Makan malam yang panjang berakhir dengan bahagia. Jira tertawa sepanjang malam. Senyumannya tidak lutur dari wajah mungil itu. Pipi yang dingin terkena angin malam, tidak hentinya mengembang. Melihatnya begini, Jihoon ikut merasa bahagia.
Setidaknya, ada dari setiap kesalahannya bisa terbayar dengan membuat gadis ini menikmati hidupannya.
Mata Jihoon tidak lepas memandangi wajah gadis yang ada di sampingnya ini. Bersandar pada pundaknya dengan mata terpejam yang entah sejak kapan. Dengan tangan kakunya, Jihoon bergerak menyentuh bahu Jira. Menjaga gadis itu agar tidak kehilangan keseimbangan.
Telapak tangan Jihoon terasa dingin. Tubuhnya menggigil. Bukan karena tubuh Jira yang dingin. Sebaliknya, tubuh gadis ini begitu hangat. Sangat hangat sampai dirinya ingin memeluk gadis itu menghangatkan diri. Namun, jika dia yang melakukan itu, maka dirinya yang akan mati membeku. Beku karena malu.
Jihoon terkekeh dalam diam. Sikap malu-malunya ini memang sulit dihilangkan. Meski mereka sudah berhubungan lama, tapi tetap saja dia tidak bisa semudah itu memeluk gadis yang secara pengakuan, sudah sah dia anggap kekasih. Hanya bisa memandang kecantikan ciptaan-Nya dalam kekaguman.
Dengan sedikit usapan, Jihoon memberi kehangatan kecil pada tubuh Jira yang tersandar nyaman di bahunya. Menikmati angin malam yang sedikit dingin di teras belakang rumah Jira. Menunggu sebuah bintang jatuh menyapa mereka agar sebuah harapan dapat mengabulkan keinginan mereka.
"Sudah ku katakan, bintang jatuh tidak akan muncul di kota. Yang sejak tadi lewat hanya pesawat. Sekarang aku ditinggal tidur." Ucap Jihoon sendiri. Menyandarkan kepalanya di kepala gadis itu. Membuat pipinya sedikit bersentuhan dengan kening Jira.
Lekukan bibirnya tercetak jelas. Rasanya dia tidak bisa menurunkan tulang pipinya sedetik pun. Perasaan seperti ini yang tidak bisa dia rasakan selama bekerja. Meski dia cinta akan pekerjaannya, tapi pekerjaannya tidak pernah bisa memberikan apa yang Jira kasih untuknya.
Rasa sayang.
"Hei.." Panggil Jihoon pelan. Sedikit memberi guncangan lembut dan bisikan di telinga Jira.
"Ini sudah malam. Tidur di dalam ya." Tidak mendapat balasan atas panggilannya. Jihoon justru menerima sebuah erangan kecil tanda Jira sudah masuk ke alam mimpinya.
"Baiklah. Tidur yang nyenyak ya." Lanjut Jihoon. Mendaratkan sebuah kecupan ringan yang tidak tersentuh sama sekali di puncak kepala Jira.
Wajahnya memanas sendiri dengan tindakannya ini. Padahal yang ingin dia kecup adalah kekasihnya sendiri. Tapi tetap sulit baginyamelakukan skipship yang normal untuk pasangan kekasih.
Hanya berani mencium Jira saat cemburu. Kepalanya sukses mendidih mengingat kejadian beberapa hari lalu. Dia tidak habis pikir ternyata kecemburuannya bisa membuatnya nekad begitu. Jihoon mengusap wajahnya cukup kuat demi menghilangkan kegugupannya sendiri.
Ditariknya nafas panjang, lalu terhembus dengan cepat hingga suhu tubuhnya kembali sama dengan cuaca. Dingin. Namun tetap terasa hangat ketika kulitnya bersentuhan dengan tubuh Jira.
Jihoon terdiam beberapa saat. Bermain dengan pikirannya yang memutar kilas balik setiap kejadian sebelum malam ini terjadi. Memandang lekat wajah wanita yang makin terlelap itu dan berkata, "Aku lupa bilang kalau makan malam ini sebagai permintaan maafku juga."
"Pertama, karena cemburuku kemarin. Wajahku pasti sangat menakutkan sampai kau menangis. Kedua, aku mungkin kekasih yang menyebalkan karena lebih sering berkutat dengan pekerjaan. Tidak bisa membuatmu bahagia dan menemanimu kapan saja seperti pasangan pada umumnya." Rilih Jihoon.
"Tapi jauh dari semua itu, sebenarnya kau tidak pernah berhenti berkeliling di kepalaku. Ada banyak hal yang ingin ku lakukan dan ku pelajari bersamamu tentang hubungan ini. Hanya saja aku terlalu takut dan terlalu malu untuk mengatakannya." Ucap Jihoon. Terasa berat karena membayangkan posisi mereka saat ini.
"Ya mau bagaimana lagi?" Jihoon menghela nafasnya. Udara panas yang keluar dari mulutnya pun terlihat.
Diam-diam Jihoon menyentuh tangan Jira. "Sudah dingin. Kita masuk ya." Bisik lembut Jihoon lagi.
Pria itu memposisikan tangannya lebih erat di pundak Jira. Menaruh satu tangan lainnya di kaki wanita itu. Memastikan rok yang dikenakannya ikut terpegang. Lalu dengan setengah kekuatan, Jihoon mengangkat tubuh Jira dengan mudah.
"Harusnya aku buat kau gendut malam ini." Kata Jihoon. Sedikit terkekeh seakan dirinya masih berinteraksi dengan Jira. Tapi jika dia berkata demikian, tentu saja Jihoon akan mendapat banyak alasan dengan berat badannya yang begitu ringan ini.
Padahal Jihoon ingin melihat Jira dengan tubuh yang biasa asal sehat. Kalau kurus begini, pastinya dia tersiksa.
Bibi yang membantu rencana makan malam Jihoon ini ,terlihat masih membuka matanya. Dia dengan cekatan membukakan pintu kamar Jira agar dirinya tidak perlu bersusah payah menurunkan Jira terlebih dahulu.
Dengan tundukan hormat, Jihoon mempersilahkan wanita paruh baya tersebut pergi mengistirahatkan diri. Memerintahkan agar semua piring kotor yang ada di halaman belakang dibersihkan besok saja.
Setelah melihat perintahnya dilaksanakan, Jihoon kembali melanjutkan langkahnya ke dalam kamar Jira. Membaringkan tubuh mungil itu pada kasur empuknya dan menutupinya dengan selimut. Menyalakan pemanas ruangan dengan suhu yang akan membuat Jira merasa nyaman.
Tidak ada niatan untuknya pergi ke kamar tamu. Jihoon masih betah memandangi wajah Jira saat ini. Rasa kantuk yang tadinya menyerang selama di kantor, hilang begitu saja saat bersamanya. Jihoon menarik sudut bibirnya.
Jika dia masih sadar, aku tidak mungkin diperbolehkan melihat wajahnya lama-lama. Batin Jihoon tersenyum.
Matanya beralih sesaat dari wajah Jira untuk menyapu ke segala arah. Mengambil kursi yang ada di depan meja kerjanya, lalu menaruh di samping kasur tersebut. Mendudukan diri untuk kembali melihat wajah kekasihnya.
Jihoon menyentuh tangan Jira yang sudah menghangat di dalam selimut. Menggenggamnya dan berkata, "Biarkan aku menemanimu malam ini."
"Setidaknya, selama kita masih bisa bersama, aku ingin terus berada di dekatmu." Jihoon mengecup tangan Jira yang tertutup selimut.
"Aku tau, kita punya kekhawatiran yang sama. Aku pun tidak tau akankah hubungan ini akan kandas." Jihoon menenggelamkan wajahnya di tangan Jira. Menahan segala ketakutan yang dia simpan selama mengatakan hal tersebut.
"Tapi percayalah, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Kau akan tetap jadi milikku selamanya." Tegaskan Jihoon. Untuk dirinya sendiri dan alam bawah sadar Jira yang mungkin mendengarkannya.
"Bersabarlah. Kita berjuang sama-sama ya." Senyum Jihoon. Mengecup sekali lagi tangan Jira dan menidurkan kepalanya bersejajaran dengan wajah Jira.
Menjadikan posisi duduk sebagai pilihannya tidur malam ini. Jihoon hanya tidak ingin Jira terkejut jika dia tidur satu ranjang dengannya. Dia sendiri tidak bisa mengendalikan jantung saat sadar akan hal itu.
"Good night, my queen."
☆☆☆
Kok kata-kata Woozi mengandung makna ya? Apa perasaanku saja? Apa karena aku yang tau jalan ceritanya? 🤭
Jangan mikir negatif dulu, kawan-kawan. Ini masih tenang-tenang aja kok. Masih.. Gak tau minggu depan. Jadi ditunggu ya ^^
Apa yang akan terjadi selanjutnya..
Selamat libur hari minggu 💕
Annyeong~

KAMU SEDANG MEMBACA
Melody
FanficBook 2 Lanjutan dari Partiture Dulu hobi ku bukan bermusik, tapi sekarang aku berkutat dengan alat musik. Tidak pernah terlintas dipikiranku ingin menjadi penyanyi, tapi aku telah menjadi bagian dari dunia para musisi. Tidak ku sangka, hidupku berub...