BD- 25 (Mantan Mertua)

15.4K 818 16
                                    

Soraya mengerutkan kening saat melihat siapa yang menghubunginya di pagi buta seperti ini. Nomor tidak dikenali, Soraya mengerutkan kening saat melihat itu, tidak asing dan terlihat familiar.

"Halo."

"Ini aku. Aditya, bisa kita bertemu dan berbicara beberapa hal?"

Soraya mengepalkan jemarinya saat mendengar nama Aditya disebut, dia tidak menyangka bahwa lelaki itu masih berani untuk menghubunginya setelah kejadian kemarin.

"Tidak ada yang perlu kita bicarakan. Semua sudah berakhir, aku juga sudah memiliki kehidupanku sendiri. Jangan pernah menggangguku, kita sudah tidak ada hubungan lagi." Soraya berucap dengan penuh penekanan.

Aditya menghela napas saat mendengar itu. "Laki-laki yang membantumu untuk mendapatkan kembali tanah apa dia yang membantumu memberikan semua?"

Soraya sedikit terkejut saat Aditya membahas perihal tanah miliknya. Soraya mengikuti berita tentang masalah itu dan Soraya melihat memang pihak RH Grup mengalami krisis selama beberapa hari kemudian kembali bangkit lagi entah karena apa mereka bisa bangkit dengan cepat seperti itu.

"Tidak ada hubungannya denganmu. Mau dia atau bukan itu sudah bukan urusanmu lagi, aku hanya ingin mengambil apa yang sudah menjadi milikku. Tolong matikan teleponmu, aku harus kembali beristirahat di akhir pekan ini, jangan menggangguku." Soraya meletakkan kembali ponselnya di nakas dan membiarkan Aditya terus berbicara sendiri.

Soraya berlalu menuju ke dapur untuk membuat sarapan yang cocok untuk acaranya. Semalam Laila tidak hadir di acara pertunangannya dia berkata bahwa dirinya harus menemani seorang dokter untuk melakukan operasi besar itu sebabnya dia tidak bisa hadir saat itu.

👻👻👻

Aditya meremas ponsel usai mematikan sambungan di antara dirinya dan Soraya, siapa yang tidak akan emosi saat berbicara panjang lebar. Namun, nyatanya lawan bicara sengaja untuk mengabaikan panggilan itu. Sungguh tidak tahu diri.

Aditya duduk di sofa dengan frustrasi bagaimana tidak begitu saat dia mengetahui fakta bahwa dirinya membunuh anak yang selama ini ditunggu dan kehilangan tanah yang besar. Andai kata dia tidak mendengarkan perkataan Sonya maka saat ini sudah mengetahui bahwa Soraya tengah mengandung seorang anak.

"Ada apa pagi buta begini sudah marah-marah dan wajah tidak enak dilihat seperti itu." Ibu Aditya menghampiri Aditya yang frustrasi.

"Aku tidak hanya kehilangan tanah milik wanita bodoh itu, tapi aku juga kehilangan calon anakku," ungkap Aditya menatap sang ibu.

"Anak? Anak dari siapa?" Sang ibu mulai kebingungan dengan apa yang dimaksud oleh Aditya.

"Saat aku meminta cerai dari Soraya, saat itu dia tengah mengandung anakku dan aku tidak sengaja membuat wanita itu keguguran." Aditya mengusap rambutnya dengan lelah.

Sepanjang malam dia terus dihantui oleh rasa bersalah karena membunuh anaknya sendiri, lalu pagi ini dia baru mengetahui bahwa orang yang berada di balik kemerosotan perusahaan saat itu adalah Jack. Aditya sendiri tidak mengetahui alasan Jack begitu membenci dan antusias untuk bersaing dengannya.

Selama ini Aditya hanya tahu bahwa JN Grup selalu berada di belakangnya. Namun, selama beberapa bulan ini JN Grup secara terang-terangan seakan mengibarkan bendera perang terhadap dirinya. Mulai bersaing dari tender satu menuju tender lainnya, tidak hanya itu tanah yang dia tafsir akan menghasilkan banyak uang juga diambil, bahkan ada beberapa klien yang secara terang-terangan diambil oleh JN Grup selama beberapa bulan terakhir ini.

"Tidak perlu khawatir, kamu masih bisa untuk memiliki anak dengan Sonya, kalian menikah saja, lagian juga ayahmu sudah membantu masalah perusahaan tidak perlu khawatir berlebihan seperti itu." Sang ibu mengelus lengan sang anak yang sedang khawatir.

"Ibu tidak tahu apa pun. Tadi malam dia bertunangan dengan Jack Nichole, aku takutnya bahwa tanah yang saat ini tengah dibanguni proyek itu atas nama JN Grup, jika itu terjadi JN Grup akan semakin berjaya dan bisa berbuat semaunya kepada RH Grup. Perusahaan ini adalah hasil jerih payah keluarga ibu, tidak mungkin bila akan berakhir di tanganku begini saja."

"Kalau begitu," wanita itu tersenyum misterius dan menatap ke depan dengan tatapan licik, "kalau begitu aku hanya tinggal mendesak wanita itu untuk mengacaukan proyek itu agar tidak bisa berjalan dan menindas kita suatu saat nanti."

"Mendesak Soraya? Bagaimana caranya, dia sudah banyak berubah dan kita tidak memiliki kartu apa pun untuk mendesak Soraya di saat seperti ini."

Nyonya Rahardian tersenyum misterius saat mendengar perkataan Aditya, dia memiliki satu kartu yang membuat wanita itu bungkam dan menurut dengan dirinya.

"Aku memiliki satu kartu yang selama ini aku sembunyikan, tidak menyangka bahwa kartu ini akan berguna juga pada waktunya." Dia berdiri dengan angkuh dan bersendekap dengan penuh percaya diri.

"Lihat saja nanti dia pasti akan membocorkan beberapa masalah jika tidak bisa membuat wanita itu patuh. Aku tahu dengan betul seperti apa sikapnya selama ini."

🐇💨

Soraya melangkahkan kaki memasuki salah satu kafe untuk menemui seseorang yang baru saja menghubunginya. Ini sudah tengah hari wajar saja bila kafe sudah ramai pengunjung, setelah memasuki kafe ponselnya kembali berbunyi tanda bahwa ada sebuah pesan masuk. Pesan yang menyebutkan bahwa dirinya harus pergi ke lantai atas meja nomor tujuh.

Soraya mengikuti petunjuk yang diberikan oleh orang yang berada di balik pesan misterius itu, setelah sampai di lantai atas Soraya mengedarkan pandangannya dia melihat meja nomor tujuh ada seorang wanita yang serba tertutup dia menatap ponsel yang berada di tangannya.

Merasakan seseorang yang duduk di hadapannya dia tersenyum licik dan mengangkat wajah. "Aku tidak menyangka kau akan datang dan menemuiku."

Soraya sedikit tersentak saat melihat siapa yang duduk di hadapannya. Meri Rahardian, mantan mertuanya, dia tidak tahu bahwa yang menghubunginya adalah wanita rubah yang satu ini.

"Ibu, ada apa ibu menghubungiku?" Soraya merubah wajahnya menjadi tidak suka saat melihat wanita itu.

"Aku tidak tahu bahwa setelah bercerai dengan Aditya kamu menjadi wanita yang pintar mengubah ekspresi seperti ini." Wanita itu melepas jaket tebal yang dia gunakan tadi.

"Bukan urusan Anda untuk mengurusi seorang ayam yang tidak bisa bertelur sepertiku. Ah, bukan lebih tepatnya ayam yang telurnya dibunuh oleh anakmu. Bagaimana rasanya saat dirimu kehilangan cucumu oleh anak sendiri? Apa rasanya menyenangkan, seperti saat kau menindas dan merendahkanku?" sinis Soraya.

Meri menggertakkan gigi emosi saat mendengar itu. Mau bagaimanapun dirinya begitu menunggu seorang cucu, tetapi faktanya cucu yang tidak sempat hadir itu lebih dulu menghilang dari dunia ini. Sudah pasti ada setitik rasa kecewa.

Suasana di lantai dua lumayan ramai dengan para tamu juga pelayan yang berlalu lalang, dirinya tidak bisa memberi pelajaran kepada Soraya.

"Tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding membuatmu patuh di hadapanku. Aku memintamu datang untuk berdiskusi mengenai kematian ibumu!"





JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK.

Semoga suka.

Salam sayang
Author L

1 Desember 2020

Balas Dendam (COMPLETED) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang