3. Lemas

269 32 2
                                    

Jira terbangun dengan tubuh yang cukup berat. Matanya masih terpejam dan belum ingin terbuka untuk saat ini. Dia ingat jika dirinya belum sempat tidur nyenyak. Lalu semalam akhirnya dia bisa tertidur sampai tubuhnya terasa tidak bisa digerakkan seperti ini.

Berat. Untuk berputar posisi saja sangat sulit. Tangannya tidak bisa terangkat seperti diikat. Dengan susah payah, Jira pun membuka kelopak matanya.

Bahkan ketika dia membuka mata, pandangannya masih terlihat gelap. Separah itu kah mataku saat kelelahan? Batin Jira kebingungan.

Jira menggerakan tubuhnya sedikit demi sedikit. Tapi terdengar erangan dipendengarannya. Seketika tubuh Jira menegang.

Aku sendirian di rumah. Tidak ada siapa-siapa. Pembantu juga sedang ku liburkan. Tidak mungkin satpam. Ingat-ingat Jira.

Selama Jira beradu dengan pikirannya sendiri. Tekanan ditubuhnya semakin mengerat. Baru dia sadari jika wajahnya sudah berbenturan dengan benda padat yang datar dan keras. Membuatnya sulit bernafas.

Jira refleks mendorong tubuh itu menjauh. Tapi genggaman orang itu terlalu kuat untuk dirinya yang masih lemah dan tidak bertenaga karena hanya makan seadanya dari kemarin.

"Ireonasseo?"

Tubuh Jira kembali membeku. Dia tidak asing dengan suara ini. Suara yang serak, berat dan agak malas secara bersamaan. Tapi Jira tidak yakin pria itu ada di sini.

Pelukan di tubuh Jira mengendur sepenuhnya. Pandangannya sudah menemukan cahaya. Tidak butuh waktu lama untuk mata Jira membiasakan masuknya sinar, sampai dia bisa mengangkat wajahnya melihat si pemilik suara.

Tubuh Jira kembali tidak bergerak, walau sebenarnya sudah bisa digerakan. Kelelahan bukan alasan tubuh Jira sulit bergerak, tapi karena pelukan Jihoon.

Pria berwajah tampan nan imut yang sulit ditemui ini ada didepannya. Bisa dilihat secara langsung dan benar-benar ada dihadapannya saat ini. Seperti mimpi. Bahkan Jira hanya bisa memandangi wajah putihnya yang masih berusaha membuka matanya.

Mengerang kecil dengan gaya menggemaskannya. Lalu menghadapku kembali dan menunjukkan senyum cerahnya. "Selamat pagi."

Jira terpaku di tempat. Dari jarak yang sedekat ini, Jira hanya bisa memandangi senyum indahnya tanpa bisa mengatakan apa-apa. Jira sangat merindukannya, ingin kembali menangis, tapi matanya sudah tidak sanggup untuk mengeluarkan air mata.

"Sudah bangun bukan? Berarti ini bukan mimpi. Aku sungguh ada dihadapanmu sekarang." Karena Jihoon mengatakan itu, Jira tidak bisa menahan air matanya lagi.

Jihoon sempat panik, namun dia menutupinya dengan kembali memeluk Jira. "Kenapa nangis lagi?" Tanya Jihoon setenang mungkin. Walau jantungnya tidak bisa diselaraskan dengan pikirannya.

Jira bisa mendengarnya. Telinganya tepat menempel di dada Jihoon. Dia bisa mendengar detak jantung Jihoon yang berpacu. Membuatnya sedikit lebih tenang dan tidak jadi ingin menangis. Menikmati setiap detiknya sampai jantung itu bisa berdetak normal.

Jira bergerak kecil untuk mendongakkan kepalanya melihat Jihoon. Dan ternyata Jihoon juga sudah memposisikan wajahnya melihat ke bawah, tepat menatap Jira itu. Wajah mereka kembali tidak diberikan jarak oleh Jihoon. Dengan sengaja pun, Jihoon menempelkan kening mereka.

Tapi matanya tertutup. Jira jadi menahan tawanya.

"Kenapa matanya ditutup?" Suara Jira juga terdengar serak. Mungkin karena kehilangan banyak cairan dari tubuhnya.

"Aku tidak mau melihatmu menangis." Jawab Jihoon. Bergerak mencari posisi yang lebih nyaman untuk memeluk Jira.

"Tapi aku sudah tidak menangis." Balas Jira.

MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang