______________________________
Hari ini adalah hari di mana gadis berambut sebahu—yang berciri khas dengan mata sipit nan tajamnya itu akan bergulat di atas matras untuk memperebutkan gelar baru dalam dunia perkaratean. Seragam karategi telah terbalut rapi membungkus tubuh gadis berbandana merah marron dengan liontin perak berukir kuda putih sedang mengangkat kaki, seolah tengah siap bertarung—yang menghiasi lehernya.
Ribi memandang benda itu, juga menatap gantungan kunci yang sedikit usang karena mengendap dalam laci selama kurang lebih sepuluh tahun yang lalu. Pernak-pernik yang dikenakannya adalah pemberian dari Randy. Sengaja ia pakai agar menambah rasa semangat bergulat di pagi ini.
Dijinjingnya seragam kebanggaannya hingga memperlihatkan betis yang masih terlihat ruam biru walau sedikit. Kedua lebam memang telah lenyap, namun keduanya masih terasa sakit. Di bagian betis sesekali terasa nyut-nyutan kala kakinya berjinjit juga melompat, sedang di sudut bibir terasa perih saat akan membuka mulut lebar.
Ribi terlihat bimbang. Haruskah dia melanjutkan langkah kaki untuk bertanding melawan rival yang telah bersiap di sana? Memang sangat mustahil jika dia akan membawa pulang mendali di kejuaraan kali ini, namun bila dia mundur akan sia-sia. Ia akan dipandang sebagai pengecut dan Ribi benci itu.
Menganggukkan samar sebagai tanda yakin bahwa ini takkan menjadi masalah besar, Ribi lekas melangkah keluar dari indekos sambil menyandang ransel hitam polos di sebelah punggungnya, namun langkahnya terhenti saat mobil tiba-tiba masuk ke dalam pekarangan.
Seorang gadis berkucir kuda dengan pita polkadot yang menghiasi kepala keluar dari mobil, kemudian berlari kecil menuju ke arahnya. Setiap pijakannya, tetesan keringat mengiringi.
“Ngh ... ngh ... gue te–telat ng–nggak?” Salsa membungkukkan tubuhnya seraya menyeka keringat yang bercucuran. Nafasnya terengah-engah. “Naik mobil gue yuk!”
Ribi tersenyum dalam hati. Rupanya gadis manja ini masih peduli dengannya. “Bukannya elo berangkat bareng Gerry, ya? Lagipula emangnya boleh gue nebeng?”
Salsa berdecak mendengarnya. Segera ia tarik paksa tangan yang sama mungilnya seperti dirinya—untuk berjalan mendekati mobil yang disupiri oleh bodyguard berkepala botak, layaknya permen kojek.
“Gerry udah ke sana duluan. Elo kayak sama siapa aja. Kita, 'kan ... teman? Iya nggak?”
■■■■■■ ○○○》《°》《○○○ ■■■■■■
Kesialan lagi-lagi menderanya setelah tak puas membuat Ribi kesusahan berjalan waktu lalu. Saat perjalanan menuju gedung pelatihan karate, ban mobil milik Salsa meletus di tengah jalan, menyebabkan mereka terdampar di bawah pohon kelapa.
“Dasar botak! Kalau mau botakin rambut, suruh tukang cukurnya baca bismillah! Jadi otak lo nggak ikut kegunting! Mobil mahal kenapa sampai meletus gini?” Salsa beralih memandang ban mobilnya yang kempes. “kenapa nggak kepala lo aja yang meletus?” lirihnya, namun masih terdengar oleh Ribi, membuat gadis itu menyenggolnya.
“Jangan keterlaluan. Pasti ada jalan. Enggak usah dibikin ribet,” papar Ribi walau hatinya pun merasa gundah akan hal itu.
“Terus ini gimana, Bi? Kita mau berangkat pakai apa?! Sebentar lagi bus Xiever bakal berangkat. Lo mau ditinggal setelah berlatih setengah mampus?”
Ribi menghela. Disandarkannya punggung pada pohon kepala yang menjulang tinggi di belakang. Tangannya menggaruk hidung, berpikir sejenak. “Berangkat atau enggak, gue nggak akan berhasil kali ini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua RiBu | Hiatus
Teen Fiction⚠️ 𝐀𝐩𝐫𝐞𝐬𝐢𝐚𝐬𝐢 𝐤𝐚𝐫𝐲𝐚 𝐢𝐧𝐢 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐜𝐚𝐫𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐞𝐫𝐢 𝐯𝐨𝐭𝐞 + 𝐜𝐨𝐦𝐦𝐞𝐧𝐭 𝐝𝐢 𝐬𝐞𝐭𝐢𝐚𝐩 𝐩𝐚𝐫𝐭 ⚠️ [ Cover by Pinterest ] Menceritakan tentang kisah cinta keempat remaja yang begitu liku-liku. Mereka memilih untuk...