Bagian 10 || Mari Berteman!

47 14 10
                                    

********


"Yang harus kita putuskan adalah apa yang harus dilakukan dengan waktu yang diberikan kepada kita". - Gandalf

__________________________


"Lo itu ... terlalu bodoh!"

Charlie yang awalnya menunduk lesu sekarang telah mengangkat kepalanya dengan sempurna setelah cewek bengis di hadapannya ini berujar seenak jidat. Ia memandang tak suka pada Ribi.

"Lama-lama mulut lo gue bom sumpah! Enggak lihat apa gue lagi sedih?!" racaunya sembari mengusap bawah matanya, pura-pura menangis.

Ribi memicingkan matanya. "Lo, 'kan emang bodoh?"

Charlie berdecak sebal. Aish! Cewek bengis ini sepertinya menguji kesabarannya. Ia menegakkan tubuhnya. "Tapi gue butuh temen curhat—”

"Tapi gue bukan teman lo, Charlie!" sela Ribi dengan cepat, membuat Charlie terpaku.

Pada akhirnya Charlie pun hanya diam sembari menatap lalu lalang kendaraan melalui jendela di sampingnya. Karena berdebat dengan perempuan itu tidak akan ada habisnya, apalagi berdebat dengan betina modelan seperti Ribi. Lebih baik diam dan mengalah daripada nanti dimakan si singa bengis.

Charlie kembali menatap Ribi. Ia menggaruk keningnya yang tak gatal. Detik berikutnya, tangan kekarnya tiba-tiba saja mengulur dengan sendirinya. "Kalau gitu mari berteman!"

Sementara Ribi hanya menghela nafas lelah. Merasa sangat bosan dengan celotehan si sinting ini. "Kalau gue enggak mau?"

Charlie berdecak kesal. "Cepetan jabat tangan mulus gue ini! Capek nih!"

Ribi tak merespon. Cewek berambut sebahu itu malah asik mengotak-atik ponsel miliknya dan tersenyum bersamaan dengan bunyi notifikasi. Membuat Charlie dongkol setengah mati.

Dengan gerakan kasar cowok itu menarik tangan mungil Ribi dan menautkannya di jemarinya sendiri. "Deal!"

"Curang lo!" sungut Ribi kesal.

Charlie memeletkan lidahnya. "Bodo amat! Sekarang mana nomor whatsapp lo? Sekalian follow Instagram gue."

Terpaksa, Ribi menyodorkan ponselnya pada Charlie. Bukan apa, tapi ini dilakukan karena ia jengah dengan congor cowok itu yang terus berceloteh. Lebih baik dia menyelesaikan ini dengan segera. Dan percuma saja kalau dirinya menolak. Si sinting ini pasti akan menerornya.



💰💰💰


Setiap hari Rabu dan Jum'at, pukul dua siang, Ribi selalu berangkat ke sebuah gedung tempat pelatihan bela diri, tepatnya di gedung karate.
Kurang lebih sudah tiga tahun gadis berambut sebahu itu mengabdi di sana setelah perceraian ibu dan ayahnya pada saat dia berumur tiga belas tahun.

Tak dipungkiri, perceraian itu sangat mempengaruhi mental serta batinnya hingga menyebabkan perubahan besar dalam dirinya. Mulai dari sikap, penampilan, cara berbicara, serta berkurangnya simpati terhadap sekitar. Kehidupannya seperti misteri. Ia juga jarang tersenyum dan selalu berlagak sombong.

Dua RiBu | HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang