#1 memories
"Lapar..." Jejak merengek. Dia memajukan bibirnya cemberut. Tatapan matanya terlihat sayu.
"Sebentar." Luka memetik daun dan mencampurnya dengan tanah basah di dalam gelas. Setelahnya, dia menumpahkan adonan tanahnya ke atas daun Pinus muda dan menatanya seperti seorang chef profesional. Sementara Jejak memilih mendongakkan kepala, menatap awan hitam yang tampak terpisah. Bintang pun ikut meramaikan dengan cahaya dan formasi acak yang mampu memanjakan mata. Di sekelilingnya terdapat pohon besar yang menjulang tinggi ke atas, seolah mampu menembus awan.
"Akhirnya, selesai!" Teriakan bahagia Luka membuat Jejak mengalihkan atensinya ke arah gadis itu. Luka memetik dua lembar daun kering dan meletakkannya di atas kue tanah sebagai Garnish.
Jejak menunduk, menatap ragu ke arah makanan yang barusan dibuat Luka. "Apa.. apa aku nggak akan mati?"
"Nggak tau." Luka menggeleng polos. Gadis itu menatap Jejak penuh harap. "Cobalah."
Jejak terdiam lama. "Ng-gak mau."
"Kenapa?" Lirih Luka saat mendapat penolakan dari Jejak. Anak itu memejamkan mata saat Luka menatapnya sedih. "Jangan nangis."
"A-ku nggak nangis," suara Luka bergetar.
"Eum, Luka.." Jejak membuka mata dan mengambil alih makanannya dari tangan Luka. Dia mengusap lembut air mata yang mengalir di pipi Luka penuh perhatian.
Luka menunduk, membuat sebagian wajahnya tertutupi rambut.
"Jangan nunduk." Jejak menarik dagu Luka dan merapikan rambut gadisnya yang sedikit berantakan. "Nanti cantiknya nggak kelihatan."
Luka menggigit bibirnya. "Makan-" belum sempat Luka menyelesaikan ucapannya, Jejak sudah lebih dulu memakan kue tanahnya, membuat Luka sedikit tidak percaya. Jejak menahan napas dan mengunyah tanah di dalam mulutnya dengan ekspresi tidak terbaca. Anak itu tercekat saat merasakan rasa kotoran hewan yang bercampur dengan tanah. Detik yang sama, Jejak memuntahkan semua isi perutnya saat tanah itu tidak sengaja tertelan ke tenggorokan. "Huek!"
-x word.