Soraya kembali mendatangi JN grup untuk kedua kalinya. Dia harus bertemu dengan Jack untuk membicarakan kerja sama di antara mereka dan juga harus meninjau tempat proyek yang akan mereka kerjakan jika sudah dibicarakan dengan dewan direksi.
"Saya ingin bertemu dengan Tuan Nichole." Soraya berbicara dengan resepsionis.
"Sudah membuat janji?"
"Tidak, tapi ada sesuatu yang ingin saya sampaikan kepadanya."
"Maaf, Anda tidak bisa bertemu dengan beliau. Sudah banyak wanita yang ingin bertemu dengannya dengan alasan tidak masuk akal seperti itu!" Resepsionis itu berkata dengan sinis.
Terlebih melihat penampilan dari Soraya yang bisa dikatakan tidak menggunakan baju yang bisa dibilang tidak menggunakan baju yang mahal atau semacamnya.
"Aku mohon. Ada hal yang penting yang ingin aku sampaikan kepadanya." Soraya tidak ingin menyerah hanya dengan kata-kata itu saja.
"Kamu ini tuli atau apa? Aku bilang tidak bisa, ya, tidak bisa!"
"Setidaknya hubungi Tuan Nichole lebih dulu. Katakan bahwa Soraya ingin bertemu, jangan asal menolak orang!" Soraya mengatakan itu dengan tidak sabar.
Bagaimana mungkin JN grup memperkerjakan seorang yang sangat tidak memiliki keramahan seperti ini?
"Ada apa ribut sekali?" Suara seseorang datar dan dingin.
"Tuan Nichole." Resepsionis itu langsung menunduk hormat.
"Ada apa?"
"Tuan, Nichole? Ada hal yang ingin saya sampaikan kepada Anda secepatnya!" Soraya segera memutar wajahnya saat selesai bicara.
Dia terkejut saat yang berdiri di belakangnya bukanlah Jack, melainkan lelaki berusia senja. Suara mereka memang mirip itu sebabnya dia langsung bicara seperti itu.
"Denganku?" Lelaki itu kebingungan.
"Ah, maaf, saya salah orang. Saya kira tadi adalah tuan Jack." Soraya berucap dengan sopan dan membungkukkan badan.
"Jack? Ingin bertemu dengannya? Ada perlu apa?"
Mendengar nada datar dan tidak bersahabat itu Soraya merasa terintimidasi dan menundukkan kepala.
"Ada sesuatu yang ingin saya bahas dengannya."
Lelaki itu terlihat memperhatikan penampilan dan gaya bicaranya. "Ikut denganku. Aku akan mengajakmu bertemu dengannya."
"Terima kasih." Soraya mengikuti langkah dari lelaki itu.
Ricardo Nichole, ayah tiri dari Jack Nichole, nama Nichole dia dapat dari Ricard yang dengan senang hati mau merawat dan membesarkan mereka semua.
Ricard membawa Soraya menuju ruangan Jack. Meski dia memiliki kartu nama Jack, rasanya percuma jika dirinya tidak memiliki ponsel atau semacamnya.
Saat pindah kemarin dia tidak membawa serta ponselnya karena dilarang oleh mantan mertua, itu sebabnya dia tidak memiliki ponsel. Ingin membeli pun dia tidak memiliki uang yang cukup. Hidup saja masih menumpang kepada Laila.
"Kalau boleh tahu apa urusan penting itu?" Ricard akhirnya membuka suara saat merasakan Soraya yang hanya diam membatu sejak tadi.
"Tentang sebuah proyek yang akan kami lakukan. Hari ini seharusnya kami meninjau lahan yang akan kami tempati bila sudah lolos dari dewan direksi."
Lift berdenting dan terbuka. Mereka sampai di lantai di mana Jack berada.
"Proyek, ya. Dia selalu saja memikirkan pekerjaan dan pekerjaan. Tidak memikirkan kedua orang tuanya yang sudah tua menginginkan cucu tidak kunjung dituruti."
Soraya hanya tersenyum masam saat mendengar curhatan dari Ricard, dia tidak memiliki hak untuk menjawab atau semacamnya. Rasanya memang tidak sopan karena tidak menanggapi, tetapi dia juga tidak ingin salah bicara dan merugikan siapa pun.
Tanpa mengetuk atau berbicara dengan sekretaris yang menunduk Ricard segera membuka pintu. Suasana masih sama seperti waktu pertama datang, sunyi dan hanya melihat Jack yang sibuk dengan komputer dengan banyaknya berkas.
"Jack, ada yang mencarimu."
Jack mengangkat wajahnya dan menemukan ayahnya juga Soraya di sana. "Ayah. Kenapa tidak mengatakan jika ingin berkunjung sepagi ini pula."
Tanpa permisi Ricard segera duduk di sofa, sedangkan Soraya dia masih berdiri di tempat semula yaitu di depan pintu.
Jack segera bangkit dari duduknya menghampiri Ricard. "Ada apa Ayah datang kemari? Ah, Nona Tatiana duduklah, kita akan membicarakan proyek nanti saja."
Dengan patuh Soraya duduk tidak jauh dari mereka berdua. "Aku hanya ingin melihat anakku saat bekerja. Sekarang sudah menjadi sehebat ini ternyata, sembilan tahun lalu, kamu masihlah remaja yang aku bimbing, sekarang kamu sudah sehebat ini."
"Semua ini berkat Ayah yang mau membimbingku, jika bukan karena ayah, perusahaan ini tidak akan menjadi sebesar ini." Jack memperhatikan sekitar, tempatnya berada selama sembilan tahun ini.
Sekretaris datang dengan membawa minuman, kopi untuk dua orang dan teh untuk Soraya. Ricard segera meminum kopi yang disediakan dan melanjutkan kembali perbincangan.
"Ya, karena kamu sudah cukup berumur, usiamu juga tidak muda lagi, kenapa tidak menikah saja?" tanya Ricard santai.
"Ah, itu. Aku belum ada keinginan untuk menikah, sih, dalam waktu dekat. Lagian juga ada seseorang yang sudah aku tunggu, Ayah. Jangan bilang Ayah bertanya begini karena disuruh Mama?"
Soraya yang tidak mengerti pun hanya duduk diam mendengar dan menonton apa yang terjadi saat ini.
"Tidak. Dia tidak membicarakan apa pun. Mamamu sangat mengerti keadaanmu. Jadi, tenang saja."
Jack mengembuskan napas lega saat mendengar perkataan dari Ricard, jika mamanya yang meminta maka dia tidak akan bisa menolak. Seberat apa pun permintaan yang diberi oleh sang ibu maka dia pasti akan melakukannya.
"Ayah ingin ikut dengan kami untuk melihat lahan yang ingin kami gunakan?" tanya Jack saat melihat Soraya yang terdiam sedari tadi.
"Tidak. Aku ada urusan sendiri di perusahaan, bekerjalah dengan baik dan jangan lupa bahwa kamu juga masih memiliki tanggungan untuk memberikan kami seorang cucu." Ricard segera berdiri setelah mengatakan itu.
Dia paham saat ini pasti dua sejoli yang berbeda jenis kelamin itu pasti akan membicarakan tentang pekerjaan. Itu sebabnya dia ingin segera pergi dan membiarkan mereka berbicara dengan leluasa.
Sepeninggalannya Ricard di ruangan Jack hanya tersisa Soraya dan dirinya. Hening dan sunyi, kemudian Soraya mengeluarkan sebuah map dan menyerahkannya kepada Jack.
"Ini adalah gambaran kasar dari proyek itu dan juga surat kepemilikan dari tanah tersebut. Di sana tertera jelas siapa pemilik tanah dan menyerahkan kepada siapa, tanah itu secara resmi milikku dan aku tidak pernah memberikan kepada siapa pun. Selain itu surat itu asli bukan palsu."
Jack mengambil map itu dan membukanya melihat semua. Surat tanah yang diberikan oleh Soraya memang asli dan memiliki stempel dari pengadilan dan tanda tangan dari pemilik sebelumnya.
Lalu dia membuka map satunya tentang gambaran kasar dari tempat yang akan mereka bangun. "Sangat hebat, dengan begini mereka tidak akan kebingungan atau susah payah untuk membeli sesuatu dan jika ingin menginap di sana pun juga ada tempat tinggalnya. Tanahnya juga sangat luas dan strategis. Baiklah, kita tinjau tempatnya setelah melakukan banyak hal."
Tanah itu berada di tempat yang cukup ramai, di sekitaran sana belum memiliki taman hiburan atau semacamnya. Jadi, bila mengiklankannya pasti banyak yang akan datang ke taman itu, terlebih fasilitas di yang akan dibangun nanti sangat lengkap seperti ini.
"Baik." Soraya tersenyum bangga saat Jack memuji hasil gambaran kasar yang telah dia buat selama ini.
Jangan lupa tinggalkan jejak dan vote-nya
Salam sayang
Author L
2 November 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Balas Dendam (COMPLETED) ✓
Romance(Cerita ini sudah ending, jangan lupa follow dan jangan lupa juga dukungannya) Ketika sahabat terbaik mulai merebut suami tercinta dan membunuh anak yang baru berada di dalam kandungan. Siapa pun pasti akan merasakan amarah yang tidak terkira. Begi...