Bagian 37 || Menyiapkan segalanya

5 5 4
                                    













_______________________________







Hari ini langit tampak mendung, diganti dengan awan hitam yang membentang di atasnya. Mentari bersembunyi entah di mana. Para laba-laba mulai meninggalkan sarangnya. Kawanan burung terbang rendah dan berputar-putar pada titik tertentu.

Alam di sekitar seolah tengah bersedih hati, kontras dengan manusia berjenis kelamin laki-laki yang tengah berjalan santai sembari menjinjing kresek putih besar di tangan kanannya. Hatinya riang gembira. Sesekali senyum tergambar di wajahnya.

Dia berjalan menyusuri lorong gedung karate. Melewati beberapa orang-orang yang sedang berlatih ketangkasan juga yang sedang beradu di atas matras.

Cowok dengan handband yang melingkar pada kepala itu duduk santai di atas kursi semen putih, menempatkan kresek di sampingnya. Terdengar beberapa seruan yang mengarah padanya.

"Anak mana dia? Kok bisa di sini?"

"Rejeki anak bungsu nih. Sore-sore udah ketemu cogan!"

"Eh tolong jangan ganteng-ganteng dong! Hati gue kan tadi letoy kalau kayak gini!"

"Aa meni ganteng pisan! Boleh dong nomornya?!"

Charlie terkekeh geli. Ia menyugar rambutnya ke belakang, membuat para gadis yang melihatnya kembali menjerit histeris. Selama bersekolah di SMA PELITA, Charlie nyaris tak pernah mendengar pujian para gadis di sekitar.

Belfan selalu mendapatkan makanan di pagi hari, didominasi oleh makanan dari Pelita. Ridwan-bocah tengik itu walaupun kadar ketampanananya jauh lebih rendah darinya pun selalu mendapatkan minum dari ciwi-ciwi setelah berolahraga. Sementara Charlie? Dia tidak pernah mendapatkan hadiah ataupun perhatian khusus seperti kedua temannya.

Kata Ridwan, sebab dia tidak dilirik cewek-cewek karena dia terlalu bodoh dan buta.

Mana mungkin ada yang berani nembak lo Char? Kerjaan lo tiap hari buntutin Pelita mulu! Cewek-cewek pada minggir langsung lah. Mereka nggak bakal ambil resiko, sih. Soalnya udah tahu kalau mereka confess ke elu pasti ditolak, kata Ridwan waktu lalu.

Mengingat itu membuat Charlie kesal sendiri. Ia merasa kalah dari si tengik Ridwan. "Bodo amat! Yang penting gue ganteng!"celutuknya penuh percaya diri.

"Kak? Ngapain lo nyasar di sini?" Suara tersebut membuatnya menoleh cepat. Begitu melihat sang pelaku, dia menghela napas.

"Jemput Ribi," jawabnya malas.

Mulut Salsa terbuka lebar. Matanya berbinar cerah, disusul dengan senyum lebar. "OMO?! DAEBAK!!" Salsa mendudukkan tubuhnya di samping Charlie. Matanya masih menatap binar. "Lo berdua jadian?"

Charlie mendengus. Reaksi cewek manja itu sangat berlebihan. Ingin sekali dia melakban mulutnya. "Lucu lo! Jemput orang dibilang jadian!"

Senyum Salsa masih terpatri, kian merekah begitu melihat kresek besar yang berisi banyak camilan di dalamnya. Ia sangat senang sekali mendengar pernyataan dari kakak kelasnya itu. Akhirnya ada juga cowok yang sanggup berteman dengan Ribi selain Belfan, pikirnya.

"Cie cie ... perhatian banget ya lo sampai bawa banyak jajan buat Ribi?" Mata Salsa memincing. Semakin curiga dengan hubungan keduanya. "Jadian aja lah lo berdua."

Charlie terkekeh, entah karena apa. "Ngaco lo! Ini tuh cuma sogokan biar dia mau bantu gue."

"Buat?"

Dua RiBu | HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang