44. Kegelisahan yang terjawab

1.4K 136 239
                                    

Happy Reading!

.............

Katanya keramaian itu asik, tapi nyatanya bagi Stela, keramaian itu seperti penjara dunia yang membuatnya tidak nyaman jika berada di sana. Penjara dunia yang selalu ingin ia hindari.

Duduk seorang diri dikantin yang ramai membuatnya sedikit tertekan dengan suara bising yang memasuki gendang telinganya. Sebenarnya sedari tadi Stela ingin segera beranjak pergi dari sini. Akan tetapi ia terpaksa harus menunggu hingga Sherly kembali dari kamar mandi.

Baru lima menit yang lalu Sherly pergi, namun entah mengapa itu seperti berkali-kali lipat lamanya. Stela memijit pangkal hidungnya, merasa gerah berada lama-lama di kantin.

Tidak jarang pula ia mengecek pergelangan tangannya yang terdapat sebuah arloji kecil berwarna putih kekuningan. Mendadak ia teringat sesuatu, Stela ingat jika arloji yang ia pakai itu sama persis dengan milik Ervin.

Hanya saja yang membedakannya adalah sebuah ukurannya. Tanpa permisi matanya memanas yang siap menumpahkan lelehan air berwarna krystal tersebut.

Mengingat arloji ini adalah pemberian dari Ervin pada saat dimana hubungannya masih baik-baik saja dengan lelaki itu, tanpa sadar membuat perasaannya kembali goyah.

Berbagai macam perasaan tiba-tiba muncul menggerayangi lubuk hatinya. Namun yang lebih mendominasi saat ini yaitu perasaan rindu pada sosok yang selalu memberi kenyamanan padanya. Sosok yang begitu paling ia cintai setelah Ayah dan juga Abangnya.

Stela menggeram marah, kenapa disaat semuanya sudah kacau pun hatinya tetap berlabuh pada lelaki yang bahkan sudah melukai fisik serta batinnya? Tidak bisakah perasaan ini hilang saja? Kenapa harus tetap ada?

Jika saja saat ini ia tidak berada di sistuasi seperti sekarang, sudah dipastikan isakan kecil akan lolos dari bibir mungilnya. Namun dengan cepat Stela menghapus air matanya yang menetes ketika mendapatkan tepukan ringan di bahunya.

Karena posisinya yang menunduk, ia tidak tahu siapa gerangan yang menyadarkannya dari sebuah kilas yang sudah ia anggap bagian dari masa lalunya itu.

"Lo kenapa, La? Sakit?" Stela menggeleng menjawab pertanyaan dari Sherly. Ia mengenalnya hanya dari suara sang empu.

"A-aku gak pa-pa. Tadi cuma mau iket tali sepatu aku yang lepas aja," jawabnya berbohong. Dalam hati Stela meminta maaf pada Tuhan-nya karena ia terpaksa harus berbohong.

"Butuh bantuan?"

Stela kembali menggeleng kecil, ia berharap Sherly tidak menyadari perbuahan raut wajahnya.

"Oke deh. Lo udah pesen makan belum, La?" Sherly terus saja memperhatikan gerak-gerik Stela yang menurutnya sedikit aneh.

Sebenarnya ia ingin bertanya lebih banyak lagi, namun sayang, niat itu urung kala melihat dari arah timur Ryan berjalan santai seorang diri seraya membawa sebuah nampan kearah meja dirinya dan Stela.

Apa jangan-jangan Ryan membelikannya sebuah makanan? Memikirkan itu tanpa sadar membuat sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah lengkungan. Kedua pipinya bahkan memanas hanya karena membayangkan itu semua.

"Sherly kamu kenapa?"

"Sherly, hey?"

Tubuh Sherly bergetar kecil karena terkejut saat Stela menjentikkan jarinya tepat di depan muka nya. Kedua matanya mengerjap seperti orang bingung.

Stela terkekeh geli melihat ekspresi sahabatnya saat ini. "Kamu ngelamunin apaan sih, Sher?" Sherly mencebikkan bibirnya setelah Stela menjawil pipinya yang sedikit chubby.

Story StelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang