Keesokan hari Soraya benar-benar menepati janjinya dengan Ingglid, usai pergi ke kantor pertanahan Soraya berpamitan akan pergi lebih dulu untuk menemui seseorang.
Dengan terengah-engah Soraya sampai di tempat yang dijanjikan. Benar saja, mobil milik Ingglid sudah berada di sana. Ingglid membuka pintu saat Soraya sampai dengan terengah di samping mobilnya.
Meski dia selalu bertanya-tanya kenapa Soraya memakai pakaian tertutup seperti itu. Namun, tak urung dia menutup mulut karena takut menyinggung wanita itu.
"Kau sudah datang, ya. Aku pikir kau tidak akan datang," sapa Ingglid saat dia turun dari mobil untuk menyambut Soraya.
"Tadi ada urusan sebentar. Maaf membuat Anda menunggu, Nyonya." Soraya berdiri tegak meski masih terengah-engah karena berlari begitu jauh.
"Tidak masalah. Kamu datang pun aku sudah senang. Kemarin kamu sudah menolongku, seorang penolong adalah dewa dan dia harus diperlakukan dengan baik. Ayo, aku akan mentraktirmu makan kali ini."
Ingglid meski sudah berumur dia masih mampu mengendarai mobilnya seorang diri. Apa tidak masalah orang yang sudah tua sepertinya mengendarai mobil seorang diri?
"Kamu suka makanan apa?" tanya Ingglid saat mereka sudah berada di jalanan yang ramai.
"Aku tidak pernah memilih makanan, Nyonya. Anda tidak perlu khawatir, hanya saja aku memiliki alergi kepada seledri." Soraya berucap dengan sopan.
Membicarakan tentang seledri, Soraya mengingat tentang kejadian yang hampir merenggut nyawanya saat masih berada di rumah keluarga Adiyasa.
"Makan dan minum ini!" Seorang wanita memberikan tiga lembar daun seledri dan nasi tiga suap lalu satu gelas jus daun seledri.
"Ibu, aku tidak memakan seledri." Soraya mencoba menjelaskan apa yang dia rasakan saat itu.
"Heh? Tidak makan seledri? Baiklah kalau begitu. April dan Erlin pegangi kepalanya dan mulutnya dengan paksa!"
Gadis yang disebut April dan Erlin itu pun menurut menurut memegang kepala dan membuka mulut Soraya dengan paksa. Air mata Soraya luruh saat tidak memiliki kekuatan untuk memberontak.
April sendiri adalah adik tiri dari Soraya sedangkan Erlin adalah pembantu yang usianya jauh di atas Soraya kecil.
Melihat semua itu ibu tiri Soraya tersenyum puas, dengan paksa dia memasukkan jus seledri dan mengisyaratkan agar melepas Soraya yang sudah berlinang air mata.
"Makan nasi itu dan habiskan! Jika tidak jangan salahkan aku jika aku menyiksamu! Aku tinggal dulu, ayo Erlin, April." Dengan sombong wanita tadi meninggalkan Soraya yang masih menangis.
Beberapa menit kemudian Soraya meringkuk, semua badannya terasa kaku dan gatal, napas juga terasa susah hingga semua gelap.
Saat terbangun pun dia sudah berada di rumah sakit dan menerima perawatan karena alergi yang sudah parah. Ibu tirinya pun tidak meminta maaf atau semacamnya, Cristiano juga begitu.
Mengingat itu amarah Soraya meningkat orang lain bisa merasakan iba kepadanya, sedangkan orang terdekat tidak peduli sama sekali, kini datang orang baru yang begitu perhatian kepadanya.
"Ada apa? Kenapa melamun?" Suara lembut dari Ingglid membuat Soraya tersadar dan menggeleng.
"Tidak ada, Nyonya. Terima kasih sudah mau mentraktirku makan siang kali ini. Suatu saat aku janji akan mentraktir Nyonya."
Mobil Ingglid berhenti di sebuah restoran Itali. Mereka turun setelah memarkirkan mobil. Tanpa malu Ingglid menggandeng Soraya memasuki restoran. Banyak pasang mata yang memperhatikan dua orang beda generasi itu.
"Nyonya, kita akan makan di sini?" Soraya memperhatikan sekitar dengan tatapan was-was. Ramai dan pengunjung terlihat orang yang kaya.
"Tentu saja. Lain kali aku akan mengajakmu makan di rumahku dan mengenalkan kepada anakku. Dia pasti juga akan tertarik kepadamu."
Mengenalkan? Tubuh Soraya membeku, selama beberapa minggu ini dia tidak pernah berpikir bahwa bisa menjalin hubungan baru lagi.
Ingglid membawa Soraya memasuki ruangan VIP di sana. "Terima kasih, Nyonya atas tawaran Anda. Untuk saat ini belum kepikiran untuk menjalin sebuah hubungan." Wajah Soraya menjadi suram saat mengatakan itu.
Ingglid yang melihat perubahan wajah Soraya pun menghela napas. Rasanya dia terlalu bersemangat.
"Baiklah. Aku akan memesankan makanan untukmu yang paling enak di restoran ini. Jika tidak suka kamu bisa memesan lagi." Seorang pelayan mendekat saat melihat isyarat dari Ingglid.
"Lasagna dua. Untuk makanan penutup aku ingin tartufo."
Pelayan itu mencatat dan segera undur diri. Ingglid menatap Soraya yang berdiam diri sedari tadi. "Kamu tahu, lasagna di sini sangat nikmat. Sangat cocok untuk pecinta keju sepertiku. Kejunya yang banyak, daging yang sedap. Semua terasa nikmat saat menyentuh mulut." Ingglid terus-terusan berbicara untuk membuat Soraya berbicara juga.
"Ya, meski setelah aku makan semua itu pasti akan dimarahi oleh anak dan suamiku karena kadar gula akan naik dan kolesterol milikku akan naik." Ingglid menyengir di akhir kalimat.
"Nyonya tidak boleh begitu. Itu sangat tidak baik untuk kesehatan."
Setelah itu mereka sibuk untuk bercanda satu sama lain. Meski sudah banyak bicara dia tetap berbicara dengan kaku. Berulang kali juga Ingglid berkata untuk memanggil tante atau semacamnya.
👻👻👻
Di lain tempat Jack menatap ponsel yang baru dia beli tadi. "Semoga dia tidak menolak kali ini. Tadi buru-buru sekali pergi," keluh Jack saat dia memeriksa dokumen dan melirik kotak ponsel di samping dokumen.
Jack mengambil ponsel miliknya. Ini sudah jam makan siang. Sudah pasti ibunya akan menunggu telepon darinya. Menghubungi sang ibunda yang tercinta itu dilakukan oleh Jack saat ini.
"Halo, Ibu."
"Ibu sudah menunggu teleponmu sedari tadi."
Jack menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia terlalu sibuk dan sedikit lupa untuk menghubungi ibunya.
"Maafkan aku, Ibu. Aku sedang sibuk mengurus sesuatu. Sekarang sudah makan?"
"Ya, aku sedang berada di restoran Italia, jangan khawatir aku pasti tidak akan membuat kolesterol dan gula darahku naik."
Napas berat dikeluarkan oleh Jack, ibunya selalu begitu. Mengatakan tidak akan membuat semua itu naik. Namun, semua yang terjadi justru sebaliknya.
"Baiklah, terserah saja. Jika sampai naik jangan salahkan aku jika membuat Ibu mendekam terus di dalam rumah selama satu bulan."
"Kamu benar-benar tidak romantis sama sekali. Aku kesal kepadamu!"
"Aku hanya ingin yang terbaik untuk Ibu. Apa itu salah?" Jack terdiam saat mendengar suara seorang wanita lain. Kemudian kembali berbicara, "Ibu sedang dengan siapa?"
"Oh, itu aku sedang dengan seorang gadis yang menolongku tempo hari. Kau mau aku kenalkan dengan dia?"
Wajah Jack berubah menjadi masam saat mendengar itu. "Tidak perlu. Aku sudah memiliki seseorang sendiri. Ibu tidak perlu repot-repot untuk mengenalkanku padanya."
"Baiklah, Ibu akan melanjutkan makan. Jangan lupa makan siangmu juga."
Sambungan di antara meeeka terputus. Jack menghela napas menatap ponselnya yang saat ini sudah gelap.
"Dia ke mana? Ini sudah tujuh hari, dia tidak pernah ada kabar lagi." Jack menyandarkan dirinya di kursi miliknya dan menutup mata dengan lengannya, merasa lelah dengan keadaan yang seperti ini.
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK
Semoga suka
Salam sayang
Author L9 November 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Balas Dendam (COMPLETED) ✓
Romance(Cerita ini sudah ending, jangan lupa follow dan jangan lupa juga dukungannya) Ketika sahabat terbaik mulai merebut suami tercinta dan membunuh anak yang baru berada di dalam kandungan. Siapa pun pasti akan merasakan amarah yang tidak terkira. Begi...