Happy Reading!
...........
Suara yang terdengar begitu nyaring di setiap penjuru ruangan ICU berasal dari monitor. Terlihat tubuh seorang gadis yang begitu mengerikan terpampang nyata.
Berbagai selang serta alat penunjang hidup memenuhi setiap tubuhnya. Suara isak tangis seseorang kini tak lagi terdengar. Membiarkan lebur seiringnya waktu.
Sekitar tiga jam yang lalu, sosok itu terkapar lemah di atas brankar yang disediakan di ruangan. Mata itu terpejam rapat seolah tidak akan pernah kembali terbuka.
Tidak ada yang lebih sakit bagi sosok pria setengah baya dari pada melihat kondisi yang amat sangat tak berdaya keponakannya. Sejak tadi, Agus tak henti-hentinya melafalkan do'a pada yang Kuasa.
Meminta agar rasa sakit yang Stela tanggung segera diangkat dan dimudahkan. Kini, Agus harus kembali melihat Stela yang seperti ini, bahkan kali ini lebih parah dari yang sebelum-sebelumnya.
Kejadian itu ... ia membenci dirinya sendiri mengingat bagaimana ia menyaksikannya dan hanya mampu terdiam mematung. Harusnya sebagai Paman, ia menolongnya bukan?
Agus bangkit dari sofa lalu berjalan mendekat pada brankar gadis itu. Jalan yang terasa begitu berat dan jauh padahal hanya beberapa meter saja.
Ketika telah sampai, Agus kembali menitikkan air matanya. Sakit kian mengerogoti hatinya tanpa ampun. Menghantamnya secara bertubi-tubi.
"Maaf," parau Agus tak kuasa menahan tangis. "Maaf kalau Paman nangis di depan kamu. Paman tau kamu tidak akan suka kalau Paman seperti ini. Tapi Stela ... Paman sakit liat kondisi kamu sekarang."
Agus memandang layar monitor yang menampilkan detak jantung Stela dengan tatapan pedih, kemudian kembali melihat wajah pucat pasi gadis itu.
Gadis yang selalu kuat meskipun cobaan hidup terus menjerat. Selalu berkata baik-baik saja walaupun kenyataannya tidak. Gadis yang rela menanggung semua penderitanya seorang diri demi tidak ingin membuat orang lain khawatir.
"Kamu harus bertahan ya, sayang? Paman tidak bisa kalau harus kehilangan kamu."
Agus terisak. Hatinya benar-benar nyeri. Meskipun kenyataannya Stela selalu berucap kuat dan baik-baik saja, tapi Agus tau kalau semua itu tidaklah benar.
Agus mengerti. Sangat mengerti. Gadis itu hanya mencoba untuk kuat dan berpura-pura selalu baik-baik saja.
"Buka mata kamu, Stela. Buktikan pada Paman kalau kamu kuat, hm? Buktikan pada dunia kalau kamu bisa."
Agus menatap sedih Stela yang masih betah terpejam.
"Kamu tidak akan meninggalkan Paman secepat ini, bukan? Ayo ... buka mata kamu, Paman mohon sama kamu Stela."
Tangis pria setengah baya itu pecah lagi. Air mata yang tak mau berhenti mengalir semakin menambah kesedihan dalam ruangan itu.
Agus meremat dadanya yang sangat sesak. Kemudian ia mendongakkan kepalanya agar air mata itu berhenti mengalir.
Dia yakin, apabila gadis itu membuka mata dan melihatnya kacau seperti ini, pasti Stela akan marah padanya.
Agus tertawa sumbang kala teringat momen dimana saat dirinya menangis karena mengkhawatirkan kondisi anak itu dan pada saat itu juga Stela mengetahuinya lalu marah padanya.
Gadis itu mengatakan tidak lagi mau bertemu dengannya apabila hal serupa terulang kembali. Tapi sekarang ... kejadian itu kini terulang lagi.
Agus menatap Stela sendu. Tenggorokannya terasa tercekat kuat sehingga ia tidak lagi mampu mengucapkan sepatah kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Stela
Teen Fiction{SAD-ROMANCE-HUMOR} Completed√ ⚠Wajib follow akun Author agar leluasa untuk membaca⚠ ➖➖➖➖➖➖➖➖ Ini tentang Auristela Allisya Lesham, tentang kisah cintanya yang rumit, tentang masalah keluarga yang tak memberinya celah untuk sekedar merasa bahagia, d...