Bagian 16 || Keharusan untuk datang

26 10 0
                                    


____________________________

Ribi menangkap susu kaleng dengan sigap setelah Salsa melemparnya cukup jauh. Ia menatap tajam sang empu yang malah cengengesan.

"Sorry, Bi. Itung-itung latihan kecepatan. Iya, nggak?"

Ribi membuka segel minuman kaleng terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan tak bermutu dari Salsa, lalu meneguk minuman itu hingga tandas. "Hm. Makasih."

Balasan dari Ribi membuat senyum Salsa mengembang. Ternyata Ribi juga tahu terimakasih. Gosip miring tentang gadis itu jelas-jelas sangat bertentangan dengan aslinya, walaupun ada gosip miring yang memang benar dimiliki gadis itu. Setidaknya tingkah Ribi yang selama ini dilihatnya dapat mengubah presepsi Salsa dalam menilai Ribi.

Kemudian Salsa mengambil kursi di samping Ribi, lantas menaruh tubuhnya di sana. "It's okay, sama-sama. Gue malah seneng banget bisa ngobrol berdua sama lo."

"Sejak kapan kita ngobrol?" sela Ribi sembari memincingkan matanya.

Salsa terkekeh geli. "Iya juga. Sejak tadi gue yang ngoceh ini itu dan lo cuma respon deheman."

Salsa merasa sedari tadi ada pasang mata yang tengah mengintainya secara intens. Sepasang mata milik cowok yang duduk di pojok kantin bersama teman lainnya.

Buru-buru ia menoleh dengan cepat guna memergoki aksi tersebut. Ia menatap balik cowok itu tak kalah intens. Tetapi sepertinya objek cowok itu bukan mengarah kepadanya, melainkan mengarah kepada ....

"Bi?" panggilnya sembari menyenggol bahu Ribi lumayan keras, membuat gadis bermata sipit itu mendengus sebal.

"Apa?"

"Ada hubungan apa lo sama kak Charlie?"

Ribi yang ditanya seperti itu langsung terlonjak kaget. Ia nyaris tersedak kuah bakso yang sedang ia seruput pelan. Matanya berangsur membola. Pertanyaan macam apa ini?!

"Ngaco lo!"

"Tapi kok ...." Salsa kembali melirik Charlie yang ternyata masih menatap ke meja mereka walaupun sudah kepergok olehnya. "Kenapa sejak tadi kak Charlie lihatin lo terus, ya? Gila, sih dia liatin lo dari kita duduk di sini lho, Bi."

"Lucu lo." Ribi terkekeh untuk menutupi kegugupannya. "Cuma karena dia lihatin gue bukan berarti kita ada hubungan! Lagian dia punya mata. Terserah dialah mau lihatin apa dan siapa!"

Ribi mengangkat kepalanya. Ingin memastikan perkataan Salsa barusan. Baru satu kedipan netranya langsung bertemu dengan mata hitam milik Charlie. Namun, begitu menyadari tengah ditatap olehnya, tiba-tiba Charlie menggerakkan kepalanya, seperti sedang mengkode sesuatu.

Sayangnya Ribi sama sekali tak tahu apa yang sedang Charlie intruksikan. Ia hanya memandang heran dengan kening yang berkerut dalam, masih berusaha memahami kode tersebut.

Sepersekian menitnya, cowok itu terang-terangan melambai dan menggerakkan tangannya, seperti tengah mengajak Ribi untuk mengikuti kemanapun Charlie pergi.

Sekarang Ribi paham dengan intruksi yang diberikan Charlie. Ia membuang mukanya, berusaha tak peduli dengan apa yang dilihatnya.

Sementara di pojok sana, Charlie menggeram marah karena merasa bahwa instruksi yang sedari tadi diberikan untuk Ribi sia-sia. Mulutnya berdecak sebal. Ia menendang kursi yang ditempati Ridwan dengan kencang

BRAK

PUK

Bakso yang nyaris masuk ke dalam mulut Ridwan jatuh menggelinding ke lantai, membuat cowok itu memandangnya nyalang. Sedangkan Charlie menahan untuk tidak terbahak karena melihat wajah Ridwan yang sudah memerah.

Dua RiBu | HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang