Kalau kalian suka sama ini cerita, boleh lah dishare atau rekomendasikan cerita ini ke temen-temen kalian. Biar rame lapak ini. Biar aku nulisnya makin semangat😌
****
____________________________
Mungkin sudah terhitung sepuluh menit Pelita mempertahankan posisinya. Gadis berparas cantik itu terlungkup menghadap ke arah Belfan yang tengah menyandarkan tubuhnya di kursi yang diduduki oleh mereka berdua.
Hening. Mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing tanpa berniat untuk memulai percakapan.
"Gue bukan barang museum yang boleh lo pandang sepuasnya." Belfan melepaskan airpodsnya Matanya yang terpejam berangsur terbuka. Ia berdecak sebal setelah melihat Pelita yang masih memandangnya lekat padahal sudah ditegur olehnya.
"Lo pulang bareng si Charlie, 'kan?" Belfan menegakkan tubuhnya. Tangannya mengambil buku kimia yang tergeletak di dahapannya. Belfan tidak membolos. Ia telah membaca bab dua sesuai yang pak Bambang perintahkan.
Belfan melirik buku paket milik Pelita yang terbuka. Di atasnya terdapat ponsel gadis itu yang terus menampilkan deretan chat. "Kita ke sini buat baca buku."
Pelita tersadarkan. Ia mengerjapkan matanya lucu lantas berdehem pelan. "Belfan? Sejak kapan kamu bangun?"
Belfan menggelengkan kepala. Sepertinya cowok itu tak berniat merespon pertanyaan Pelita. Terbukti, Belfan langsung beranjak dari duduknya sambil menenteng buku kimia tadi.
"Fan!! Tungguin aku!"
Langkah Belfan yang terhenti di daun pintu membuat Pelita ikut henti. Netra hitam milik Belfan memandang tak suka pada meja kantin yang berisikan empat orang. Mereka terlihat tertawa bersama, oh ralat! Hanya tiga orang yang sampai terbahak, sementara satu perempuan berambut pendek hanya merespon sekenanya.
Pelita mengikuti arah pandang Belfan. Begitu menyadari bahwa cowok itu sedang memperhatikan Ribi, Pelita membuang nafasnya kasar. Ia menunduk sedih. "Kamu bisa memposisikan diri, 'kan Fan?" Ia membuang mukanya. "Kamu bisa nggak sih kasih atensi ke aku sepenuhnya?"
Pelita semakin merasa tersisih setelah melihat Belfan hanya diam membisu, tak merespon keluhannya. "Fan kamu dengerin aku nggak sih?"
Belfan menoleh cepat, mengalihkan atensinya pada Pelita. "Ya? Bisa lo ulangin lagi perkataan lo tadi?"
"Nggak jadi," balasnya sembari berlalu pergi dari hadapan Belfan.
💰💰💰
Salsa mengeluarkan berbagai macam makanan kering yang dibungkus standing pouch. Saat ini, gadis itu sibuk membagikan makananya pada siswa-siswi yang berada di kantin, entah itu siapa, Salsa akan memberinya.
"Ini buat kalian khusus! Gue bawa basreng, baso aci, petol gila, cuanki, bajigar sama seblak kering," seru Salsa sembari membagikan makanan kering itu pada ketiga temannya yang saat ini tengah duduk melingkar di meja yang sama.
Ridwan mengecap lidahnya keras. "Bau-baunya ada anak Sultan yang udah bosen liat duit berceceran di lantai."
Ketika tangan Ridwan dan Charlie telah siap mencomot sebungkus cuanki di meja, tangan mereka ditepis oleh sang majikan.
"Heh! Enak banget main ambil-ambil aja! Cuanki itu khusus buat Ribi. Lo berdua dapet jatah pentolnya! Tapi harus dibagi!" Salsa mendorong tempat makan yang berisi pentol pada keduanya.
Ridwan dan Charlie menerima. Namun, setelah melihat jumlah butir pentolnya, Ridwan berdecak sebal. "Cuma tiga biji lo suruh kita bagi? Lo kasih makan manusia apa tikus?"
Salsa nyengir. "Tadi di dalam mobil gue laper, jadinya ambil pentolnya dua hehehe." Ia melongok tempat makan yang berisi pentol tersebut dan tersenyum malu. "Dipotong jadi dua aja. Biar adil."
Ribi yang sedari tadi hanya melihat perseteruan kecil di antara mereka hanya bisa diam memperhatikan. Mungkin ini akan menjadi aktivitas tambahan untuknya, yaitu melihat pertengkaran ketiga remaja di hadapannya.
"Baso aci, cuanki sama bajigarnya diseduh pake air hangat dulu." Tiba-tiba Salsa mengeluarkan termos portable dari dalam tasnya dan menaruhnya di atas meja.
Ridwan yang tengah mengiris pentol langsung berdecak kagum begitu melihat Salsa menenteng termos di udara. "Buset! Mau piknik lo? Sekalian noh bawa panci sama wajan, buat masak air di sini buat ngeringanin beban ibu kantin," ledeknya.
"Diem lo, kak!"
"Eh btw Pelita di mana, ya? Biasanya sama lo?" Ridwan menatap Charlie yang sedang memainkan ponselnya. Namun setelah mendengar pertanyaannya, Charlie langsung melempar ponselnya di atas meja.
"Dari tadi gue chat gak dibales. Ternyata dia lagi sama Belfan di perpustakaan. Sebel gue. Dia suka lupa kalo udah sama si Belfan."
Ribi mengangkat kepalanya setelah nama sahabatnya disebut. Sudah seminggu lebih dirinya dan Belfan tak saling sapa. Namun dia dan Belfan selalu menatap satu sama lain bila bertemu. Lucu, mungkin mereka bertegur sapa melalui tatapan mata.
Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Semua orang sedang sibuk memakan makanan yang diberikan Salsa tadi. Kebaikan gadis itu semakin membuatnya yakin bila Salsa tidaklah sama dengan perempuan-perempuan lain di luar sana. Dia aneh. Tapi karena sifatnya yang konyol dan anehnya, dia dapat membuatnya merasa terhibur.
Ya, Salsa adalah orang kedua yang menjadi penghibur setelah ... Belfan.
Begitu kepalanya menoleh ke kiri, tatatapan Ribi berubah tajam. Di sana ada Belfan yang tengah berdiri di daun pintu sembari menatapnya juga. Dan ada Pelita yang tampak bersungut-sungut, entah karena apa.
Ribi menyadari tatapan Belfan yang berubah sendu. Ia tahu. Pasti cowok itu tengah bimbang. Dia telah menghinanya. Ribipun masih tak menyangka pada Belfan yang dengan mudahnya melempar cacian seperti itu.
Sedetik kemudian, Ribi langsung membuang muka. Ia sudah tak marah lagi, namun rasa kecewa masih melekat di hatinya. Itu mungkin masalah sepele bagi dirinya. Tetapi entah mengapa dia masih sungkan jika melihat Belfan berada di sisinya.
Akankah Belfan menghilangkan egonya dan meminta maaf kepadanya? Atau sebaliknya?
Biarlah seperti ini dulu. Lagipula ini bukan masalah besar. Saat ini dia hanya akan menunggu permintaan maaf darinya.
"Heh gue bagi bajingannya dong!"
"ITU BAJIGAR RIDWAN!!! BUKAN BAJINGAN!!!"
💰💰💰
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua RiBu | Hiatus
Teen Fiction⚠️ 𝐀𝐩𝐫𝐞𝐬𝐢𝐚𝐬𝐢 𝐤𝐚𝐫𝐲𝐚 𝐢𝐧𝐢 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐜𝐚𝐫𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐞𝐫𝐢 𝐯𝐨𝐭𝐞 + 𝐜𝐨𝐦𝐦𝐞𝐧𝐭 𝐝𝐢 𝐬𝐞𝐭𝐢𝐚𝐩 𝐩𝐚𝐫𝐭 ⚠️ [ Cover by Pinterest ] Menceritakan tentang kisah cinta keempat remaja yang begitu liku-liku. Mereka memilih untuk...