Bagian 25 || Tak bisa dijabarkan

16 6 6
                                    

Part ini spesial jadi lumayan panjang.

Kalau gak vote kebangetan nih:))

Eh btw selamat hari raya Idhul Adha kawand!!📢

Happy reading!! Jan jangan lupa vote and komen setidaknya satu biji!!📢📢🤪

________________________________



Dua remaja yang tak pernah akur itu sampai ke rumah si cowok. Dugaan Ribi benar. Alasan mengajari dan menemani Zaskia menggambar hanyalah alibi semata. Nyatanya? Begitu Ribi menapakkan kaki pada rumah nenek Charlie, ia langsung disambut Zaskia yang sedang memegangi sepeda kecil, bukan sedang menenteng buku gambar.

Bocah kecil itu tersenyum lebar. Dia mencagak sepeda pink miliknya lantas menggoyang-goyangkan tangan Ribi. "Main sepada yuk kakak cantik! Kia gak sabar nih mau naik sepeda sama kakak cantik. Ayo kakak cantik! Ayo!"

"Heh bocil! Bentar dulu lah! Kakaknya baru nyampe. Kasih jeda dikit buat dia minum. Kasian tuh mukanya kayak kurangan oksigen." Charlie melirik Ribi yang langsung memberikan tatapan tajamnya.

"MBAK KIKI!! TOLONG AMBILIN AIR DINGIN BUAT TAMUNYA KIA!! CEPETAN!!"

Ribi meringis kecil mendengar teriakan Zaskia yang sangat cempreng. Masih kecil sudah memerintah orang tua saja.

"Ini non." Asisten yang diketahui bernama Kiki itu mengangsurkan segelas air dingin ke arahnya.

Ribi menerima kemudian menegakkan hingga habis. Sejenak ia mengatur napasnya yang memburu. Berada di dalam mobil memang membuatnya sedikit muak. Bukan. Itu bukan kebiasaannya, tapi karena tadi Charlie membawa mobilnya seperti orang kesurupan jadi kepalanya sedikit kliyengan hingga menyebabkan rasa mual.

"Eh Ribi toh? Nenek kira Pelita tadi." Hima tersenyum padanya, lalu mengintruksikan pada Ribi agar mengikutinya. Entah akan dibawa kemana, tapi Ribi hanya bisa mengekori.

Langkahnya terhenti tepat di depan bagasi yang tertutup. Hima memutar kunci dan terbukalah ruang khusus penyimpan kendaraan itu. Ia juga melihat Charlie yang akan memasukkan mobilnya ke dalam bagasi tersebut.

Ribi mengernyit. Jadi tujuan nenek Charlie mengajak ke mari hanya untuk melihat Charlie memasukkan mobilnya ke bagasi? Namun dugaan itu ia enyahkan tatkala melihat Hima tengah mendorong sepeda gunung ke arahnya. Haish, dia hampir lupa kalau Zaskia tadi mengajaknya bersepeda.

"Maafin Zaskia yang selalu ngerepotin kamu, ya? Zaskia kayaknya sayang sama kamu nak Ribi. Dia sangat antusias saat mendengar kamu akan datang," ucap Hima setelah menyenderkan sepeda gunung di dinding.

Ribi menggeleng. Ya walaupun Zaskia sedikit merepotkan, tapi bocah cilik itu selalu bisa membuatnya tersenyum. "Ribi juga sayang sama Kia, Nek." Ucapan itu bukan bualan semata, juga bukan untuk menarik perhatian Hima. Perkataan itu tulus diucapkannya.

"Ya sudah. Hati-hati ya. Kalau mainnya sampai petang, menepi dulu ke mushola. Sholat di sana." Punggung wanita yang lebih sepertiga abad dari umurnya itu menjauh setelah mengatakan demikian.

Ribi bernapas lega. Walau ini kesekian kalinya ia bertemu dengan nenek Charlie, rasanya masih canggung saat berhadapan dengannya. Ia tersentak kaget kala pundaknya ditepuk keras oleh seseorang.

"Gak usah tegang lah. Zaskia udah tunggu di sana tuh." Charlie mengambil dan menuntun sepeda gunungnya ke luar bagasi, namun aktivitas terhenti ketika Ribi mencekal lengannya.

"Eh tunggu! Terus gue gimana? Sepedanya cuma itu doang?"

"Lo sama gue lah!"

Ribi menggaruk hidungnya menggunakan jari telunjuk. "Sama lo? Di mana? Di jari-jari roda gitu?"

Dua RiBu | HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang