Bagian 41 || Apakah benar?

2 5 3
                                    

Happy reading<3

Jangan lupa vote and comment!!🤪



_____________________________







Hari ini adalah hari kesialan bagi Ribi. Sudah telat bangun, kakinya terkilir saat menuruni tangga, sarapannya tumpah lantaran kakinya kesandung meja makan dan terpeleset di kamar mandi karena kelalaian asisten rumah tangga ibunya yang menaruh sabun pembersih toilet berlebihan.

Ini yang tidak disukai kala dia kembali ke rumah ibunya. Setelah bangun tidur dia harus menuruni tangga yang melingkar seperti ular. Sifat
cerobohnya muncul kembali. Ribi sering salah menginjak anak tangga dan berakhir keseleo. Itu disebabkan karena dia memaksa turun dengan mata yang tertutup lantaran masih ngantuk.

Dan sekarang bertambah lagi kesialannya. Berangkat ke sekolah bersama Richard. Bagi Ribi itu adalah kesialan. Lelaki itu tak berhenti mengoceh sepanjang jalan, juga bertanya apa saja yang ada dipikirannya, membuat Ribi pening sendiri.

“Kaki kamu masih sakit?” Richard melirik kaki kanan Ribi yang memar. Tadinya akan dibalut perban tapi gadis itu menolak. “Mau saya izinkan ke wali kelas kamu tidak?”

“Enggak.”

“Tapi langkah kamu sedikit pincang. Mending tadi kamu pakai kursi roda saja.”

“Gue nggak cacat!” Ribi menatap tajam pada Richard yang malah cengengesan. “Lagian gue ada ulangan hari ini.”

Ribi menghela. Yang menjadi masalah utama adalah—apa dia bisa bertanding dengan baik dan kembali meraih kemenangan di kompetisi bela diri karate pada dua hari mendatang? Melihat kondisinya saat ini terlihat tidak memungkinkan. Sepertinya dia harus menerima kekalahan nantinya.

Keempat roda mobil berdecit sebelum berhenti di depan gerbang SMA PELITA. Richard menoleh pada Ribi yang terdiam dengan pandangan kosong. “Hei ....” Ia menyenggolnya. “Udah sampai.”

“Udah tahu bapak! Lo kira mata gue kelilipan komodo sampai nggak lihat gedung setinggi itu?” jawab Ribi malah membentak.

Richard mengerutkan kening. Anak atasannya ini seperti sedang sensi. “Kenapa akhir-akhir ini kamu banyak mengomel? Padahal kamu tidak suka berbicara, 'kan?”

“Banyak tanya lo, Dora!” Ribi membanting pintu mobil dengan kencang hingga membuat Richard terperanjat.

Dia mengayunkan kaki dengan langkah yang sedikit pincang. Tentunya banyak pasang mata yang melihatnya, tapi dia tak peduli.

Langkahnya terhenti begitu melihat Charlie tengah memarkirkan motor. Cowok itu tampak lesu, tidak bertenaga sama sekali sampai-sampai vespanya akan limbung karena dia tidak mencagak dengan benar.

Charlie berjalan dengan muka pucatnya. Pandangannya kosong ke depan. Dia tak mengindahkan beberapa siswa yang memanggilnya. Sudah seperti mayat yang diberi nyawa.

Dari jarak beberapa meter, dia melihat Ribi yang berdiri menatapnya, gadis itu membungkuk—seperti sedang mengambil sesuatu. Namun dia tak ambil pusing dan memutuskan untuk melanjutkan langkahnya.

PRAK

Charlie menoleh setelah kepalanya dilempari kerikil kecil, oh lebih tepatnya helmet yang belum ia  lepas. Ternyata Ribi yang melemparnya, entah bertujuan apa. Lagi, dia tidak peduli dan kembali melangkah tanpa melepas helmet yang jelas-jelas masih bertengger di kepala.

Sementara Ribi terdiam. Sudah dilempari kerikil pun cowok itu masih tak sadar. Sebenarnya dia melempar kerikil untuk memberi kode bahwa helmetnya masih di kepala, tetapi Charlie tidak menggubris.

Dua RiBu | HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang