FORTY NINE

12.7K 3.3K 798
                                    

Tidak ada yang bisa masuk.

Tidak ada yang bisa keluar.

Terutama panas.

Altezza menyeka keringatnya yang menetes ke mata. Suasana di dalam Waza kali ini terasa mengerikan. Sunyi senyap. Sementara diluar, Buana dan yang lainnya berusaha memadamkan api yang menghalangi jalan keluar Baba dan kedua sahabatnya yang masih terjebak. Sesekali mengumpat, memaki kebodohan Altezza dan Zero yang memiliki hobi menantang maut. Terutama Purnama. Cowok bermarga Ilusi itu mengalami luka bakar pada lengannya usai mencoba menerobos masuk ke dalam Waza. Tidak ada yang bisa dia lakukan. Berharap setengah mati pada Tuhan untuk tidak mengambil nyawa kedua sahabatnya. Altezza dan Zero masih terlalu muda untuk kehilangan nyawa.

"Idiot. Tolol. Bego! Lo mau mati, hah?!" Filosofi yang baru sampai menahan Purnama kala cowok itu mencoba kembali menerobos masuk ke dalam Waza yang hangus terbakar.

"Altezza dan Zero masih terjebak di dalam, sialan." Purnama berteriak, setengah membentak. Filosofi semakin memperkuat cengkeramannya.

"Altezza dan Zero bernyali besar." Filosofi memujinya. Ada nada tajam dalam suaranya, "bernyali besar." Kedua sahabatnya sekarang sedang terjebak di antara jurang kematian. Dan menurut Filosofi, "Itu keren."

"Brengsek, Los!"

"Gue tahu!"

Bibirnya mendesis tajam. Purnama berusaha melepaskan cekalannya. Sebab Altezza dan Zero bisa saja mengalami keracunan asap dan kehabisan oksigen di dalam Waza. Hawa panas yang terhirup bisa memicu cedera serius.Cedera yang disebabkan oleh partikel karbon yang mengendap di saluran napas. Pada kadar di atas 70 persen, senyawa tersebut bisa berakibat fatal.

"Masih ada waktu." Filosofi berpendapat dan memperkuat cengkeramannya, menahan Purnama agar tidak lagi berbuat nekad. "Gue yakin Zero dan Altezza akan keluar dengan selamat."

"Kenapa lo bisa se yakin itu?"

"Feeling."

Purnama mendecih.

Filosofi terkekeh. "Coba lo pakai feeling, Ma."

"Gue nggak punya feeling, anjg."

Filosofi tertawa tanpa humor. "Lo belajar dari siapa? Sikap kasar lo lama-lama mirip dia," maksudnya Zero.

Tidak ada sahutan. Detik selanjutnya, terdengar suara deruman motor yang membelah kabut asap. Anggota TRIGGERBLACK yang berjumlah tujuh belas orang kompak turun dari atas motor dan tercekat usai melihat kebakaran Waza kali ini lebih mengerikan dari sebelumnya. Dua tahun lalu, Waza juga pernah mengalami hal serupa yang membuat basecamp keduanya nyaris rata dengan tanah.

"Zero dan dalam masih terjebak di Altezza." Kevlar meringis ketika salah seorang anggota TRIGGERBLACK memukul kepalanya dengan helm.

Segumpal asap tebal menyelimuti hampir seluruh langit di atas bangunan Waza. Mereka pasti mati.

Pasti.

Mati.

Salah seorang senior inti TRIGGERBLACK berlari mengambil alih APAR. Sementara yang lainnya memindahkan barang yang mudah terbakar di sisi Waza. "Masih ada waktu."

"Semoga."

Purnama kehilangan akal. Zero mati, gue juga harus mati. Dia mendobrak keras pintu Waza hingga dia bisa merasakan retakan pada tulang kakinya yang patah. Asap hitam membumbung tebal. Api berkelabat di udara. Pekat. Samar, Purnama melihat siluet Altezza dan Zero yang membelakanginya. Cowok itu berteriak. Lalu kegelapan kembali melingkupi. Matanya sepanas bara. Suasana sunyi senyap. Setelah itu terdengar suara jeritan mengerikan. Jeritan yang terdengar seperti jeritan perpisahan. Jeritan kematian.

CACAT LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang