46. Mimpi dan Kenyataan

146 21 1
                                    

Jira merenggangkan tubuhnya yang berbaring di atas kasur. Mengerang kecil dari tidurnya yang sangat lelap. Jira melihat jam di kamarnya itu. Tubuhnya pun segera didudukan. Sudah jam 6 sore. Lagi-lagi dia kelebihan tidur.

Jira mengibaskan selimut dan pergi ke arah meja makan. Semua orang sudah berada di sana. Kehadiran mendapat perhatian orang-orang, termasuk dua orang yang tadi siang datang menyambutnya dengan ramah. Jira mendudukkan diri di samping wanita tersebut. Wanita yang sama dengan orang yang membawakan kotak musik itu. 

Jira tetap membalas senyumnya dengan sedikit canggung karena dia belum mengingat identitas orang-orang tersebut. Tapi mereka masih mengajak bicara Jira seakan sudah mengenalnya dengan baik. Selagi dirinya diajak bicara, matanya bergerak mencari seseorang.

"Kau mencari Woozi ya?" Tebak pria berpipi agak chubby itu. Wajah Jira bersemu merah. Tidak mengangguk atau menjawabnya. Bukan bermaksud tidak sopan, Jira hanya malu mengakuinya.

"Aku jadi seperti melihat Jira yang dulu saat baru pertama kali kenal," Ucapnya. Lalu mengulurkan tangan. Tidak mengerti maksudnya, Jira hanya membalas uluran tangan itu. "Biar kenal, aku Hoshi. Hanya nama panggung. Kau biasanya menyebutku Soonyoung. Itu nama asliku. Kita kenal waktu SMA, saat kau jadi murid Woozi." 

Hwang Li menepuk tangan Soonyoung. "Jangan lama-lama. Yang dia cari Woozi. Bukan kau."

"Aku tidak mungkin menikung sahabatku sendiri. Aku juga tidak akan memacari sepasang sahabat. Aku baru kali ini melihatmu cemburu. Jangan cemburu, nanti aku repot kalau harus fansite." Malu dengan celetukan Soonyoung, Hwang Li segera menendang kaki Soonyoung yang ada di seberangnya.

Melihat mereka berdua sibuk dengan urusannya, eomma lah yang jadi mengatakan keberadaan Jihoon saat ini. Jira berpamitan pada semuanya untuk menghampiri pria itu.

Soonyoung dan Hwang Li menghentikan berdebatan mereka, lalu memperhatikan punggung Jira. "Mereka berdua makin mirip saja. Jihoon tidak mau makan biar Jira tidak terganggu keberadaannya. Tapi Jiranya justru mencari pria itu."

"Itu namanya punya ikatan batin." Kata Hwang Li.

"Mereka kan belum ibu dan anak." Balas Soonyoung.

"Memangnya harus ibu dan anak saja yang punya ikatan batin?! Ih! Bicara denganmu tidak akan ada habisnya." Kesal Hwang Li.

Di saat meja makan dipenuhi keributan Soonyoung dan Hwang Li, Jira ditemani suasana sepi selama menuju halaman rumah. Dia sudah berkeliling melihat halaman belakang sempit tersebut. Tapi tidak ada seorang pun di sana. Hanya ada tangga yang berdiri kokoh menuju atas. Mungkinkah?

Jira menekatkan diri menaiki tangga itu. Baru satu anak tangga dia naiki, Jira sudah ketakutan karena tangga yang bergoyang itu. Suara nyaringnya membuat seseorang di atas sana memunculkan diri.

"Sedang apa kau di sini?" Jihoon segera memegangi tangganya dari atas. Memperkokoh tangga itu agar tidak banyak bergerak selama Jira menaikinya satu-persatu.

"Mau menemuimu."

"Kita bicara di bawah saja. Aku akan turun." Kata Jihoon. Tapi Jira masih menaikinya sampai setengah anak tangga. Ketika gadis itu melihat ke bawah, dia mengerang ketakutan. "Baiklah. Naik dan raih tanganku."

Walau dengan satu tangan, Jihoon masih bisa menjaga keseimbangan tangga itu. Menggenggam tangan Jira yang sudah didapatnya dan memapahnya perlahan agar tidak memberi gerakan gegabah yang bisa membuat mereka terjatuh. Memberikan tempat yang aman untuk gadis itu duduk dan mengusapi kedua tangan gadis itu yang dingin karena ketakutan.

"Kenapa tidak memanggilku saja? Kau takut? Mau turun sekarang? Aku akan membantumu turun." Ucap Jihoon khawatir. Jira masih terlihat bergetar.

"Biarkan aku membiasakan diri. Aku belum bisa turun sekarang. Kakiku lemas." Jawab Jira lemah. Jihoon hanya menurut.

MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang