54 | Hasil Akhir

1.9K 351 162
                                    

Mereka berdua berada dalam keheningan, mataharinya sudah terbenam secara sempurna sekarang---Vero---pria itu memusatkan fokus perhatiannya pada ujung jalan mencari tanda-tanda keberadaan teman-temannya.

"Ini bener-bener lama," Sherly mengeluh.

Satu-satunya yang harus mereka lakukan hanyalah menyeret Shīna untuk berlutut di hadapannya. Tapi ini sudah hampir satu jam, dan mereka seolah hilang tanpa kabar.

"Lo bener-bener gak tahu diri, lo tahu?" Vero membalas.

Sherly ingin memberikan Shīna pelajaran hari ini juga. Sedangkan dalam informasi keberadaan Shīna yang ia berikan saja sudah terbilang basi. Memangnya mencari orang itu mudah? Memangnya ia dan teman-temannya cenayang sakti yang bisa melacak orang?

Ada alasan kenapa dikerahkan banyak orang untuk ikut mencari Shīna ... dan anak ini sekarang berani mengeluh?

Ini bahkan akan jauh lebih mudah untuk dilakukan jika saja Sherly mempunyai cukup kesabaran dan menunggu hari esok. Toh besok pun mereka bertemu lagi. Tapi lihatlah anak ini sekarang?

Sudah diberikan pertolongan, sekarang ia justru banyak menuntut. Benar-benar tak tahu diri.

"Shīna mungkin udah sampe di rumahnya. Ini sebaiknya dibatalin."

Timing-nya benar-benar buruk untuk mengincar seseorang. Dengan banyaknya jasa transportasi, sejak awal ini adalah pilihan buruk karena adanya keterlambatan waktu. Shīna dapat dipastikan sudah berpindah tempat cukup jauh, itulah alasan kenapa teman-temannya masih belum kembali ke sini sekarang.

"Enggak-enggak. Pasti ketemu!" Sherly bersikeras. Kedua jemarinya kemudian dengan lincah langsung memainkan ponsel, "atau nggak, gue bakalan cari tahu dulu alamat rumahnya, jadi kalian tinggal-"

"Pulang sekarang." Vero memerintah, matanya menatap tajam.

Sejak awal pria itu bahkan tak pernah berniat untuk menolong. Ini hanya dilakukan karena gadis di hadapannya sangat bersikeras, dan kebetulan Axel sedang berbaik hati. Tapi setelah mendengar Sherly berani mengeluh tadi ....

Tidak! Lupakan saja semuanya.

"Tapi-"

"Pulang."

Untuk sesaat angin dingin berhembus, keheningan setelah kalimat perintah itu lama-lama membuat Sherly sedikit merasa tertekan. Ia paham sepertinya ia telah salah bicara. Ia masih kesal, tapi Sherly dipaksa tahu diri. Setahunya keluarga pria ini bahkan lebih kaya dan berpengaruh dari Kai. Dengan atau tanpa Aliansi ... itu akan menjadi suatu hal yang fatal jika menempatkan dirinya sebagai musuh.

"Oke, gue pulang. Tapi besok-"

"Bukan lo yang nentuin."

Bibir gadis itu kembali terkunci rapat.

Sombong!

Ia rasanya ingin memaki orang yang ada di hadapannya. Pria ini bahkan tak sehebat itu, lalu kenapa ia bertingkah seolah ia bosnya?

Dadanya bergemuruh, tapi untungnya akal sehat Sherly masih berfungsi untuk tidak membuat Vero lebih marah. Bagaimanapun itu adalah fakta bahwa ia yang membutuhkan bantuan kali ini. Jadi mari lupakan tentang perbuatan tak sopannya. Gadis itu kemudian mulai berbalik dan melangkah pergi untuk pulang ke rumah.

Semuanya sia-sia.

Tidak berguna.

Sherly masih terus mengutuk dalam hati di setiap langkah yang ia tapaki.

Melihat Sherly yang akhirnya menyerah, Vero menghembuskan nafas kasar. Ia kemudian mengerahkan jemarinya untuk berselancar pada sebuah benda pipih bercahaya.

FIGURANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang