43. Satu malam beribu cerita

1.4K 140 182
                                    

Happy Reading!

........

Setelah sekian lama menghilang, mimpi itu kembali hadir mengusik tidur lelapnya. Stela tidak bisa melanjutkan tidurnya lagi, tiba-tiba saja rasa kantuk itu hilang seolah ditelan bumi.

Bagaimana bisa tidur kembali, jika benaknya saat ini dipenuhi dengan rasa bersalah dan penyesalan yang dalam? Rasa yang selalu sama ketika ia terbangun akibat mimpi itu.

Stela memejamkan matanya, kenangan-kenangan dulu dalam sisa mimpinya tadi masih terus berputar indah dalam otaknya.

Memaksa dirinya untuk menikmati setiap detik momen indah yang berakhir tragis, dulu. Membawanya ke dalam jurang penyesalan yang tiada ujung.

Helaan nafas berat berkali-kali keluar dari mulutnya. Setiap kali mengingat, ia selalu merasakan sesak dalam dada. Tidak pernah bisa untuk tidak melamun memikirkan setelahnya.

Stela selalu merasa, disaat mimpi itu hadir, ia ingin kembali ke masa-masa dulu, masa dimana sebelum kejadian tragis itu hadir.

Yang di setiap harinya selalu dipenuhi dengan canda dan tawa. Tidak seperti sekarang, yang dipenuhi dengan segala luka yang mendalam.

Seandainya alat mesin waktu itu ada dan nyata, ia ingin membeli alat itu, tidak peduli sejauh apapun tempatnya dan semahal apapun harganya.

Karena bagi Stela, uang mudah dicari dan kebahagiaan itu sangat sulit untuknya ditemui saat ini. Mencari kebahagiaan baginya, seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Benar-benar sesulit itu.

Senyuman pilu muncul menghiasi wajahnya yang tertekut sedih.

Tidak banyak yang bisa ia lakukan untuk mendapatkan maaf dari keluarganya. Hanya usaha sekuat yang ia bisa dan do'a yang menyempurnakannya.

Yah ... hanya pada itulah Stela berpegang menopang harapannya.

>,<

Berbeda dengan Stela, sosok laki-laki berperawakan jangkung yang sedari tadi terus saja memandang gelapnya awan malam itu, tampak murung. Guratan bergelombang tercetak jelas di dahinya.

Ia rasa, akhir-akhir ini masalah senang sekali bertamu pada alur hidupnya. Bahkan untuk tidur nyenyak seperti biasanya pun terasa begitu susah.

Membuang nafasnya kasar, kemudian ia mengusap pangkal hidungnya pelan. Sekarang pikirannya terus saja berpusat pada satu gadis. Ah, tidak— setiap harinya selalu gadis itu yang berkeliaran di otaknya.

Tidak pernah untuk sekalipun Ervin tidak memikirkan Stela. Sedang apa gadis itu sekarang? Sudah makan atau belum? Bagaimana dengan perasaannya, masih sama 'kah untuknya atau sudah berpindah ke lain hati?

Sekali lagi, Ervin membuang nafasnya gusar. Pandangannya menatap lurus pada langit malam yang begitu gelap tanpa ada satupun bintang di atas sana, bahkan bulan pun sepertinya enggan untuk memunculkan diri.

Ervin bingung dengan hatinya sendiri. Di satu sisi, dia merasa senang saat tau Liana telah kembali dalam keadaan selamat dan masih mencintainya juga menganggapnya pacar.

Tapi di sisi lain, dia juga tidak bisa untuk melepaskan Stela begitu saja. Hatinya sudah terikat dengan gadis itu sejak awal bertemu. Entahlah, mungkin memiliki keduanya ide yang bagus, bukan?

Detik selanjutnya Ervin tertawa, mentertawakan ide gilanya yang tiba-tiba saja melintas di dalam benaknya.

Untuk sesaat Ervin menunduk, menikmati dinginnya angin malam. Tidak lagi terkekeh, melainkan tersenyum simpul.

Story StelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang