3. Sisi rapuh

3.6K 453 148
                                    

Jangan terlalu larut dalam kesedihan, hidup ini cuman sekali. Sebisa mungkin kita manfaatkan dengan baik.

Happy Reading!

............

"Stela lo mau kemana woy!"

Stela tidak menjawab pertanyaan dari Sherly, ia terus melangkahkan kakinya entah kemana. Saat ini ia kesal dengan dirinya sendiri karena tidak bisa mengontrol emosi.

Terlalu sakit rasanya saat mendengar Sherly bercerita tentang keluarganya. Meskipun Papah dan Mamah Sherly terbilang orang tua yang sangat sibuk, tapi masih bisa menyempatkan waktunya untuk sang anak.

Sedangkan dirinya bahkan sudah tidak ada harapan lagi, ia sudah pasrah atas semua kejadian menyakitkan menghantam masa kecil sekaligus masa remajanya.

Kadang ia ingin menjadi Sherly atau orang lain sebentar saja. Ia ingin merasakan kasih sayang orang tua lagi. Ya setidaknya sebelum dirinya benar-benar pergi jauh.

Kaki mungil itu membawanya ke rooftop, entah bagaimana ia bisa sampai sini. Yang jelas ia hanya mengikuti kemana hatinya ingin. Dan yah, ia memberanikan diri untuk naik ke atas.

Ternyata tempat ini tidak seburuk yang ia pikirkan. Di sini tempatnya nyaman, damai dan sejuk. Angin sepoi-sepoi langsung menerpa wajahnya dan membuat rambutnya berterbangan.

Stela berjalan menuju pembatas itu. Ia memejamkan matanya sambil menghirup udara dalam-dalam. Kemudian menghembuskannya secara perlahan.

Sialnya saat seperti ini ia selalu teringat masa-masa sulit dulu.

Masa-masa di mana dirinya benar-benar dibenci oleh keluarganya sendiri. Masa-masa di mana dirinya masih kecil tapi harus memikul beban yang begitu berat.

Tapi ia masih bersyukur karena mempunyai sahabat seperti Sherly sekaligus Pamannya yang mau mengerti keadaan dirinya dulu hingga sekarang.

Ia sangat menyayangi keduanya. Apalagi Pamannya yang bisa membuat dirinya bangkit dari keterpurukan.

Saat semua keluarganya membentak dan menyudutkannya karena kejadian itu, saat itu pula Paman datang menenangkan dirinya.

Stela benci kala ingatan sialan itu muncul di kala dirinya seperti ini. Ia berjalan mundur seraya memegang kepalanya yang berdenyut nyeri. Ia dapat merasakan punggungnya menabrak dinding.

Kakinya sangat lemas sekarang. Ia sudah tidak kuat menopang tubuhnya lagi. Tubuhnya meluruh begitu saja seraya memandang kosong ke depan. Tak lama air mata itu keluar. Setetes demi setetes sampai tak sadar ia sesenggukan.

Stela bingung. Ia tak paham dengan semua ini. Bukan kah sebuah kesalahan bisa dimaafkan? Lalu semua ini apa. Ia menderita selama ini pun orang tuanya tidak peduli.

"Stela pengen mati aja, Yah, Bu." Tubuh Stela bergetar karena menangis. "Stela capek. Stela bener-bener gak kuat lagi. Apa kesalahan Stela dulu begitu besar, Bu? Sampai-sampai kalian semua benci Stela."

Gadis itu menenggelamkan kepalanya di lipatan lututnya. Penampilannya sangat kacau. Mata sembab, ujung hidung memerah, serta rambut yang begitu acak-acakan karena ia tak henti-hentinya menjambak rambutnya sendiri. Sedikit membantu untuk melampiaskan sakit di dadanya.

Story StelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang