Bagian 12 || Kejahilan yang berujung malu

51 15 0
                                    

Akan ada saatnya bibir yang semula hanya menampilkan garis lurus berganti, digantikan dengan bibir yang menyungging simbol bulan sabit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akan ada saatnya bibir yang semula hanya menampilkan garis lurus berganti, digantikan dengan bibir yang menyungging simbol bulan sabit. Itu akan terjadi ketika dirimu bertemu orang yang tepat.

Now playing || Acha Septiani - Hari ini esok dan seterusnya

___________________________




Kini Charlie tengah duduk bersandar di bangku panjang yang terletak di depan kelas XII IPA 5, tepatnya kelas Pelita. Aktivitas ini sudah ia tekuni sejak dirinya masih duduk dibangku kelas sepuluh. Yaitu selalu kabur sebelum sepuluh menit bel pulang berbunyi. Rutinitas sesat ini juga diikuti oleh Ridwan. Yah, mereka menganut aliran hitam yang menyesatkan. Jangan ditiru.

Sembari menunggu Ridwan yang sedang membeli gorengan di kantin, Charlie menatap Pelita yang tengah fokus menulis di dalam sana, membuat bibirnya berkedut menahan senyum. Ia sudah gila rupanya.

Benaknya selalu bertanya, mengapa Pelita tak pernah menerima cintanya? Dan mengapa justru Belfan yang dicintainya? Padahal lelaki itu selalu membuat Pelita menangis di sepanjang malam, menorehkan luka yang amat perih di hatinya.

Mungkin Pelita belum menyadari betapa kesalnya Charlie ketika pernyataan cintanya berakhir sia-sia. Walau demikian, Charlie tak pernah marah pada Pelita. Ia masih sama. Charlie, si bocah bodoh yang selalu mengharapkan balasan cintanya.

Lelaki itu selalu siap siaga tatkala Pelita membutuhkan pertolongan apapun. Ia akan senantiasa mengulurkan tangan untuk membantu gadis itu supaya kembali berdiri tegak, juga selalu menyediakan bahu khusus untuknya bersandar dikala terpuruk, bahkan lelaki itu siap menjadi samsak jika Pelita ingin menumpahkan emosinya. Perhatian apa lagi yang kurang?

Mungkin Pelita belum menyadari bahwa selama ini Charlie lah tempatnya untuk berpulang.

"ABANG!"

Charlie menoleh kaget. Pupilnya membesar ketika menyadari siapa yang bersuara barusan.

"Abang!! Udah waktunya pulang, ya?" Zaskia, adik tuyulnya itu datang menghampirinya sembari mengapit boneka Minnie mouse-nya dan permen lollipop di tangan kanannya.

Charlie bergerak gelisah. Bagaimana bisa si tuyul ini berkeliaran di sekolahnya? Bisa bahaya jika dia mengadukan pada neneknya.

"Lo kesini sama siapa, Cil? Nenek nggak ikut, 'kan?" tanyanya was-was.

Terlihat Zaskia yang mengerucutkan bibirnya ke depan. Bocah itu benci dipanggil bocil oleh kakaknya. "Sama mang Rudi, abang! Nenek lagi kasi makan lelenya."

Lelaki itu menghela nafasnya lega. Setidaknya neneknya tidak tahu bahwa Charlie seringkali membolos seperti ini.

"Kok sepi, ya? Udah pada pulang semua?" celoteh Zaskia sambil celingak-celinguk tak jelas.

"Belum pada pulang, bocil!" Charlie menjitak pelan kepala adiknya.

Zaskia kembali mengerucutkan bibirnya. Kemudian menegakkan tubuhnya begitu menyadari sesuatu. "Ih... abang bolos, ya?"

Dua RiBu | HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang