Ivy’s POV
Aku bangun keesokan paginya dan mulai bersiap–siap untuk berangkat kuliah. Begitu selesai dengan urusanku, akupun turun kebawah dan kulihat mama dan papa sedang sarapan bersama. Arna, suasana hatiku sedang baik pagi ini jadi aku mau menyapa mereka.“Pagi Mah, Pagi Pah” Kataku, sambil berjalan menghampiri mereka.
“Good, karna kamu udah bangun ada yang mau Papa bicarain sama kamu” Kata Papa memulai pembicaraan, padahal aku baru saja duduk dan berniat untuk sarapan bersama. Huft! Aku hanya diam dan menunggu Papa melanjutkan sendiri pembicaraannya.
“Jadi Papa udah memikirkan ini semua, mengenai nilai kamu yang gak ada perkembangannya sama sekali. Dan Mama sama Papa juga udah sepakat untuk membantu kamu belajar dengan cara menyiapkan tutor khusus untuk kamu sehabis pulang kuliah. Papa kenal tutornya, kebetulan dia juga satu kampus sama kamu” Jelas Papa panjang lebar dan aku hanya bisa pasrah.
“Setelah kamu udah selesai kuliah, langsung saja ke perpustakaan karna tutornya bakalan nunggu kamu disana” Kata Papa, lagi.
“Iya” Jawabku, singkat.Kemudian aku meraih sebuah apel dan berjalan keluar pintu. Jujur saja, aku malas jika harus berhadapan dengan sikap Papa yang seperti itu. Aku masuk ke mobil dan langsung pergi ke kampus.
Ketika aku tiba di kampus, aku melihat ada Tasya yang sudah menungguku di parkiran tempat biasa aku memarkirkan mobilku.
“Hai Sya…” Sapaku.“Hey, gimana acara kemarin? Aku udah selamatin kamu loh dari ocehan Papa kamu. Gak ada ucapan terimakasihnya nih?” Katanya, sambil tertawa pelan.
“Iya – iya…. Thank’s yah. Kemarin kalo gak ada kamu, udah habis aku sama Papa. Hehe” Kataku, sambil mengingat kejadian kemarin.“Hah, kamu benar. Aku seharusnya tidak lebih fokus pada pacarku. Sister before mister, right?” Kata Tasya, sambil tersenyum manis padaku.
“Bara kemana, kok gak keliatan?” Tanyaku, sambil melihat sekeliling.
“Dia lagi sakit” Jawab Tasya. Aku tidak berbohong, He deserves it!. Aku tidak suka orang–orang yang berpikir bahwa mereka lebih keren dari orang lain dan Bara adalah salah satunya. Tapi kurasa dia sudah merasakan karmanya sekarang.
“Apa itu berarti, hari ini kita bakal makan siang bareng?” Tanyanya dengan begitu antusias. Aku heran dengannya, padahal saat ini pacarnya sedang sakit. Ah sudahlah!
“Sure” Jawabku. Kemudian aku dan Tasya mulai berjalan beriringan menuju kelas.
Hari ini aku hanya ada satu kelas dan berlalu lebih cepat dari biasanya. Akupun memutuskan untuk segera ke perpustakaan mengingat kata Papa sewaktu sarapan tadi.Begitu sampai, aku mulai memperhatikan sekitar untuk mencari dimana letak tutor yang akan mengajariku sekarang, tapi hampir tidak ada orang disini. Mungkin, aku harus ke penjaga perpustakaan untuk menanyakan hal ini.
“Permisi miss. Kalau boleh tau tutor saya dimana yah miss? Katanya dia disini” Tanayku. Kulihat dia hanya menatapku sekilas dan menjawabku.
“Bagaimana aku tahu? Just sit anywhere and wait” Jawabnya, dingin rada ketus juga. Aku hanya mampu menghela napas pasrah dan meninggalkan miss penjaga perpustakaan itu.
Aku berjalan menuju meja yang paling pojok berusaha sejauh mungkin dari pantauan penjaga perpustakaan dingin itu. Aku berniat menunggu saja tutor yang katanya akan mengajariku itu.
Akupun menunggu dengan sabar, sampai mataku melihat Mikaella masuk ke perpustakaan dan berjalan kearahku setelah berbincang sebentar dengan penjaga perpustakaan.
Mulutku hanya bisa ternganga sambil tatapanku yang sama sekali tak teralihkan darinya. Sebenarnya, aku harus berpikir realistis. Mungkin saja dia kesini untuk membaca buku dan bukan untuk menemuiku apalagi menjadi tutorku.
Yah, pasti begitu! Dia berjalan kearahku, dan akupun mulai berpura–pura membaca buku agar tidak terlalu kelihatan bahwa aku sedari tadi menatapnya tanpa kedip.
“Hai, sorry ganggu. Kamu lagi nunggu tutor kamu yah?” Dia bertanya. Dan sialnya, jantungku tal mau sama sekalo mau berhenti berdebar kencang saat ini.
Aku rasa aku tidak akan bisa fokus jika memang benar Mikaella yang akan menjadi tutorku. Tapi, untuk sementara waktu aku harus berusaha tenang jika berhadapan dengannya.
“Umm i-iya. Are you my tutor?” Tanyaku, memastikan.
“Iya. So? Apa yang jadi masalah kamu sampai harus pakai tutor?” Dia bertanya, sambil mulai duduk berhadapan denganku.
“Semuanya sih” Jawabku, dan dia tertawa. Aku tidak percaya bahwa saat ini akulah penyebab tawa indah itu hadir di bibirnya.
“Okay, jadi kita mau mulai darimana nih?” Tanyanya.Aku sebenarnya heran, bagaimana mungkin saat ini dia tidak mengingatku, padahal sudah 2 kali kita pernah bertemu selain malam itu.
Ataukah mungkin aku bukan A Good Kisser? Jadi dia tidak mengingatku? Tapi bukannya kemarian dia mengingatku yah? Kok sekarang dia seakan–akan tak pernah mengenaliku. Aku hanya kecewa menerima hal ini, entah kecewa karna apa.
“Mungkin dari yang paling sulit?” Jawabku, dan kulihat dia hanya tersenyum tipis saat aku menjawabnya.“Okay, kita akan membuktikannya sekarang apakah memang sulit atau tidak” Katanya, dengan tersenyum manis. Ah indahnya!.
Orang seperti dia itu sangat langka kutemui. Dia populer, cantik, manis dan tentu saja begitu hot. Aku kembali mengingat kejadian waktu itu, dan kurasa pipiku mulai memerah membayangkannya. Uhh, calm down Ivy!
..
.
.
.
.
.
.
.
.
Sorry pendek guys, gimana feelnya udh dapet belom? Kalo belum,nanti kita cari sama-sama yah,hehe 😋
Jangan luma vote yah guys,masa cuma jdi siders kan ga keren,😁 yaudah see u on the next chapter,xoxo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cium aku lagi (gxg) || END
Romance19 tahun, Ivy Rexia Xavier itulah namanya. Dia selalu berfikir bahwa tidak ada hal yang lebih baik yang dapat dilakukan lagi untuk mengatasi kebosanan dalam hidupnya ini. Maka dari itu dia berniat untuk night driving di pusat kota untuk menghilangka...