Sesuai dengan perkataan Soraya dia datang ke rumah besar keluarga Rahardian seperti perkataan Aditya. Soraya sedikit gugup dan takut bahwa dirinya akan membuat kesalahan saat akan memberikan pembalasan dari sikap yang telah diberikan oleh keluarga besar itu.
Sejauh dia menjadi menantu keluarga Rahardian dia tidak tahu dengan jelas seluk beluk keluarga itu, dia hanya tahu bahwa Aditya adalah putra tunggal tidak memiliki saudara atau semacamnya.
Dengan langkah anggun Soraya berjalan memasuki rumah yang sudah lama tidak dia masuki tersebut. Semua tatanan masih ada di tempat yang sama, sapu yang digunakan untuk memilikinya juga masih berada di tempatnya, kayu yang digunakan untuk memukul kepala waktu itu sudah tidak ada.
"Cih, ada beberapa yang tidak ada di tempatnya," bisik Soraya.
"Ah, kau sudah datang, Soraya. Maaf aku tidak menyadarinya, mari duduk dulu." Aditya begitu ramah menyapa dan menuntut Soraya agar duduk di ruang tamu.
Soraya melepas tangan Aditya dengan keras saat mereka hampir sampai di sofa. "Tuan, tolong jaga tangan Anda agar tidak menyentuh saya seinci pun. Tuan sudah memiliki tunangan dan aku juga sudah memiliki tunangan, sangat tidak bagus bila ada yang salah paham."
Soraya duduk di sofa tanpa disuruh, dia masih memperhatikan sekitar, biasanya akan ada beberapa pelayan yang datang untuk menawarkan minuman. Namun, kali ini rumah mewah ini begitu sepi pelayan, hanya terdengar suara seseorang sedang membuat makanan di dapur.
"Aku haus, katakan kepada pelayan bahwa ada tamu yang menginginkan minuman." Soraya berucap dengan angkuh.
"Ah, baik. Aku akan mengambilkanmu minuman." Aditya hendak pergi. Namun, Soraya segera menahan saat mendengar perkataan Aditya.
"Tunggu dulu. Apa maksudmu?" Soraya mengerutkan kening.
"Aku akan mengambilkanmu minuman, kamu adalah tamu, sebagai tamu harus dijamu agar mereka puas. Karena masalah keuangan kami memberhentikan semua pelayan dan mengurus rumah sendiri." Aditya menjelaskan apa yang terjadi di rumah besar ini.
Soraya tertegun dan hampir saja matanya melompat keluar saat mendengar itu. Melihat reaksi dari Soraya Aditya hampir saja tersenyum saat tidak mendengar tawa keras dari Soraya.
"Hahahaha, keluarga Rahardian mengalami krisis seperti ini? Sungguh sesuatu yang mengejutkan. Lalu apalagi yang terjadi, aku sungguh ingin mendengarnya." Soraya mengejek dengan wajah sombong miliknya.
Aditya mengetatkan kepalannya saat mendengar ejekan dari Soraya, dia tidak tahu apa tujuan Soraya datang ke sini, hanya saja dia berpikir Soraya mungkin akan kembali kepada keluarga mereka atau datang dengan skenario terburuk menjatuhkan keluarga Rahardian menjadi titik terendah.
"Tidak ada. Sebentar lagi kami pasti akan bangkit kembali, maaf mengecewakanmu."
Soraya menghentikan tawanya dan mengibaskan tangan tanda bahwa tidak peduli lagi. "Aku tidak peduli dengan kebangkitan keluarga Rahardian nantinya. Yang aku pedulikan adalah aku ingin meminta harta gana-gini antara kita selama pernikahan ini. Aku menginginkan uang bagianku juga." Sorot mata mengejek Soraya berubah menjadi serius saat mengatakan itu.
"Aku akan mengambilkan minuman untukmu. Kita bicarakan itu nanti saja tidak baik membiarkan seorang tamu merasa kehausan." Terlihat jelas bahwa Aditya sangat emosi dengan kedatangan Soraya kali ini.
Soraya tersenyum setelah mengingat kembali apa yang terjadi baru saja. Apa yang terjadi saat ini tidak bisa menghentikan senyuman di wajah, setidaknya harta yang akan dia dapat dari Aditya nanti bernilai puluhan juta jika bukan ratusan juga. Itu akan cukup untuk membiayai hidupnya usai putus kontrak antara Soraya dan Jack.
"Keluarganya ini sudah hampir berantakan, tapi perusahaan masihlah stabil, tidak lama mereka pasti akan segera bangkit kembali. Namun, dengan aku meminta harta gana-gini maka keuangan mereka pasti akan semakin tertekan lebih lama lagi, masih bisa menciptakan peluang bagi JN untuk menyerang RH." Soraya bergumam membayangkan apa yang terjadi.
Di saat seperti ini Soraya ingin mengetahui masa depan, jika dirinya bisa melihat masa depan maka semua permasalahan akan mudah diatasi dan tidak ada salah langkah lagi. Dulu dirinya begitu bodoh dan salah langkah dengan menerima pernikahan dengan Aditya, tetapi kali ini dia tidak ingin salah langkah lagi.
Makan malam akhirnya siap, Soraya tidak kembali mengungkit masalah yang dia katakan dengan Aditya. Soraya tersenyum saat melihat Meri yang hampir duduk.
"Ibu, apa ini makanan yang sama dengan yang dulu?" tanya Soraya sambil menunjukkan ikan yang baru saja dia ambil.
"Benar sekali, aku memasaknya dengan hati-hati," jawabnya dengan bangga.
"Rasanya aneh, seperti ada tanah. Apa makanan seperti ini masih pantas disebut sebagai makanan? Apa keluarga Rahardian sudah benar-benar jatuh sehingga memilih ikan saja tidak bisa. Kalian bisa meminta uang kepadaku jika kalian tidak memiliki uang, setidaknya jika dua ratus ribu aku masih bisa memberikan uang kepada kalian," ejek Soraya sembari meletakkan kembali ikan yang dia ambil tadi. Aditya juga Meri hanya mampu untuk diam dan menahan amarah karena sikap Soraya kali ini.
Tangan Soraya beralih kepada kari yang terlihat lezat, dia mencicipi sedikit dan mengambil tisu untuk mengelap mulutnya. Dia berdiri dan tiba-tiba meyiramkan ke arah Meri.
"Makanan apa ini! Kalian ingin membunuhku dengan makanan panas seperti ini?!" murka Soraya sembari berdiri.
'Brak!' Aditya menggebrak meja saat melihat itu dia menatap murka ke arah Soraya. "Sudah cukup kau menghina keluarga kami selama ini!"
"Panas, ini panas sekali." Meri terduduk di lantai saat kuah dari kari sudah meresap ke dalam baju merintih kesakitan saat merasakan panasnya kari yang baru saja selesai dimasak disiram begitu saja ke tubuh kita.
"Ibu, ayo kita cepat ke kamar mandi dan ganti bajumu." Aditya terlihat khawatir melihat Meri yang terduduk menangis merasakan kulitnya yang terkena kuah tadi.
"Apa itu sakit, Ibu?" tanya Soraya mendekat dengan membawa air putih.
Soraya menyiram Meri dari atas kepala dan tersenyum puas. Melihat kelakuan itu Aditya benar-benar marah dan mendorong Soraya hingga terjatuh.
"Menjauh dari ibuku wanita kejam!" teriak Aditya murka.
Melihat itu Soraya tersenyum puas. Meri benar-benar melepas bajunya begitu saja, tubuh setengah telanjang terpampang di hadapannya. Kulit putih yang memerah saat terkana panasnya kari yang panas. Bangkit dan tersenyum puas.
"Bagaimana Ibu. Apa Ibu sudah tidak merasakan panas lagi? Maafkan aku sudah menyiram Ibu begitu saja." Soraya memasang wajah iba dan bangkit dari jatuhnya.
Meri menatap Soraya dengan tatapan penuh amarah dan kebencian air mata masih mengalir di kedua mata wanita tua itu. "Berhentilah memasang wajah memuakkan seperti itu. Kali ini aku akan membunuhmu!" Meri bangkit dan mengambil sendok garpu di meja.
"Ibu, apa maksud Ibu aku tidak mengerti." Soraya mundur saat Meri berjalan mendekat dengan bertelanjang dada hanya menggunakan bra saja.
"Aditya pegang wanita kurang ajar ini. Hari ini kita akan membunuhnya, berani sekali dia menghina aku begini," perintah Meri.
Aditya menurut dia hendak memegang Soraya. Namun, semua itu tidak kalah cepat dengan Soraya yang sudah mengambil vas bunga yang berada tidak jauh dari jangkauannya. Melempar vas itu tepat ke kepala Aditya dan menimbulkan darah yang keluar dengan deras.
"Apa yang terjadi ini?" Suara seorang lelaki yang baru saja datang dan melihat kekacauan di ruang makan.
Semua pasang mata menatap ke arah orang yang baru saja datang.
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK.
Hari ini double up, kemarin mau up gak bisa soalnya eror.
Semoga suka.
Salam sayang
Author L4 Desember 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Balas Dendam (COMPLETED) ✓
Romance(Cerita ini sudah ending, jangan lupa follow dan jangan lupa juga dukungannya) Ketika sahabat terbaik mulai merebut suami tercinta dan membunuh anak yang baru berada di dalam kandungan. Siapa pun pasti akan merasakan amarah yang tidak terkira. Begi...