Bagian 45 || Bukan tempat pelampiasan

5 5 0
                                    







_______________________________



Di depan cermin berukuran persegi panjang, gadis dengan gaya rambut kuncir kuda setengah itu menatap kosong ke depan. Kakinya kembali terkilir. Ini akibat serampangan dan bantingan yang diberikan oleh lawannya kala bertandang tempo lalu sangatlah keras dan penuh tenaga.

Sebenarnya ia sudah memprediksi malapetaka yang akan hadir, namun ia tetap memaksakan diri hanya karena tak ingin dibilang pengecut. Kebetulan waktu lalu keadaannya pun memang tidak terlalu fit jadilah dia tumbang di babak ke dua.

Ribi terkekeh melihat wajahnya di cermin. "Ternyata elo itu lebih dari pengecut," decaknya sembari menatap wajahnya yang menyedihkan itu lalu melangkah tertatih-tatih menuju dapur untuk sarapan pagi.

Netranya menyapu ke setiap sisi dapur yang tampak sunyi. Tak ada bau racikan kopi yang dibuat Randy kala matahari baru memunculkan atensinya disertai omelan dari Anita, tak ada berkas yang tergeletak asal di atas meja makan, tak ada rubik yang dimainkan oleh Beni sebelum makan serta tak ada lagi obrolan ringan dan pertengkaran kecil di pagi hari.

Ribi menarik kursi dan duduk di atasnya. Ia menelungkupkan kepala di antara kedua tangannya. Seketika rasa lapar menguap begitu saja.

Perasaan rindu bercampur jengkel mendobrak hatinya, menciptakan sesak di dada disertai tenggorokannya kian tercekat. Ia nyaris mengeluarkan air mata sebelum gedoran pintu mengalihkan atensinya.

"WOI RIBI! BUKA PINTUNYA DODOL!!"

Menghela napas dan memejamkan mata sejenak untuk menetralkan emosi, Ribi melangkah sedikit demi sedikit ke arah pintu dan segera membukanya.

"WOI CEWEK KAMPRET—" Charlie menghentikan teriakannya kala kepalan tangan yang digunakan untuk menggedor pintu tak sengaja menimpuk kening Ribi yang baru saja datang.

"Eh? Sorry, Bi. Gue nggak sengaja. Lagian lo digedor-gedor nggak nyahut-nyahut," jelas Charlie sambil cengar-cengir.

Sementara gadis bermata sipit itu menatap malas cowok berponi pinggir yang masih terkekeh dalam diam. "Mau apa lo datang sepagi ini?"

Charlie mendekati wajah Ribi. "Mau jemput kamu...." Ia memonyongkan bibirnya ke depan, berniat menggoda.

Plak

Charlie terjingkat kaget saat tangan kasar Ribi menepuk bibirnya tanpa beban.

"Awsh! Sadis banget sih lo!"

"Pulang sana!" Ribi menggerakkan tangannya, mengkode agar Charlie segera enyah dari pandangannya.

"Lo ngusir gue?" Charlie menatap gadis di depannya dengan serius. Melihat Ribi hanya diam seraya memandang datar, ia berdehem. "Oke, gue pulang," tuturnya sembari berbalik dan melangkah menuju mobilnya.

Ribi terpaku, ia mengerjapkan mata dua kali. Tumben sekali cowok itu tidak memaksa. Netranya memandang ruam biru yang masih setia hinggap di kaki kanannya, kemudian ia menghela napas panjang. Tidak ada jalan selain memilih untuk menebeng dengannya.

"Tunggu!"

Charlie menyeringai dalam diam. "Kenapa? Lo berubah pikiran? Labil banget," ucapnya sembari menahan tawa tanpa membalikkan badan.

"Tunggu beberapa menit lagi. Gue ikut lo."

■■■■■■ ○○○》《°》《○○○ ■■■■■■


Saat sepasang kaki milik Ribi hendak menapak pada aspal hitam di bawah, Charlie menghentikannya.

Dua RiBu | HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang