30. Pilihan yang sulit

1.4K 161 116
                                    

Sebab tujuan mencintai adalah merelakan pergi. Mengingat untuk melupakan, bahagia untuk menangisi.


Happy Reading!

..........

Seorang gadis berjalan dengan riang. Raut wajahnya memancarkan kebahagiaan yang teramat. Setiap ada siswa yang berlalu di sekitarnya pasti akan dia sapa.

"Stela!"

Stela hampir saja terjungkal kebelakang. Ia terkejut. Bagaimana bisa suara melengking itu menyapanya pagi ini?

Lantas netra gadis itu menatap kesal pada Sherly yang sedang berjalan menuju bangku sembari cengengesan.

"Kamu ngagetin tau gak!"

Untung saja kelas masih sepi. Hanya ada dirinya dan Sherly sekarang. Karena memang sekarang masih pukul 06:15 Wib.

Berhubung Stela dan Sherly kebagian jadwal piket hari ini, alhasil mereka berangkat pagi-pagi buta. Sebenarnya ada 6 siswa yang kebagian piket sekarang, akan tetapi sisanya belum datang.

"Hehe, sorry," ujar Sherly terkekeh.

Stela menghembuskan nafasnya. "Untung aja kelas masih sepi, coba kalau udah ramai. Bisa pada jantungan denger teriakan kamu."

Sherly memasang ekspresi terkejut yang nampak lucu di mata Stela. "Seriusan? Sekenceng itu teriakan gue barusan?"

"Iya Sherlyyy."

Selang beberapa menit kelas mulai ramai. Tetapi itu tidak membuat Sherly berhenti bercerita pada Stela tentang kejadian semalam. Sherly hanya menceritakan sebagian dan tidak semuanya.

Stela senantiasa mendengar cerita sahabatnya yang begitu antusias. Ia turut senang saat mendengar Sherly mengatakan sendiri bahwa dirinya sedang jatuh cinta. Dan baru semalam dirinya bertemu tanpa sengaja dengan pujaan hatinya.

Hanya saja, Stela tidak tahu Sherly menjatuhkan hatinya pada siapa. Ia hanya berharap semoga lelaki itu bisa menjaga Sherly dan tidak menyakiti sahabatnya ini.

"Gue gak bisa berkata-kata lagi," ungkap Sherly dengan nafas yang menggebu.

Seketika Stela refleks memandang datar Sherly. "Apanya yang gak bisa berkata-kata? orang dari tadi kamu cerita aja gak berhenti-henti gitu."

"Biarin aja ngapa si. Sahabatnya lagi bahagia juga!" Sherly mencebikkan bibirnya.

"Ish, iya deh. Aku turut seneng liat kamu bahagia gini. Dan aku berharap semoga laki-laki yang kamu maksud itu bisa cepet-cepet sadar ya sama perasaan kamu. Bisa melindungi kamu juga menyayangi kamu."

Senyum lebar Sherly mendadak luntur. Matanya yang tadi cerah kini meredup. Teringat bahwa laki-laki yang ia cintai dengan tulus itu nyatanya mencintai sahabatnya sendiri.

"Loh, kamu kenapa Sher? Kok tiba-tiba jadi sedih gini sih. Apa aku salah ngomong, ya, barusan?"

Sherly cepat-cepat merubah raut wajahnya seceria tadi. Ia tidak ingin membuat Stela curiga padanya. "Siapa yang sedih sih?"

"Kamu," jawab Stela dengan raut polosnya.

"Gue lagi bahagia gini lo bilang sedih? Aish, yang bener aja!" Sherly terkekeh yang dibuat-buat.

"Tapikan tadi—"

"—Bu Tia udah datang," sela Sherly cepat.

Pada akhirnya Stela hanya memandang Sherly dari samping dengan raut bingung. Lalu setelahnya ia memandang ke depan saat mendengar suara Bu Tia yang mulai mengabsen muridnya satu persatu.

Story StelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang