BDS2- 24 (Tragedi)

2.1K 111 27
                                    

Hanya terdengar isakan tangis dari dalam ruangan yang gelap, tak lagi terdengar teriakan dari Anya kecil.

"Kalian boleh istirahat sebentar, aku akan menjaga pintunya," ujar Asih saat tak lagi mendengar teriakan Anya.

"Oh, baik. Bos sebentar lagi datang, jaga dengan benar." Mereka berdua meninggalkan pintu untuk istirahat.

Asih membuka pintu dan menghidupkan lampu di dalam ruangan, ia melihat Anya yang meringkuk di tengah ruangan dengan pipi yang memerah dan mulut mengeluarkan darah.

Ia tak tahu apa yang dilakukan oleh salah satu penjaga pintu tadi kepada Anya sehingga anak kecil itu menjadi seperti ini.

Tawa dan canda dari Anya selama dirinya bekerja menjadi pengasuh mereka berdua berputar di dalam ingatannya.

Ia menyamar menjadi pengasuh kedua bocah kembar itu atas perintah bosnya dan merubah namanya menjadi Asih. Seorang janda muda yang sedang membutuhkan pekerjaan.

Anya mengangkat wajahnya dan melihat Asih.

"Mbak Asih," bisiknya tak percaya.

Hatinya luluh saat mendengar suara lirih dan isakan dari Anya.

"Anya," bisik Asih.

Anya bangkit dan memeluk Asih dengan erat. Ia tetaplah anak-anak yang polos dan mudah untuk dibodohi.

Asih luluh melihat itu.

"Anya, apa yang terjadi?" tanya Asih melepas pelukan Anya.

Anya tersenyum dan menampilkan giginya yang ompong dibagian depan. Rupanya gigi itu lepas saat mendapat tamparan keras dari penjaga pintu tadi. Pipi gadis kecil itu juga memerah dan mendekati membiru, pasti sangat sakit sekali, anak sekecil itu harus mendapat perlakuan seperti ini.

Rasa bersalah muncul, andai dirinya berkhianat kepada komplotannya pasti tidak ada yang akan celaka. Setidaknya ia dapat mencari alasan untuk membela diri.

"Ikutlah denganku." Asih menarik tangan Anya untuk keluar dari ruangan.

Sudah Asih putuskan untuk membiarkan Anya pergi dari rumah ini.

Membawa Anya keluar dari rumah ini dan membiarkan Anya pergi adalah keinginannya. Setelah sampai di luar sana pasti akan ada orang yang menolong Anya.

Asih menatap tasnya dan mengambil kertas juga bulpoin kemudian membubuhkan sesuatu di sana.

Ia harus segera membawa Anya pergi dari rumah ini, setidaknya sampai di luar rumah dan membiarkan gadis kecil itu pergi dari sini.

Jika tahu akan berakhir seperti ini ia tak akan mau menerima pekerjaan ini.

Ia sampai di luar pekarangan rumah yang tak terawat, juga rumah itu terbilang tak memiliki banyak tetangga. Seperti rumah di pinggiran kota.

"Anya, larilah sejauh mungkin. Jangan pernah kembali ke sini. Ini, mintalah seseorang untuk menghubungi nomor ini. Ayah dan ibumu pasti akan menyelamatkanmu." Asih memberikan kertas yang ia ambil tadi.

"Mbak bagaimana?" tanya Anya bingung.

"Mbak, baik-baik saja. Pergilah, larilah sejauh mungkin, ikuti jalan ini kamu akan mencapai jalanan kota." Asih menunjuk jalan yang agak gelap ke arah kanan.

Anya memeluk Asih dengan erat. "Gelap," bisik Anya.

"Tidak perlu takut, nanti aku berlari di belakangmu. Larilah sekarang." Asih mendorong Anya agar pergi.

Anya menoleh dan segera berlari. Ia percaya dengan Asih yang akan berlari di belakangnya. Berlari dan terus berlari.

"Anya, pulanglah dengan selamat." Asih mengatakan itu dan berbalik.

Ia dapat melihat kedua penjaga pintu tadi.

"Seharusnya aku menyadari. Kau berkhianat Ratna. Kejar anak tadi!" perintah salah seorang dari dua orang tadi kepada temannya.

Nama Asih yang sebenarnya adalah Ratna Asih Wulandari.

Asih pun menelan ludah dan menutup gerbang lalu menguncinya.

"Kalian tidak akan bisa mengejar Anya. Dia hanyalah anak kecil, aku menyuruhmu untuk memberinya pelajaran bukan untuk menganiayanya seperti itu, dia hanyalah anak kecil!" teriak Asih tak terima.

Lelaki tadi menyodorkan tangannya meminta kunci yang dipegang oleh Asih. Lelaki itu memiliki paras yang lumayan dan seusia dengan Asih.

"Berikan kunci dan biarkan aku mengejar anak kecil itu. Asal kau tahu anak kecil tadi besok akan dimusnahkan oleh bos, kenapa kau membiarkannya kabur?" tanyanya penuh emosi.

"Tidak, aku tidak akan memberikannya kepadamu, jika tahu akan seperti ini aku tidak akan membawa Anya kemari!" Asih melempar kunci itu keluar gerbang.

Lelaki tadi menggertakkan gigi dan mendorong Asih sehingga terjatuh ke tanah.

"Kau benar-benar tidak berguna! Lihat saja, jika bos tahu kau akan lenyap!"

Asih bangkit dan menatap bengis ke arah lelaki yang mendorongnya.

"Indra, kau bukan lagi orang yang kukenal, kau sangat tidak memiliki hati. Meski aku harus mati aku tidak akan membiarkan kau dan anak buahmu melewati gerbang ini." Asih merentangkan tangannya di depan gerbang.

"Ratna, jangan membuatku marah. Aku memang mengenalmu sejak kecil, tapi aku tidak suka wanita membangkang sepertimu kali ini. Jika aku tidak bisa melewati gerbang ini maka aku hanya tinggal membunuhmu!" Tanpa berpikir lama lelaki bernama Indra itu segera meluncur ke depan dan menusuk Asih tepat di hulu hatinya dengan pisau yang sudah disiapkan sedari tadi. 

Darah segar segera merembes keluar dari sana. Kemudian dengan tidak sabaran dia menarik pisau itu sehingga luka itu terbuka dan mata Asih melotot merasakan sakit tak terkira.

Jatuh tersungkur ke depan dengan darah yang keluar secara terus menerus, tubuhnya serasa dingin dan telinga berdengung, mata pun mulai memberat. Tak ada suara dan semua berubah menjadi hitam dalam pandangan Asih.

"Bos, apa tidak masalah membunuhnya? Jika bos besar mendengar semua ini dia akan marah." Teman satunya lagi mulai angkat bicara saat melihat mata Asih yang memberat.

Lelaki tadi menjilat belati yang berlumuran darah, dia tersenyum miring saat mendengar itu.

"Clayton tidak akan marah justru akan berterima kasih kepadaku. Asih memang temanku sejak kecil, tapi dia cukup merepotkan aku sudah cukup puas bermain dengannya, lebih baik aku membunuhnya sebelum membocorkan semuanya. Dia pantas mati." Indra pun menendang Asih sehingga telentang darah masih terus keluar.

"Tidurlah dengan damai, Ratna Asih Wulandari. Aku akan memberitahukan satu hal yang jelas, aku juga yang membunuh keluargamu saat itu. Kali ini kau juga terbunuh olehku, keluarga kalian pantas untuk berakhir semua di tanganku." Indra tersenyum puas melihat darah yang terus merembes keluar dari luka tusukannya.

***

Anya tersenyum lebar saat melihat cahaya yang keluar, bayangan ia disiksa di tempat yang gelap pun menghilang. Ia sudah berlari sangat lama ia sangat lelah dan harus mencari bantuan untuk menghubungi seseorang di kertas yang ditulis oleh Asih.

Anak kecil tetaplah anak kecil yang tidak tahu cara menyeberang dengan benar. Setelah sampai di jalan raya dan banyaknya mobil berseliweran di sana ia terus berlari mencari orang yang mau menolongnya.

Anya berlari di pinggir jalan dan tak memperhatikan tempat sekitar, ia terlalu senang. Hingga akhirnya sebuah mobil melaju dengan kecepatan penuh datang dari belakang Anya. Kejadian itu tak lagi dapat dihindarkan.

Meski mobil itu sudah membanting stir, tetap saja Anya terkena dampak dari tabrakan itu. Ia terkena belakang mobil yang membanting stir tadi dan terpental cukup jauh.

Semua orang berkerumun melihat apa yang terjadi. Wajah Anya juga rusak akibat terkena aspal dan benturan keras membuat darah tak berhenti keluar dari kepalanya.

Balas Dendam (COMPLETED) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang