-acaknya surai panjang itu. Membuatku terlihat lebih berantakan dari sebelumnya.

Ku hentikan gerakan tangan Jihoon dan memegangnya kuat-kuat. Memberikan tatapan marah karena dibuat lebih jelek pagi ini. Tepatnya, setiap pagi dia selalu membuatku lebih jelek.

"Kau mau membuatku sejelek apa lagi? Rambutku sudah seperti singa karenamu." Omelku.

"Memangnya siapa yang jelek? Aku mengacaknya karena aku tidak pernah melihatmu jelek." Kata Jihoon. Merasa malu dengan ucapannya sendiri, pria itu segera membangunkan diri. Balik mengacak rambutnya. Meminimalisir pipi merahnya yang terlihat olehku. Aku pun jadi tidak bisa menahan tawa lebih lama lagi.

"Senang ya? Mau aku buat lebih senang?" Jihoon menampakkan dirinya di atas tubuhku. Memaksa kedua mataku mengarah langsung pada iris hitamnya kecilnya.

MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang