Bagian 11 || Ribi bukan cewek bisu!

56 15 4
                                    

_______________________


Suasana di kelas X IPS 4 benar-benar gaduh. Semuanya sibuk dengan urusan masing-masing. Bangku-bangku yang awalnya tertata rapi pun sekarang sudah acak-acakan dan tergeletak dimana-mana juga sapu-sapu yang mulanya tersusun rapi telah berpencar ke mana-mana.

Di pojok kelas sisi kiri, ada para kaum wanita dan pria tengah berkolaborasi membuat vidio di depan ponselnya sembari bergoyang ria. Ada juga cewek-cewek yang sedang mengolesi body locion di seluruh kulitnya, juga ada yang sedang berlari-lari mengejar bedak tabur yang dibawa lari oleh cowok yang suka curi perhatian. Begitu pula dengan Ribi yang sedari tadi bercermin mengamati wajahnya sembari menggumam tak jelas.

"TOMO!! BALIKIN BEDAK GUE! MAHAL ITU!"

"KALO LO SENTUH BEDAK GUE, GUE PASTIIN NANTI BESOK KEPALA LO UDAH NYANGKUT DI DEPAN GANG RUMAH GUE!"

Ribi menutup telinganya erat. Kemudian menghela nafasnya lelah karena menunggu pak Alam yang katanya sedang ke toilet sebentar, tapi nyatanya sudah lima belas menit guru olahraganya itu tak menampakkan batang hidungnya.

"Lo tahu gak? Kemarin gue beli kalung baru! Dan nanti besok bokap gue bakal kasih handphone baru!"

"Wah, mantab banget gak tuh?"

Ribi berdecih meremehkan. Ternyata bagi pengikut lambe turah seperti mereka itu, fungsi mulutnya hanya dua. Mencaci dan mengumbar kekayaan.

"TOMO! BALIKIN GAK?! JANGAN BIKIN GUE EMOSI!"

"Cium gue dulu baru gue balikin bedak lo."

"Amit-amit! Jangan banyak bacot! Sini bedaknya!"

BRAK

Ribi yang tak tahan dengan kebisingan ini akhirnya menggebrak meja dengan sangat kencang, membuat seisi kelas menatapnya bingung.

"Kalian bisa diam gak?"

Difa, gadis yang duduk di bangku depan Ribi sekaligus gadis yang sedari awal tak suka pada Ribi itu menoleh tajam.

"Wajarlah kalau kita berisik. Kita kan punya mulut!" sindirnya.

Sialnya saat mulutnya akan membalas perkataan itu pak Alam datang sembari menenteng bola basket. Alhasil Ribi hanya mampu memendam emosinya.

"Silakan keluar menuju lapangan. Dan sisakan satu anak laki-laki untuk memimpin pemanasan!" pinta beliau lalu kembali keluar entah kemana.

Sementara di meja tengah kiri, Salsa hanya terdiam sembari menatap Ribi yang tampak kesal. Sejak kejadian tempo hari, Salsa jadi merasa bersalah pada gadis itu. Ungkapan terakhir yang diucapkan Ribi lah yang membuatnya seperti ini.

"Gue nggak peduli apa masalah lo dan alasan lo itu. Yang jelas, gara-gara drama lo ini, gue jadi telat pulang! Makasih udah ngerepotin."

"Sal!"

Salsa terperanjat kaget. Ia menoleh pada Vema yang menatapnya kesal.

"Kenapa, sih? Ada masalah? Dari tadi lo bengong mulu sampe mulutnya ikut kebuka." Vema menepuk punggungnya sekilas lalu tertawa kecil, membuat Salsa berdehem pelan.

Matanya kembali menyorot Ribi yang sudah keluar menuju lapangan. Tanpa menjawab pertanyaan Vema, Salsa langsung beranjak dari tempatnya dan langsung berlari hendak menyusul Ribi.

Tentunya gelagat Salsa itu membuat Vema mengerutkan keningnya, keheranan.

"Dia kenapa Mis?" tanyanya pada Misca yang langsung mengedikkan bahunya.

Kaki Salsa terus mengayun di sepanjang lapangan indoor . Keringat yang bercucuran ia abaikan demi mengejar gadis berambut pendek yang tengah mendribble bola basket di pinggir lapangan.

Dua RiBu | HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang