Luka yang terdalam seringkali tidak terlihat oleh kasat mata. Altezza tertawa, tapi tidak ada yang melihat dia terluka.
Zee tersenyum sinis, kemudian mendekat, menarik dagu Altezza hingga kedua sisi pipi cowok itu terjepit di antara jarinya. Dia mengunci tatapannya. "Kalau sedih, sedih aja. Kalau memang sakit, nangis aja. Hidup terlalu singkat untuk dilewati dengan pura-pura kuat."
Hening sepersekian detik,
Ekspresi marah diwajah Altezza berangsur dingin. "Shut the fuck up," Altezza tidak memberikan Zee waktu untuk membalas dan langsung menghajar bibir cewek itu dengan kepalan tangan, membuat wajah Zee menoleh ke samping dengan bekas memerah akibat pukulan. Zee memejamkan mata kemudian mendesis ketika merasakan sesuatu yang asin di sudut bibirnya. Darah. Bukannya marah, Zee malah menggigit lukanya dengan gigi taringnya, membuat darah merembes keluar dari lukanya. Dia terlihat seperti Altezza. "Sadis. Gue suka."
Keheningan menyelimuti bumi.
"Mungkin ini saatnya gue berhenti." Zee menarik napas dalam-dalam. "Berhenti peduli semua tentang lo."
Kadang beberapa hal memang kerap lepas kendali. Altezza memasukkan kedua tangannya ke dalam saku, terlihat tidak peduli.
"Gue serius, Ezz."
Altezza menggeleng, terkekeh pahit. Dia membuka mulutnya dan merasakan cairan kental perlahan keluar melewati bibir. Cowok itu tidak mengatakan apapun. Hanya menatapi satu-dua tetes darah yang mulai jatuh melewati leher. "Lo yakin bisa berhenti peduli disaat kondisi gue yang sekarat kayak gini?"
-x word.