Bagian 22 || Bersembunyi

6 8 1
                                    




________________________




Tangan Ribi dengan telaten membersihkan luka yang tertempel di pipi Salsa, sesekali memberi tiupan kecil untuknya. Ia sangat hati-hati dalam melakukannya.

Netranya melirik Salsa yang sedari tadi memperhatikan gerak-geriknya. Gadis manja itu terus mengumbar senyumnya. "Kenapa senyum-senyum lo?" ucapnya setelah tak tahan melihat Salsa terus-menerus tersenyum.

Salsa menggeleng. Bibirnya masih setia melengkung ke atas. "Gak papa, Bi. Gue cuma terharu pas lo ngakuin gue sebagai temen lo. Nggak nyangka banget." Ia mengibas-ibaskan tangan ke wajahnya, seperti tengah menahan tangis.

Ribi berdecak, lantas menoyor kepala Salsa keras. "Lebay lo."

"Elo mah sukanya noyor kepala gue!" decak Salsa. Detik selanjutnya, ia kembali tersenyum cerah. "Eh btw nasib muka Vema gimana, ya? Gila sih lo berani banget jepret karet gelang ke mukanya. Pasti rasanya sakit banget. Tapi lo keren, Bi! Bisa-bisanya lo jepret tepat sasaran! Makin bangga gue sama lo."

Ribi mendaratkan tubuhnya di samping Salsa setelah selesai mengobati pipi gadis itu. Ia melirik kapas dan hansaplast yang telah terpasang di pipi Salsa. "Urusin muka lo dulu!"

Luka di pipi Salsa memang tak parah, namun luka tersebut pasti mengganggu aktivitasnya. Apalagi perempuan selalu mengutamakan wajah di atas segalanya.

"Gak papa, Bi. Nanti gue suruh Rahayu buat ngurusin ini muka."

BRAK

Suara pintu yang dibuka kencang oleh seorang membuat keduanya berjinjit kaget. Salsa membolakan matanya begitu tahu siapa pelakunya, sedangkan Ribi malah memalingkan muka.

Di sana, Belfan berdiri di ambang pintu dengan raut wajah yang mengeras, lehernya memunculkan otot-otot, menggambarkan bahwa pria itu tengah menahan amarahnya.

Salsa berdehem untuk menghilangkan kecanggungan. Tangan kanannya terangkat, hendak menyapa kehadiran Belfan. "H-hai kak Bel...." Perkataannya terhenti begitu melihat Belfan yang langsung memeluk Ribi dengan kencang.

Perlakuan kakak kelasnya itu membuat Salsa bergeming, menciptakan keheningan untuk beberapa saat, sebelum Belfan mengucapkan hal yang tidak Salsa duga.

"Maaf, El. Gue kangen lo, Elisa ...."

💰💰💰

Ribi langsung menyambar ransel hitamnya begitu bel pulang berbunyi nyaring. Ia memang sudah siap siaga sebelum bel pulang tersebut dibunyikan. Sore ini Ribi harus berangkat ke gedung karate. Karena pekerjaan rumahnya banyak, jadi dia harus cepat-cepat pulang untuk menyelesaikannya.

Salsa mendongak setelah menyadari bangku di sampingnya kosong. Segera ia memungut tempat pensilnya lantas menaruhnya dalam tas. "Eh Bi! Kenapa buru-buru banget? Mau karate, 'kan? Ikut dong!"

Jangan tanya mengapa Salsa bisa berada di bangku Ribi. Semenjak mengklaim sebagai temannya, gadis manja itu merengek memintanya untuk duduk bersamanya. Salsa mengajaknya untuk duduk di kursinya, namun ia tolak karena rasanya tak nyaman bila duduk di barisan ketiga, alhasil Salsalah yang mengalah untuk ikut duduk bersama Ribi di barisan paling belakang pojok.

Oh ya, satu lagi. Kini Salsa juga paham dengan jadwal kegiatan Ribi. Ia bertanya banyak hal tentangnya. Jadi, jangan heran bila Salsa tahu semua aktivitasnya.

Ribi berangsur mengangguk. Ia melirik jam yang tertempel di dinding. "Gue cuma butuh sepuluh menit untuk sampai ke rumah."

Salsa mengangguk setelah menggendong ranselnya. Ia melirik jam tangan yang bercorak hello kitty. "Si botak sebentar lagi nyampe. Tenang aja, lo pulang sama gue."

💰💰💰


"Ya ampun, Bi! Capekkk banget tahu?!" Salsa memijit kakinya yang sudah selonjoran di sofa kecil.

"Siapa suruh ngikut?" Ribi membalas setelah menaruh gelas yang berisi sirup jeruk di meja.

Salsa meregangkan otot-ototnya yang terasa pegal. Ia tak menyangka bila Ribi memperlakukannya seperti babu. Ia kira, ia hanya akan menemani Ribi selama karate saja, namun gadis bermata sipit itu menyuruhnya untuk mencuci piring dan menyapu lantai. Waw, fantastis! Ribi benar-benar teman yang sangat baik.

"Gue kalo di rumah cuma rebahan doang. Di sini malah dijadiin babu sama lo. Gue nggak bisa lihat reaksi mama setelah tahu kalau gue habis nyuci piring sama nyapu lantai." Salsa menegak habis sirup jeruk yang telah tersaji. "Lo cuma kasih sirup jeruk buat gue, Bi?! Astaga, harusnya lo kasih cemilan kek apa kek. Gue udah kerahin seluruh tenaga gue buat beberes kosan lo lho!" sungutnya tak terima.

"Itu buat pelajaran buat lo, Sal. Kalau kayak gini, lo bisa tahu gimana rasanya jadi anak kos. Masalah minuman, gue cuma punya sirup jeruk itu. Nanti gue beli snack di mini market."

Mata Salsa berbinar setelah mendengar kalimat akhir yang diucapkan Ribi. "Lo mau tlaktir gue?"

Ribi menggeleng sembari terkekeh pelan. "Enggak. Gue beli buat diri sendiri nanti."

Salsa berdecak. Emang agak menyebalkan ketika berteman dengan cewek medit. Detik selanjutnya, ia teringat dengan kejadian sewaktu di UKS tadi. Di mana Belfan---kakak kelasnya yang menyandang gelar bongkahan es berjalan itu tiba-tiba memeluk Ribi. "Ada hubungan apa lo sama kak Belfan, Bi?"

Ribi menoleh sekilas. Meneguk sirupnya terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan tersebut. "Temen kecil doang kok."

Salsa berpindah tempat ke samping Ribi. Ia lumayan tertarik dengan topik kali ini. "Kok gue nggak ngerti sih? Lo sengaja ya ngumpetin--"

"Ribi? Assalammu'alaikum! Woy Ribi! Lo ada di dalam rumah, 'kan?"

Kedua gadis itu kompak menoleh ke arah pintu yang digedor keras oleh seseorang.

"Siapa, sih yang gedor-gedor pintu?" Salsa menggerutu kesal. Karena tamu sialan itu mengakibatkan ucapannya terpotong.

"Paling Jenna." Ribi yang hendak bangkit dari duduknya terurung saat tangan Salsa menghentikan pergerakannya. Ia menaikkan alisnya, seolah bertanya, "kenapa?"

"Jenna siapa? Kayaknya nama si Jenna-Jenna itu agak familiar deh."

Ribi duduk kembali, menghiraukan gedoran pintu yang semakin menjadi. "Jenna itu temen karate gue."

"Temen lo? Wait-wait!" Salsa memegangi kepalanya, berusaha mengingat sesuatu. "Lo anak karate Xiever?" tanyanya yang langsung diangguki oleh Ribi.

"OMO!! OMO!!! INI NGGAK MUNGKIN?! GAK BISA-GAK BISA!!!"

Ribi berdecak sebal. "Apaan sih lo nggak jelas banget. Gue mau buka pintu. Nanti pintu gue keburu lepas."

Lagi, tangan Salsa membuat pergerakan terhenti, membuat Ribi menghembuskan napasnya kasar. "Apa lagi, sih?!"

Salsa kelabakan. Matanya memencar kesana kemari. Ia tengah memikirkan tempat persembunyian. "Gue mau ke toilet dulu. Jangan beritahu Jengkol kalau ada gue di sini, ok?" Salsa langsung berlari ke arah bilik kecil tanpa menunggu respon Ribi.

Ribi menatap kepergian Salsa dengan kening yang berkerut dalam. "Jengkol?" Panggilan dari Salsa yang diberikan untuk Jenna membuatnya berfikir. Apakah Salsa akrab dengan Jenna?

💰💰💰

TBC!

Segitu aja dulu.

Jan lupa vote + commentnya!

Vote dan komen tidak dipungut biaya, 'kan?

Dua RiBu | HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang