"Tapi lo bisa bayar pakai tubuh lo." Senyuman sinis Altezza membuat Zee melotot dan tanpa aba-aba, dia langsung menghajar cowok di depannya dengan kepalan tangan membuat bekapan pada mulutnya terlepas seketika. Semua murid yang memperhatikan keduanya terkesiap ketika melihat Altezza dihajar seperti itu. Altezza masih berdiri dengan gagah, dia hanya menoleh karena pukulan itu tidak dapat membuatnya bertahan untuk menatap lurus.
Zee bukannya cewek bodoh. Dia jelas tau kemana arah pembicaraan cowok itu. "Lo nyuruh gue jual diri. Right?"
Altezza menatap Zee tidak mengerti. Dia terdiam lama sebelum akhirnya tertawa pelan. "Ternyata otak lo kotor juga," cowok itu terkekeh. "Gue mau pake tubuh lo buat tanding basket bukannya mau ngelakuin hal-hal kotor yang ada di otak lo. Paham?"
"Lo nantangin gue?"
"Menurut lo?"
Zee menelan ludah yang tercekat di tenggorokan. Ternyata dia salah paham. Cewek itu menutup wajahnya dengan satu tangan ketika Altezza dan beberapa siswa disana menertawakan kebodohannya. "Apa ketawa-ketawa. Nggak lucu ya!"
Altezza berhenti tertawa ketika melihat sebelah mata Zee tampak berkaca-kaca. "Dih, nangis."
"Berisik." Zee mendesis, "gue terima tantangan lo. Tapi dengan satu syarat. Kalau lo kalah, lo harus mengabulkan 26 permintaan gue. Dan kalau gue kalah-"
"Gue boleh minta apapun ke lo sampai luka di kepala gue sembuh." Altezza memotong. Dia meraih tangan Zee dan mendaratkan telapak tangan Zee di atas perbannya. Ada nyeri menjalar ketika cewek itu menekan lukanya.
"Oke."
"Zee, lo serius?" seseorang mencekal pergelangan tangan Zee.
"Gue serius."
Salah satu cowok yang berdiri di belakang Abigail menggeleng tidak habis pikir. "Gue meragukan kemampuan Zee dalam bermain basket. Bukannya tanpa alasan, dia masukin bola ke dalam ring aja nggak bisa. Teknik dasar permainan basket juga belum dia kuasai sepenuhnya. Dan-"
Zee mengangkat tangan, menyuruh cowok yang tidak memiliki nama itu untuk diam. "Hanya karena lo lebih baik dalam beberapa hal, bukan berarti lo bisa merendahkan seseorang."
"PERHATIAN!!" Kevlar berteriak, membuat cowok itu menjadi pusat perhatian. "SEKIAN, OK. PERTANDINGAN MERAMAIKAN UNTUK DADAKAN PENONTON JADI BISA SEMUA LO, SO. BASKET BERTANDING, EAAA.. AKAN ALTEZZA DAN ZEE! WOHOHOO!!! ZTRQF#$//&$#*-!! HAHAHAHA!!"
Para murid kelas XI IPA 1 menatap ketua kelasnya itu iba. Mereka tersenyum miris melihat Kevlar yang tertawa sendiri.
Setelahnya, semua murid kelas XI IPA I langsung berkumpul membentuk formasi acak di pinggir lapangan untuk meramaikan pertandingan sekaligus menonton pertandingan langka seorang Jejak Altezza Gillova melawan perempuan. Karena terakhir kali mereka melihat Altezza bertanding melawan perempuan adalah saat pertandingannya melawan Grace Caroline, kapten basket team putri yang berakhir dengan skor 9-4.
Altezza dan Zee berdiri berhadapan, menatap satu sama lain datar. Sementara cowok yang tidak memiliki nama berdiri di tengah-tengah keduanya, bersikap seperti seorang wasit dadakan dalam pertandingan. Dia memposisikan bola basket di tangan kanannya -menatap Zee dan Altezza serius.
"Three.. two.. one-" tatapan Altezza dan Zee berubah tajam. "Go!" dia melempar bola basketnya ke atas, sementara Altezza melompat, mendorong bola ke arahnya sebelum Zee. Cowok itu menggiring bola melewati Zee dengan mudah dan langsung melompat melakukan shoot dengan sempurna, membuatnya mencetak satu poin angka tanpa halangan.
Teman-teman Altezza meringis saat menyaksikan Zee yang beberapa kali terjatuh saat hendak merebut bola dari tangan cowok itu. Altezza juga terlihat santai ketika melakukan dribbling, seolah Zee hanyalah sebuah bayangan tak kasat mata yang mampu ditembusnya.
"Sialan!" Zee mendecak sebal. Dia seakan tidak diberikan kesempatan untuk menguasai bola.
Altezza yang hendak melakukan shoot untuk yang keempat kalinya mendadak berhenti dan menoleh ke arah beberapa siswa yang sedang membicarakan kemampuan lawan mainnya.
"Apa Zee nggak apa-apa? Dia kelihatan lemas," kata salah cowok yang mengundang tawa para teman sekelasnya.
"Dia kelihatan akan menyerah? Jangan bercanda."
Zee meluruskan pandangan. Altezza berdiri beberapa meter dari bayangan target -ring basket. Fokus cowok itu terbelah. Zee tersenyum miring kemudian berlari, berniat untuk merebut bola dari tangan sang kapten. Tapi saat tangannya bergerak untuk merebut bolanya, Altezza tanpa diduga berbalik memunggunginya, menabrak pundak Zee. Zee kehilangan keseimbangan. Tangan Altezza yang dingin menangkap satu sisi pinggulnya. Salah satu jarinya menyentuh kulit Zee yang sedikit tersembul dari balik jersey basket.
Altezza menegakkan tubuh Zee dan perlahan mendorongnya ke kiri sambil mengembalikan keseimbangan cewek itu. "Lo, ok?" tanyanya kalem.
"Ya," kata Zee dengan suara tertahan. Sedetik kemudian, dia menyadari satu hal. Zee menepis kasar tangan Altezza dan mengambil bola yang teronggok di lantai. Memanfaatkan keadaan, cewek itu berlari menggiring bola melewati Altezza dan langsung melompat melakukan shoot jarak jauh yang berakhir dengan kegagalan. Bola itu memantul dan terjatuh. Zee mengerang kesal.
Dia berlari dan mengambil bola yang teronggok di lantai. Ketika akan mencoba melakukan shoot sekali lagi, cewek itu menahan napas saat merasakan sebuah tangan memeluk pinggangnya dengan satu tangan. Perlahan dia merasakan tubuhnya terangkat ke atas. Altezza memegangi dan menuntun tangan Zee agar melakukan shoot dengan sempurna. Zee menggigit bibirnya tidak fokus ketika tangan Altezza tidak sengaja menyentuh area pribadinya. "Bisa nggak?" Altezza berdecak.
"Y-ya.." Ragu, Zee mencoba melakukan shoot sesuai instruksi Altezza. Seakan dalam gerakan lambat, bola yang Zee lempar berputar sesuai arah dan berhasil mencetak angka. Zee tersenyum paksa karena sadar jika angka yang dia cetak bukan berasal dari kemampuannya. Cewek itu menunduk, menatap Altezza yang juga sedang menatapnya. "Turunin gue."
"Sekarang?"
"Iya." Tanpa berkata sepatah kata pun, Altezza langsung melepaskan pelukannya, membuat Zee yang belum sempat menahan jatuhnya terjatuh dengan kepala membentur lantai terlebih dahulu.
"ZEE!!"
868 word.