Bagian 40 || Dua rahasia

11 5 2
                                    


Biar feel-nya dapat, setelah musik coba, kalau mau huhuhu.

Happy reading bestie<3





___________________________





“Ribi! Kenapa kamu diam saja? Ayo, cepat!” Richard terpaksa menarik paksa tangan gadis bermata minimalis lantaran tak kunjung mengikuti titahnya, malah sibuk memiringkan kepala ke arah kanan—mengikuti arah mobil berwarna putih, tepatnya mobil teman gadis itu.

“Kenapa? Kamu peduli dengan dia? Dia saja tidak peduli dengan kamu. Lelaki yang baik itu harus bertanggung jawab, dia yang menjemput—”

“Berisik! Udah buru lo naik,” potong Ribi setelah berhasil duduk di kursi samping kemudi.

Richard menghela, sudah agak maklum dengan tingkah laku anak dari majikannya. “Dasar gadis yang tidak sopan,” lirihnya.

Sementara Ribi terdiam. Kepalanya sangat berisik, diisi dengan berbagai pertanyaan yang didominasi perasaan khawatir. Ini memang konyol. Tapi jujur saja, Ribi tengah khawatir dengan Charlie. Khawatir jika cowok itu berbuat nekat setelah pernyataan cintanya ditolak mentah-mentah, bahkan sampai dihancurkan oleh gadis yang sangat dicintainya.

Salsa pernah bilang bahwa orang yang sedang patah hati bisa saja melakukan hal-hal diluar nalar, yang paling sering adalah self harm dan yang paling parah adalah percobaan bunuh diri. Ribi takut Charlie melakukan hal demikian, hingga berpikir bahwa cowok itu bergegas pergi untuk mengakhiri hidupnya. Masalahnya, cowok itu sudah berjanji untuk mentraktirnya satu bulan penuh.

Ribi berdecak. “Ribet juga jadi orang bucin,” ucapnya tanpa sadar.

“Bucin?” Richard menoleh. “Kamu sedang jatuh cinta, Ribi? Saya pikir kamu orang ambis yang tidak peduli soal cinta.”

“Emang orang ambisius nggak boleh jadi bucin?” Ribi bertanya dengan nada sewot.

“Boleh.”

“Ya udah, sih lo diem aja nggak usah ngurusin hidup orang. Khawatirin tuh umur lo udah hampir bangkotan nggak nikah-nikah!” sarkasnya teramat sebal.

Richard terkekeh, sama sekali tak merasa tersinggung. Dia teramat sering mendapat makian dari Anita, bahkan lebih pedas dari makian gadis di sampingnya. Kini dia percaya dengan pepatah buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

“Mau makan dulu? Di resto ayahmu, mau?” Ribi tak menjawab pertanyaannya dan ia menganggap bahwa dia mau. Maka dari itu, ia segera membelokkan stir ke kiri dan memarkirkan mobilnya di resto Rariben Gunawan—kebetulan resto tersebutlah yang paling dekat dengan rute perjalanan mereka.

Ia menggelengkan kepala kala melihat gadis yang berpakaian seperti preman itu sudah berlari menuju pintu masuk sembari celingak-celinguk mencari seseorang. Dia tidak peduli jika Anita tahu bahwa dia telah mempertemukan anak gadisnya dengan mantan suaminya. Kerena Richard teramat tahu bila Ribi sangat merindukan sosok ayahnya.

“Mungkin ayahmu sedang sibuk,” ucapnya setelah mendudukkan tubuh pada kursi.

Ribi berhenti celingak-celinguk. Ia menghela napas, merasa sia-sia.

Dua RiBu | HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang