41. Seandainya

1.4K 133 72
                                    


Happy Reading!

........

Kaki yang mulus tanpa bekas luka itu berjalan kecil menuju satu tempat yang paling dia hindari setelah menginjakkan kakinya pertama kali disekolah ini.

Berjalan seraya terus mengusap kedua bahu dekat lengannya, mencoba sedikit menghilangkan bulu kuduknya yang mulai berdiri. Untuk pertama kalinya, Sherly mengunjungi taman belakang sekolah.

"Stela, lo di sebelah mana sih? Gue takut banget, gimana kalau tiba-tiba ada hantu yang ngagetin gue? Kan serem tau," monolognya cemas.

Bukan apa-apa, disini benar-benar sunyi. Tidak ada suara apapun yang menemani ketakutan Sherly selain suara angin.

Walaupun sekarang dia dikuasai rasa takut yang luar biasa, Sherly tetap melanjutkan langkahnya mencoba mencari keberadaan Stela.

Tadi setelah dari kantin, dia tidak menemukan keberadaan sahabatnya itu. Berhubung cuma ada Vino di kelas, alhasil dia bertanya pada lelaki itu.

Ternyata, Vino juga tidak mengetahui kemana Stela pergi. Yang jelas, Vino menceritakan semua kejadian tadi dengan detail padanya. Jadi Sherly pikir, Stela pasti berada di tempat yang damai. Dan firasatnya mengatakan jika Stela kesini untuk menenangkan diri.

Ketika langkah kakinya semakin mendekat ke arah kursi dekat pohon besar. Tidak sengaja dia menginjak ranting pohon yang jatuh. Sehingga menimbulkan bunyi yang mengagetkan seorang di balik pohon besar itu.

Daripada penasaran, seseorang itu memilih untuk melihat ke asal suara. Seketika dia terkejut melihat ada orang lain disini. Buru-buru dia memasukan berbagai obat yang hendak diminumnya tadi.

"Sherly?"

Sang empu mengangkat pandang, lantas kedua matanya melotot sempurna.

"Stela?! Tuh, kan! Apa gue bilang, kalau misalkan lo tuh pasti kesini," hebohnya, menghampiri Stela dan mengajaknya duduk di kursi yang ada.

"Gue udah tau semuanya dari Vino, makannya tadi gue buru-buru nyari lo."

Stela menghela nafas lelah, punggungnya ia sandarkan pada penyangga kursi. Sherly yang melihat itu hanya bisa tersenyum prihatin. Ternyata alur hidup sahabatnya tidak sesempurna yang dia pikir.

Menarik nafas panjang, sebelum akhirnya menatap Stela sepenuhnya.

"Stela, lo harus inget ini. Jangan pernah kasih kesempatan kedua untuk seseorang yang udah nyakiti lo awalnya, kenapa? Karena gue pastiin dia akan ngelakuin hal yang serupa nantinya. Entah itu untuk yang kedua kalinya, atau bahkan sampai berkali-kali."

>,<

"Assalamualaikum."

Tidak berselang lama, pintu megah itu terbuka menampakkan wanita cantik yang hanya mengenakan pakaian daster sederhana.

"Walaikumussalam," jawabnya. Lantas Ervin menyalimi tangan Bundanya, disusul dengan Liana yang melakukan hal serupa.

Nia mengerutkan keningnya dalam, sepertinya ia tidak asing dengan gadis ini.

"Ervin ini si—"

"Kita masuk dulu aja Bunda. Nanti Ervin jelasin," katanya. Disini lah mereka, di ruang tamu.

"Bund, masih inget sama cewek yang dulu sering aku bawa ke rumah?" Nia nampak sedang mengingat, selang beberapa detik, refleks Nia menoleh pada Liana. "Iya Bun, dia Liana. Bunda masih inget, kan?"

Story StelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang