25. Air mata berujung kebahagiaan

1.5K 163 182
                                    

Mau sampai kapan hati ini terus terkurung dalam kenangan yang penuh kehampaan?


Happy Reading!

...........

Sudah larut malam, namun Stela masih bergulat di dapur. Banyak cucian piring yang harus ia selesaikan sekarang juga. Jika besok ia tidak bisa, karena besok adalah hari dimana ia mulai masuk sekolah setelah 2 pekan libur.

Cucian piring sudah selesai, Stela memutuskan untuk langsung ke kamar dan tidur agar besok tidak kesiangan. Namun saat hendak berbalik ia mendapati Ayahnya. Sepertinya Ayah juga sama terkejutnya dengan dirinya.

Sedang apa anak itu malam-malam di dapur. Cih! Rupanya habis cuci piring. Kenapa tidak besok saja. Dasar! Bagaimana kalau besok anak itu kecapekan sampai tidak masuk sekolah.

Berbanding terbalik dengan isi hatinya, muka Dodi lebih terlihat santai dan datar. Tidak ada raut penasaran ataupun kasian.

"Ayah belum tidur?"

Dodi melirik Stela sekilas, kemudian pria paruh baya itu melihat piring-piring yang sudah bersih di belakang Stela.

"Ayah ngapain ke dapur malam-malam gini? Ayah laper? atau Ayah haus? Biar Stela yang siapin."

Dodi berpikir sejenak, memang tujuan awalnya ke dapur itu untuk membuat kopi sebagai teman saat ia mengerjakan tugas yang harus diselesaikan malam ini.

"Buatkan kopi, jangan terlalu manis." Stela mengangguk semangat dengan senyum senang di bibirnya. "Antarkan ke ruang kerja saya."

Saya?

Seketika Stela melunturkan senyumnya. Kenapa Ayahnya harus menggunakan kata saya dan kenapa tidak Ayah saja. Seasing itukah ia dikeluarga ini sekarang.

Rasa-rasanya ia ingin kembali ke masa lalu yang begitu sederhana namun sangat bahagia juga berkesan.

Selepas kepergian Dodi, Stela mulai membuat kopi pesanan Ayahnya dengan perasaan campur aduk.

"Ayah, Stela masuk ya?" Terdengar suara deheman dari dalam yang artinya ia diizinkan masuk.

Perlahan gadis itu masuk dan langsung disuguhkan pemandangan Ayahnya yang sedang berkutat di depan laptopnya.

Lalu gadis itu menghampiri Dodi dengan langkah sangat hati-hati, karena tangannya membawa kopi panas pesanan sang Ayah.

Namun saat hampir sampai, mendadak kakinya terpeleset hingga kopi yang ia bawa tumpah mengenai berkas yang ada di meja.

Ceroboh!

Ia terus merutuki kecerobohannya dalam hati. Bagaimana jika berkas itu sangat penting.

Dengan sedikit keberanian, Stela menatap Dodi ragu-ragu. "Ma–maaf Ayah, Stela gak sengaja."

Wajah Dodi memerah, tangannya terkepal kuat dengan sorot mata yang menatap Stela tajam. Membuat nyali gadis itu semakin menciut.

Dodi bangkit, lalu menampar anaknya tanpa segan. Lantas kepala Stela tertoleh kesamping saking kerasnya tamparan yang Dodi layangkan. Gadis itu menggigit bibirnya guna menahan rasa perih.

Dodi menendang kaki Stela hingga gadis itu terjungkal ke lantai.

"Dasar ceroboh! Kamu tahu Stela? Berkas itu sangat penting dan akan saya berikan pada klien saya besok. Kamu!" Dodi menunjuk wajah Stela geram. "Kamu, dengan gampangnya menumpahkan kopi itu di berkas saya, sialan!"

Story StelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang