Soraya menatap Robin juga Anya yang sibuk berbincang dengan Cristiano.
"Aku mau ke kantin lebih dulu," pamit Soraya sembari menunjuk pintu tanda bahwa ia ingin.
"Baiklah, jangan lupa untuk segera kembali."
Soraya mengangguk dan bergegas pergi. Ini hari keduanya kembali ke tanah air, ia tak tahu apa pun mengenai yang terjadi dalam lima tahun lebih ini.
Mencoba melupakan segalanya, terlebih ia sudah bertemu dengan Eriska dan anaknya, membayangkan bahwa Jack bahagia ada sebagian sisi yang bahagia juga ada sisi yang sakit saat melihat itu.
''Sudah lima tahun hampir enam tahun, tapi kenapa aku masih memiliki perasaan itu. Apa yang harus aku lakukan bila bertemu dengan Jack dalam situasi seperti ini," batin Soraya sembari terus melangkah dan tak menyadari sedang melewati siapa.
Lelaki itu berhenti saat berpapasan dengan Soraya tubuhnya membeku, jantung berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Soraya," bisiknya lirih.
Ia menoleh dan menatap wanita yang baru saja berlalu. Berlari dan mencoba menghentikan wanita itu.
"Soraya, itu kau?" tanya lelaki itu menepuk pundak wanita dengan rambut panjang diikat itu.
Wanita itu menoleh dan membulatkan mata tak percaya.
"Jack!" bisik Soraya tak percaya.
Ya, wanita tadi adalah Soraya dan lelaki yang dilewati oleh Soraya adalah Jack. Pertemuan pertama setelah sekian tahun, perasaan rindu mulai membuncah tanpa memikirkan berada di mana keramaian orang yang silih berganti. Jack memeluk Soraya dengan begitu erat.
"Aku tak percaya benar-benar menemukanmu di sini, selama ini aku selalu mencarimu dan terus mengikuti ayahmu untuk mengetahui di mana keberadaanmu. Aku harap ini bukanlah hanya sebuah ilusi," ungkap Jack sembari memeluk Soraya dengan erat.
Soraya yang mendapat perlakuan itu hanya membeku merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, air mata jatuh saat merasakan kehangatan dari pelukan Jack.
"Jack," ujar Soraya tak percaya, ia meremas jas yang digunakan oleh Jack untuk melampiaskan perasaan rindukannya.
"Hm, ya, ini adalah aku. Aku sangat merindukanmu," ujar Jack sembari memeluk Soraya dengan erat.
Mendengar itu Soraya mengentikan tangisannya. Suara Eriska yang mengatakan bahwa Jack sangat menyayangi mereka terngiang di kepalanya. Mendorong Jack dengan sekuat tenaga agar pelukan di antara mereka terlepas.
"Soraya, ada apa?" tanya Jack bingung saat dirinya terdorong menjauh dan menabrak orang yang berjalan di belakangnya.
"Maaf, Tuan. Saya rasa Anda salah orang." Suara Soraya terdengar datar dan berlalu pergi begitu saja.
Jack membeku saat mendengar itu, ia tak sedang bermimpi atau semacamnya. Pelukan, suara, tangisan tadi adalah nyata itu adalah Soraya.
"Tidak, itu tidak benar," ujar Jack tak percaya ia terhuyung ke belakang.
"Tuan, lebih baik Anda berhati-hati!" protes orang yang berjalan di belakang Jack.
Soraya sudah berlari dan menghilang di kerumunan orang. Ia benar-benar tak salah mengenali atau berhalusinasi bertemu dan mendengar Soraya menyebut namanya tadi.
"Ia pasti masih berada di sekitar sini. Aku akan mencarinya lalu membicarakan apa yang akan kami lakukan ke depannya." Jack mengabaikan orang yang protes karena tindakannya tadi.
Matanya menyapu segala arah mencari orang yang mirip dengan Soraya. Nihil, ia tak melihat baju, rambut, dan tinggi badan Soraya.
"Sial! Ke mana perginya Soraya. Aku harus segera menemukan Soraya dan menanyakan apa maksud dari kata-katanya tadi," umpat Jack.
👻👻👻
Di lorong yang sepi pengunjung, Soraya menutup mulutnya tak percaya, tangisan masih keluar dari bibir dan air mata tak mau berhenti keluar.
"Aku tidak boleh terus menangis, ini hanya awal, Jack sudah memiliki kehidupannya sendiri. Aku juga sudah memiliki anak, tapi kenapa rasanya masih sakit, sebenarnya apa yang salah pada diriku?" tanya Soraya kepada dirinya sendiri.
Sebuah bungkus tisu kecil dan masih utuh tersodor di hadapannya. "Gunakanlah itu, tidak baik membiarkan seorang wanita menangis di dekat kamar mayat seperti ini. Apa saudaramu ada yang baru meninggal?" tanya orang yang menyodorkan tisu tersebut.
Seorang lelaki berjas putih dapat Soraya simpulkan bahwa lelaki itu adalah dokter di rumah sakit ini. Lelaki itu terlihat tampan dengan balutan jas putih juga stetoskop menggantung di lehernya. Rambut hitam yang ditata rapi, kemeja biru yang melekat di belakang jas putih miliknya, celana bahan berwarna cokelat gelap tak lupa pula senyum ramah di bibirnya.
"Te-terima kasih," ujar Soraya malu dan menerima tisu itu dengan senang hati.
Mengusap air mata yang terus berjatuhan. Ia tak tahu mengapa air mata itu terus turun.
"Tak apa menangislah aku akan menemanimu di sini, terlebih ini masih jam istirahatku. Aku sudah melihat banyak orang yang menangis di rumah sakit ini, entah orang yang tidak terima dengan penyakitnya atau kehilangan seseorang yang berharga. Ceritalah kepadaku siapa tahu dengan bercerita rasa sesakmu akan hilang," ujarnya dengan ramah.
Soraya memaksakan senyuman di sela tangisan. "Tidak ada yang serius, Tuan Dokter. Aku berterima kasih atas bantuan Anda, saya harus segera pergi ayah saya sedang menunggu di bangsalnya. Saya permisi dulu." Soraya hendak pergi.
"Kalau begitu dapatkah saya ikut untuk melihat ayah Anda? Istirahat kali ini saya tidak memiliki kegiatan tidak ada salahnya bila menjenguk orang yang sedang sakit," ujarnya bersikeras untuk mengikuti Soraya.
Entah apa yang dipikirkan oleh dokter itu, Soraya memperhatikan dokter itu sekali lagi dan menghela napas, benar katanya tak ada salahnya bila ia mengajak lelaki itu berkunjung ke bangsal Cristiano. Tangisan Soraya sudah lumayan terhenti dan teralihkan saat memikirkan siapa lelaki yang berpenampilan sebagai dokter tersebut
"Baiklah, tapi sebelum itu boleh saya mengetahui nama Anda?" tanya Soraya untuk berhati-hati.
Lelaki itu tersenyum dan menunjukkan kartu namanya. "Narendra Maudya, dokter umum di rumah sakit ini. Tidak perlu bersikap sopan begitu kepadaku, mungkin usia kita tidak jauh beda," ujarnya sambil tersenyum.
"Baiklah, kalau begitu Dokter Narendra, salam kenal, aku adalah Soraya. Sebelum pergi ke ruangan ayahku, aku harus pergi untuk membeli sesuatu untuk anakku!" putus Soraya.
Narendra pun tertegun. Anak? Jadi, wanita di hadapannya sudah bersuami?
"Oh, baiklah. Aku akan mengantarmu ke kantin di rumah sakit ini." Narendra berjalan lebih dulu menunjukkan jalan menuju kantin di mana berada.
Soraya hanya mengikuti di belakang dan memperhatikan punggung lebar milik Narendra. Ia melihat punggung itu seakan melihat punggung Ethan, lelaki baik hati yang dengan suka rela merawatnya selama di Prancis. Senyuman dan keramahan semuanya membuat Soraya mengingat lelaki itu.
Apa Tuhan berniat untuk menggantikan sosok Ethan dalam diri Narendra? Ethan Peter lelaki dewasa yang malang karena harus mengorbankan waktu mencari calon istri untuk merawat dirinya dan si kembar.
NOTED: Jika ingin membaca lebih dulu endingnya kalian bisa membaca di Aplikasi KBM App, di sana sudah ending lebih dulu.
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK.
Piuuu piuuu Soraya udah ketemu Jack, nih, mereka bakal bersatu apa enggak, nih?
Semoga suka.
Salam sayang.
Author L3 Mei 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Balas Dendam (COMPLETED) ✓
Romance(Cerita ini sudah ending, jangan lupa follow dan jangan lupa juga dukungannya) Ketika sahabat terbaik mulai merebut suami tercinta dan membunuh anak yang baru berada di dalam kandungan. Siapa pun pasti akan merasakan amarah yang tidak terkira. Begi...